Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Signifikansi Manajemen Risiko dalam Lembaga Pendidikan

Dalam konteks pendidikan abad ke-21, yang sarat tantangan dan penuh ketidakpastian, manajemen risiko menjadi komponen krusial

|
Editor: Eko Sutriyanto
dok pribadi
Odemus Bei Witono, Pemerhati Pendidikan dan Direktur Perkumpulan Strada 

Oleh : Odemus Bei Witono, Pemerhati Pendidikan dan Direktur Perkumpulan Strada *) 

TRIBUNNNEWS.COM - Belum lama ini, Perkumpulan Strada memberikan pembekalan khusus terhadap unsur pimpinan mengenai pentingnya manajemen risiko dalam tata kelola sekolah, dengan pembicara Prof. Dr. Ir. Dominicus Savio Priyarsono, MS. 

Materi yang disampaikan sangat menggugah, karena membuka perspektif baru bahwa pengelolaan risiko bukan sekadar urusan teknis atau administratif, tetapi menyentuh jantung pengambilan keputusan strategis di sekolah. 

Ada hal-hal menarik yang membuat saya terdorong untuk menelusuri lebih jauh signifikansi pendekatan ini, mengingat sekolah—bila tidak dikelola secara cermat dan profesional—sangat rentan terhadap berbagai jenis risiko, baik yang bersifat fisik, sosial, keuangan, hukum, maupun reputasi. 

Sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga lingkungan hidup yang kompleks, tempat nilai-nilai dibentuk, konflik muncul, dan berbagai dinamika tak terduga bisa terjadi.

Dalam konteks pendidikan abad ke-21, yang sarat tantangan dan penuh ketidakpastian, manajemen risiko menjadi komponen krusial dalam upaya menjaga mutu dan keberlanjutan layanan pendidikan. 

Sekolah selain sebagai lembaga pendidikan formal yang menjalankan kurikulum, juga institusi publik yang bertanggung jawab terhadap kelompok rentan—anak-anak dan remaja. Oleh karena itu, tata kelola sekolah yang efektif harus mencakup tidak hanya pencapaian akademik dan efisiensi administratif, tetapi juga kesanggupan mengelola risiko secara sistematis dan terukur. 

Baca juga: Kunci Jawaban Pendidikan Agama Katolik Kelas 8 Halaman 21, 22, 23: Tindakan Mukjizat Yesus Bab 1

Ketidaksiapan sekolah dalam menghadapi krisis atau risiko, seperti kekerasan siswa, bencana alam, ketimpangan pembelajaran, hingga pengelolaan anggaran yang buruk, akan berdampak langsung pada reputasi, kinerja, dan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tersebut.

Secara konseptual, kerangka ISO 31000:2018 menjelaskan bahwa manajemen risiko mencakup proses yang terstruktur dan komprehensif, yaitu identifikasi risiko, analisis, evaluasi, mitigasi atau penanganan, pemantauan, serta komunikasi risiko. 

Pandangan ini diperkuat oleh Robert Chapman (2006) yang menyebut bahwa manajemen risiko bukan sekadar reaksi terhadap kejadian yang tidak diinginkan, melainkan pendekatan strategis untuk melindungi nilai dan misi organisasi. 

Dalam konteks sekolah, ini berarti bahwa setiap potensi gangguan terhadap keberlangsungan layanan pendidikan—baik yang tampak maupun yang tersembunyi—harus dikenali secara dini dan ditangani secara kolektif oleh seluruh pemangku kepentingan.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah identifikasi risiko. Seperti dijelaskan oleh David Hillson (2004), organisasi pendidikan harus mengenali berbagai bentuk risiko, termasuk yang bersifat laten atau tidak kasat mata. 

Dalam praktiknya, sekolah perlu memetakan risiko-risiko akademik seperti ketertinggalan belajar, risiko operasional seperti kekurangan guru atau rusaknya fasilitas, risiko sosial seperti perundungan atau diskriminasi, risiko keuangan seperti penyalahgunaan dana BOS, hingga risiko hukum seperti pelanggaran hak anak. Proses identifikasi ini tidak boleh didasarkan pada persepsi personal semata, melainkan harus berbasis data dan pengalaman empirik yang dikumpulkan secara sistematis.

Setelah risiko diidentifikasi, langkah berikutnya adalah melakukan analisis dan evaluasi terhadap probabilitas terjadinya dan besarnya dampak dari setiap risiko tersebut. Menurut Douglas Hubbard (2009), pendekatan yang baik harus menggabungkan penilaian kuantitatif dan kualitatif agar keputusan yang diambil tidak berdasarkan intuisi belaka. 

Sekolah dapat menggunakan matriks risiko untuk mengelompokkan risiko-risiko menurut tingkat urgensinya, sehingga dapat disusun skala prioritas yang rasional. Tanpa proses ini, pimpinan sekolah sering kali terjebak pada tindakan reaktif yang hanya menyelesaikan gejala, bukan akar permasalahan.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved