Tribunners / Citizen Journalism
Menyusun Arah Baru Pembangunan Nasional: Urgensi PPHN dalam Tata Kelola Negara
Proses menjadi bangsa Indonesia itu disebut sebagai kesadaran kebangsaan. Kesadaran ini dibangun sebagai “imajinasi suprakultural.”
Penguatan kelembagaan MPR melalui kewenangan untuk menyusun dan menetapkan PPHN bukanlah dengan maksud mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Selanjutnya perumusan PPHN harus memuat pokok-pokok kebijakan nasional yang bukan hanya ditujukan untuk Presiden melainkan seluruh lembaga negara bahkan pemerintah daerah sehingga tercipta harmonisasi dan kesinambungan antarlembaga negara.
Meskipun tidak ada konsekuensi hukum dari MPR, laporan kinerja lembaga negara dalam menjalankan PPHN menjadi bentuk akuntabilitas kinerja masing-masing lembaga negara. Mekanisme demokrasi seperti pemilu-lah yang akan menentukan dan menilai layak atau tidaknya pemimpin lembaga negara tersebut dipilih kembali.
Menghidupkan kembali PPHN harus dilakukan dengan amandemen UUD 1945 (terbatas), kenapa amandemen?
Karena putusan MK Nomor 66/PUU-XXI/2023 menetapkan MPR tidak dapat menyusun Ketetapan yang bersifat regeling. Hal yang perlu dilakukan penyempurnaan yakni terhadap kedudukan MPR yang merupakan representasi seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu sudah menjadi suatu keharusan bagi MPR untuk diberikan kewenangannya kembali agar dapat membentuk PPHN sebagai pedoman arah pembangunan nasional yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Amandemen UUD 1945 kelima secara terbatas dilkukan untuk melakukan penambahan wewenang MPR dalam membentuk PPHN khususnya dalam Pasal 3 UUD 1945, Bab khusus tentang Pokok-Pokok Haluan Negara yang merangkum Bab-Bab yang ada dalam UUD 1945 yang sifatnya directive, serta melakukan perubahan dalam Aturan Tambahan UUD 1945 untuk menegaskan kedudukan Ketetapan MPR khusus untuk menetapkan secara administratif PPHN.
Ketetapan MPR tentang PPHN tersebut tidak perlu lagi dipahami sebagai “ketetapan” yang merupakan produk regulasi, melainkan cukup dipahami sebagai produk administrasi, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masa yang akan datang.
Implementasi UUD 1945
Terkait dengan PPHN dan kebutuhan amandemen UUD 1945, maka menarik untuk disimak bahwa sejak dilakukan amandemen (1999-2002), UUD 1945 mengalami perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek ketatanegaraan.
Implementasi konstitusi saat ini mencakup beberapa hal utama:
1. Sistem Pemerintahan yang Lebih Demokratis
a. Presiden, wakil presiden, anggota legislatif, dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat.
b. Dalam parlemen, DPR memiliki fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran, sementara DPD mewakili daerah dalam proses legislasi tertentu.
c. Lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY) berperan dalam menjaga konstitusionalitas hukum dan peradilan yang independen.
2. Desentralisasi dan Otonomi Daerah
a. UU Otonomi Daerah memberi kewenangan lebih besar kepada daerah dalam mengatur pemerintahan sendiri.
b. Pemerintah daerah memiliki hak mengelola anggaran dan sumber daya sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat setempat.
3. Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)
a. HAM dijamin dalam Pasal 28A-28J UUD 1945.
b. Pembentukan Kementerian HAM (saat ini), Komnas HAM dan peradilan HAM untuk menangani pelanggaran HAM berat.
4. Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi
a. UUD 1945 mengamanatkan pembangunan ekonomi berbasis keadilan sosial (Pasal 33 dan 34).
b. Program jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan sebagai bentuk implementasi negara kesejahteraan.
Meskipun berbagai aspek UUD 1945 telah diimplementasikan, terdapat tantangan yang masih dihadapi, diantaranya:
1. Kesenjangan Antara Regulasi dan Realitas
Banyak kebijakan yang secara teori sesuai konstitusi, tetapi dalam praktiknya masih jauh dari harapan. Contoh: otonomi daerah masih menghadapi tantangan dalam pemerataan pembangunan dan penyalahgunaan anggaran.
2. Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan
a. Korupsi di berbagai lembaga negara melemahkan efektivitas pemerintahan yang demokratis.
b. Kasus suap dan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi membuktikan masih lemahnya penegakan hukum.
Indikator: Data KPK Tahun 2025, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2024 mengalami peningkatan dengan skor naik menjadi 37/100 dari tahun sebelumnya yang berada di angka 34/100. Walaupun demikian, peningkatan ini hanya mengangkat peringkat Indonesia ke posisi 99 dari 180 negara, lebih baik dibanding tahun sebelumnya di peringkat 115.
3. Dinamika Politik yang Tidak Stabil
a. Polarisasi politik sering terjadi, terutama pada saat pemilu dan pilkada.
b. Praktik politik transaksional menghambat demokratisasi yang sehat.
Indikator: Indeks Demokrasi yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) pada tahun ini (2025), menunjukkan skor demokrasi di Indonesia pada tahun 2024 sebesar 6,44. Skor ini membuat Indonesia masuk dalam kategori negara dengan demokrasi yang cacat atau flawed democracy. Indonesia turun tiga peringkat dari posisi 56 di tahun sebelumnya, menjadi peringkat 59 di tahun ini dari total 167 negara yang diteliti.
4. Penegakan Hukum yang Belum Konsisten
a. Meski sistem peradilan semakin kuat, masih ada kesenjangan dalam penerapan hukum.
b. Kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu masih belum terselesaikan sepenuhnya.
Indikator: Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index-Rol Index 2023) Tahun 2023 yang disusun World Justice Project, menunjukkan bahwa skor RoL Indeks Indonesia tahun 2023 sebesar 0,53 atau sama seperti skor tahun lalu (2022). Hal ini mengindikasikan stagnasi dalam perkembangan pembangunan hukum di Indonesia.
5. Ancaman terhadap Kebebasan Berpendapat
a. Beberapa regulasi seperti UU ITE dianggap membatasi kebebasan berekspresi.
b. Aktivis dan jurnalis masih menghadapi ancaman kriminalisasi.
Urgensi PPHN dengan Desentralisasi, Otonomi Daerah, Pemerintahan Daerah dan Desa
1. Desentralisasi
Permasalahan utama:
a. Ketimpangan pembangunan antar daerah.
b. Lemahnya kapasitas pemerintah daerah.
c. Korupsi dalam tata kelola pemerintahan daerah.
Urgensi PPHN untuk mengatasi permasalahan desentralisasi:
a. PPHN dapat menjadi pedoman nasional agar desentralisasi tetap sejalan dengan visi pembangunan negara.
b. Standarisasi kebijakan nasional yang wajib diikuti oleh daerah untuk memastikan pemerataan pembangunan.
c. Memperkuat pengawasan dan akuntabilitas terhadap kebijakan desentralisasi untuk mengurangi penyalahgunaan wewenang.
2. Otonomi Daerah
Permasalahan utama:
a. Ketidaksesuaian regulasi pusat dan daerah.
b. Ketergantungan daerah pada dana pusat.
c. Konflik antara pusat dan daerah dalam kewenangan pengelolaan sumber daya.
Urgensi PPHN untuk mengatasi permasalahan otonomi daerah:
a. PPHN memberikan pedoman yang lebih jelas dalam hubungan pusat-daerah untuk menghindari tumpang tindih kebijakan.
b. PPHN dapat merancang strategi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar daerah lebih mandiri dan tidak hanya bergantung pada dana pusat.
c. PPHN memperjelas pembagian kewenangan dalam pengelolaan sumber daya untuk mengurangi konflik pusat-daerah.
3. Pemerintahan Daerah dan Desa
Permasalahan utama:
a. Kurangnya sinkronisasi kebijakan antar daerah, maupun terhadap internal di daerahnya (desa).
b. Maraknya politik dinasti dan nepotisme. Hal ini dapat mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan dana pembangunan (misal dana desa).
c. Kualitas pelayanan publik yang tidak merata. Salah satu permasalahannya adalah kurangnya kapasitas SDM.
Urgensi PPHN untuk mengatasi permasalahan pemerintahan daerah dan desa:
a. PPHN dapat mengatur koordinasi dan sinergi kebijakan daerah (provinsi-kabupaten/kota-desa/kelurahan) maupun antar daerah, terutama dalam pembangunan infrastruktur dan layanan publik.
b. PPHN dapat menekankan reformasi tata kelola pemerintahan daerah, termasuk aturan untuk mencegah politik dinasti dan nepotisme.
c. PPHN dapat mengatur standar pelayanan publik yang harus dipenuhi oleh setiap daerah agar tidak terjadi kesenjangan antar wilayah.
Kesimpulan
PPHN bukanlah sekadar dokumen kebijakan, melainkan fondasi penting dalam memastikan arah pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Dengan pendekatan yang inklusif dalam penyusunannya, serta mekanisme akuntabilitas yang jelas, PPHN dapat menjadi alat strategis dalam mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat.
Langkah ke depan adalah memastikan bahwa PPHN tidak hanya menjadi wacana politik, tetapi benar-benar diterapkan sebagai pedoman pembangunan yang berorientasi pada kepentingan rakyat.
Dengan begitu, kesinambungan kebijakan negara dapat terjaga tanpa mengorbankan prinsip demokrasi dan konstitusi.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ahmad Muzani: MPR Terus Mendengar dan Merefleksi Diri tentang Konstitusi |
![]() |
---|
Apresiasi Gagasan Presiden, Andreas Hugo Tekankan Pentingnya Implementasi Nyata |
![]() |
---|
Ibas Tekankan Pentingnya PPHN bagi Arah Pembangunan Berkelanjutan di Forum Tematik Bakohumas |
![]() |
---|
Desa di Kabupaten Bogor Ini Cerdas dan Berkelanjutan, Gunakan IoT dan Lampu Tenaga Surya |
![]() |
---|
Ibas: PPHN Jadi Kompas Pembangunan Nasional yang Menjamin Keberlanjutan Lintas Rezim |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.