Selasa, 7 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Trump Terapkan Tarif Timbal Balik

AS-Tiongkok Damai: Indonesia Jadi Pelanduk?

Sejak Presiden Donald Trump memproklamasikan "trade war" (perang dagang), dengan memasang tarif hingga 145%, Tiongkok terus melawan.

Editor: Hasanudin Aco
AFP
PERANG DAGANG - Bendera China dan AS berkibar di dekat Bund, Shanghai, China, 30 Juli 2019 di sela pembicaraan dagang AS dan China kala itu. Kini perang dagang China dan AS kembali mengemuka setelah kenaikan tarif dagang AS. 

Neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok cenderung defisit.

Artinya, nilai impor dari Tiongkok lebih besar daripada nilai ekspor ke Tiongkok. Tahun 2024, neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok defisit US$10 miliar atau Rp163 triliun. 

Itu baru data resmi. Ditambah dengan penyelundupan barang dari Tiongkok, maka angka defisit diyakini lebih tinggi lagi. 

Adapun neraca perdagangan Indonesia dengan AS umumnya surplus.

Artinya, nilai ekspor Indonesia ke AS lebih besar daripada nilai impor dari AS. Tahun 2024, surplus neraca perdagangan Indonesia dengan AS mencapai US$16,84 miliar.

Tiongkok wajar berani menantang AS. Kondisinya "apple to apple". Tiongkok sudah menjadi raksasa dunia, baik ekonomi maupun militernya. Bahkan diprediksi sudah menyalip AS. 

Sementara Indonesia masih begini-begini saja. Akibat salah urus. Korupsi di mana-mana.

Sumber daya alam Indonesia memang berlimpah. Tapi banyak dijarah. Baik oleh penguasa maupun pengusaha. Domestik maupun mancanegara. Emas dibawa ke AS. Nikel dibawa ke Tiongkok

Sumber daya manusia Indonesia juga berlimpah. Tapi kualitasnya begitu-begitu saja. Produktivitasnya rendah. Melawan SDM Vietnam dan Kamboja saja kalah. 

Sebab itu, begitu Trump menetapkan tarif 34%, Indonesia langsung berlutut. Tak berani melawan.

Dengan mengiba, Indonesia mengirim tim ke AS untuk negosiasi. Tapi hasilnya tak seberapa. 

Akhirnya, Indonesia berupaya mengambil hati Trump: melakukan impor besar-besaran supaya neraca perdagangan jadi seimbang. 

Indonesia juga akan mengalihkan impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura ke AS.

Selama ini Indonesia mengimpor BBM dari Singapura sebesar 54?ri total kebutuhan nasional.

Indonesia memang terlalu kecil bagi AS. Tak apple to apple. Jauh berbeda dengan Tiongkok.

Makanya tak berani melawan, baik terhadap AS atau pun Tiongkok. Indonesia sekadar jadi pelanduk.

Tak mati saja sudah cukup.

 

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved