Senin, 29 September 2025

Blog Tribunners

Koperasi Merah Putih: Harapan Baru, di Tengah Ancaman Bencana Demografi

Ketika Koperasi Merah Putih dihadirkan sebagai “game changer”, kita perlu bertanya lebih jujur: apakah ini benar-benar jawaban?

Penulis: Wahyu Aji
Dok Pribadi
KOPDES MERAH PUTIH - Yusuf Sugiyarto, Ketua Bidang Penelitian Dan Kebijakan Strategis PB HMI periode 2024 - 2026. 

Oleh Yusuf Sugiyarto
Ketua Bidang Penelitian Dan Kebijakan Strategis PB HMI periode 2024 - 2026

TRIBUNNERS - DI TENGAH kemacetan pasar kerja dan anjloknya daya serap industri, pemerintah meluncurkan lebih dari 80.000 Koperasi Merah Putih (KMP) pada 21 Juli 2025, dengan janji besar: menciptakan 1,6 hingga 2 juta lapangan kerja baru dari desa-desa di seluruh penjuru negeri.

Secara konsep, ini langkah yang penuh harapan.

Di atas kertas, koperasi memang bisa jadi penggerak ekonomi lokal yang demokratis, tahan krisis, dan berbasis komunitas.

Apalagi di tengah stagnasi ekonomi nasional, pendekatan seperti ini dibutuhkan.

Tapi seperti semua program besar di republik ini, yang jadi pembeda bukan idenya melainkan eksekusinya.

Indonesia saat ini sedang mendapatkan bonus demografi, namun yang seharusnya menjadi “dividen sejarah” bagi bangsa ini justru menjelma menjadi bom waktu.

Antara 2025 hingga 2035, Indonesia akan mengalami lonjakan usia produktif tertinggi dalam sejarah.

Tapi alih-alih memanen produktivitas, kita justru dihadapkan pada fakta suram.

Data BPS Februari 2025 menunjukkan ada 7,28 juta pengangguran terbuka, 3,6 juta di antaranya adalah anak muda usia 15–24 tahun.

Yang lebih mencemaskan, ada lebih dari satu juta sarjana yang tak terserap pasar kerja, mereka yang mestinya jadi lokomotif pembangunan, justru terjebak dalam antrian panjang lowongan yang tak kunjung datang.

Di sinilah kegagalan menyerap bonus demografi mulai terasa nyata, bukan sekadar wacana.

Di luar itu, tiga awan hitam masih membayangi: disrupsi, mismatch, dan deindustrialisasi. Dunia kerja berubah cepat, bahkan terlalu cepat.

Otomatisasi dan AI mengancam 43 persen pekerjaan global (WEF, 2025).

Sementara itu, mismatch antara kompetensi lulusan dan kebutuhan industri jadi lubang besar yang belum tertambal.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan