Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

HUT Kemerdekaan RI

Kemerdekaan di Ujung Jempol: Menjaga Api Nasionalisme dan Semangat Bung Karno di Era Digital

Menurut Bung Karno, kemerdekaan sejati tidak hanya terbebas dari penjajah tetapi juga merdeka dari segala bentuk penjajahan mental dan spiritual.

Editor: Hasanudin Aco
Istimewa
I WAYAN SUDIRTA - Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI Perjuangan, Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH, 

Misalnya di Bali dengan filosofi Tri Hita Karana (harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan) serta Menyama Braya (persaudaraan universal), mampu menjaga kohesi sosial di tengah modernisasi. Nilai-nilai seperti ini ada di setiap daerah di Indonesia. 

Kearifan lokal adalah tameng yang melindungi kita dari gempuran budaya luar dan disorientasi identitas.

Nilai-nilai lokal seperti ini bukan hanya milik Bali. Setiap daerah di Indonesia punya warisan budaya yang bisa menjadi benteng moral menghadapi gempuran budaya luar.

Kearifan lokal adalah tameng sekaligus pondasi dalam membangun ketahanan bangsa dari dalam.

Seperti kata filsuf Antonio Gramsci, hegemoni budaya adalah kekuatan utama dalam membentuk masyarakat.

Maka, mempertahankan budaya dan nilai luhur bangsa adalah bentuk perjuangan yang tak kalah penting dari melawan penjajahan fisik di masa lalu.

Kemerdekaan yang Diperjuangkan Kembali

Di masa lalu, kemerdekaan diraih dengan bambu runcing dan diplomasi. Di masa kini, kemerdekaan harus dijaga lewat literasi, etika digital, dan penguatan nilai-nilai kebangsaan.

Menjadi warga digital yang merdeka berarti mampu berpikir kritis, bertindak bijak, dan berbicara dengan empati.

Revolusi digital memerlukan revolusi mental, sebagaimana digaungkan Bung Karno.

Kita tidak cukup hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi harus menjadi pembentuk budaya digital itu sendiri—yang beradab, Pancasilais, dan berjiwa Indonesia.

Maka mari kita jaga api kemerdekaan itu tetap menyala, bukan hanya di tugu-tugu peringatan, tetapi juga di dalam hati, dalam cara kita berbicara, bersikap, dan berinteraksi, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Kini, di era digital, revolusi mental harus diarahkan untuk melawan "penjajahan" baru: disinformasi, polarisasi, dan krisis identitas yang disebarkan melalui algoritma media sosial.

1. Literasi Digital dan Etika Berpikir Kritis. 

Di masa lalu, bambu runcing dan diplomasi adalah senjata. Hari ini, senjata kita adalah literasi digital dan kemampuan berpikir kritis. 

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan