Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Menyusun Arah Baru Pembangunan Nasional: Urgensi PPHN dalam Tata Kelola Negara

Proses menjadi bangsa Indonesia itu disebut sebagai kesadaran kebangsaan. Kesadaran ini dibangun sebagai “imajinasi suprakultural.” 

Editor: Hasanudin Aco
DOK. DPR RI
BADAN PENGKAJIAN MPR - Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH, Anggota Badan Pengkajian MPR Fraksi PDI-Perjuangan di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (8/6/2023). 

Konstitusi menjamin perlindungan terhadap identitas dan kebudayaan daerah maupun masyarakat dan hak-hak adat: Meski bahasa negara adalah Bahasa Indonesia (Pasal 36 UUD 1945), tetapi bahasa daerah dihormati dan dipelihara oleh negara (Pasal 32 ayat (2) UUD 1945).

Pola lain menyikapi kemajemukan ditunjukkan dalam ketentuan konstitusi tentang jaminan atas hak-hak kolektif serta kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pasal 28C ayat (2) UUD 1945: “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”.

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal 29 ayat (2) jo. Pasal 28E ayat (1) UUD 1945).

Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya (Pasal 28E ayat (2) UUD 1945).

Untuk memimpin Indonesia yang majemuk, yang berdiri di atas kenyataan kebangsaan yang bersifat “suprakultural” ditentukan syarat bahwa Presiden dan Wapres harus “WNI sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri …” (Pasal 6 Ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen).

Dulu Presiden dan Wapres harus “orang Indonesia asli” (Pasal 6 UUD 1945 UUD 1945 sebelum amandemen).

Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pasangan yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6A ayat (3) UUD 1945).

Berdasarkan hal-hal tersebut, pendulum kebijakan yang terus bergerak antara sentralisasi dan desentralisasi memerlukan arah yang jelas dan berkelanjutan.

Untuk itu, Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) diusulkan sebagai solusi guna memastikan kesinambungan pembangunan nasional dengan tetap menjunjung prinsip demokrasi dan supremasi konstitusi

Substansi dan Bentuk Hukum PPHN

Dihidupkannya kembali PPHN harus dilihat secara jernih sebagai wujud akselerasi upaya untuk mencapai kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

PPHN sesungguhnya memiliki peran strategis sebagai rambu-rambu pembangunan nasional dikarenakan PPHN memilki visi dan misi negara bukan visi misi dari perorangan atau kelompok golongan. 

Oleh karena itu, dalam pembentukannya MPR sebagai lembaga yang diberikan kewenangan harus merangkum pandangan dan pertimbangan dari masyarakat, daerah, dan lembaga-lembaga negara yang ditentukan dalam UUD 1945. 

Dengan demikian, koridor supremasi konstitusi dan kedaulatan rakyat tetap dijunjung tinggi. PPHN yang disusun nantinya dapat menampung segala kebutuhan masyarakat dan menyediakan alternatif solusi atas permasalahan negara.

Mengingat arti penting PPHN sebagai blue print dalam pelaksanaan pembangunan serta untuk menghindari tumpang tindih kebijakan antarlembaga negara dan juga pemerintah daerah, maka penyusunan dan penetapannya dilakukan oleh MPR.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved