Tribunners / Citizen Journalism
Menyusun Arah Baru Pembangunan Nasional: Urgensi PPHN dalam Tata Kelola Negara
Proses menjadi bangsa Indonesia itu disebut sebagai kesadaran kebangsaan. Kesadaran ini dibangun sebagai “imajinasi suprakultural.”
Oleh: Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH
Anggota Badan Pengkajian MPR Fraksi PDI-Perjuangan
TRIBUNNEWS.COM - Konstitusi adalah landasan utama dalam membangun identitas dan arah bangsa. Sebagai political compact and contract, konstitusi Indonesia atau yang dikenal sebagai UUD 1945 menjadi dokumen yang merekam komitmen bersama untuk bersatu sebagai Indonesia.
Hal ini tertulis jelas sebagaimana Pembukaan UUD 1945: “ ... menyatakan kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia ...”.
Keputusan untuk bersatu berpadu dalam Indonesia direkam secara padat dalam Pembukaan UUD 1945: bahwa “perjuangan kebangsaan Indonesia telah … mengantarkan ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Kondisi di pintu gerbang kemerdekaan ini merupakan saat yang berbahagia.
UUD 1945 juga disusun di atas kemajemukan bangsa Indonesia. Karena itu konstitusi Indonesia harus dilihat sebagai dokumen kebersatuan unsur-unsur masyarakat yang majemuk (konsep sosiologis, kultural) untuk menjadi sebuah bangsa (konsep politik).
Proses menjadi bangsa Indonesia itu disebut sebagai kesadaran kebangsaan. Kesadaran ini dibangun sebagai “imajinasi suprakultural.”
Nasionalisme Indonesia adalah agregasi kekuatan dari negeri-negeri yang dekat (seperti Betawi, Pasoendan) maupun negeri-negeri yang jauh (seperti Ambon, Celebes, Soematera) untuk melawan penjajahan.
Keputusan untuk bersatu berpadu dalam Indonesia pada dasarnya adalah keputusan politik untuk “melupakan” asal-usul, suku bangsa, dan kelompok budaya.
Dengan kata lain, kebangsaan/nasionalisme Indonesia dicetuskan berdasarkan sesuatu “di atas primordialisme.”
Menjadi Indonesia berarti menghindari benturan politik identitas kesukuan, kedaerahan, primordial (identity politics).
Sebab, kita memilih politik kebangsaan (politics of a single nation), yang dalam rumus Soempah Pemoeda 1928 adalah “tumpah-darah, kebangsaan, bahasa” (tempat lahir dan berjuang, identitas nasional, modalitas komunikasi).
Gerakan yang mengusungnya (seperti Kaoem Betawi, Kepandoean Indonesia, Jong Java, Jong Soematera, Jong Celebes, Jong Ambon) merupakan gerakan berbagai suku dari seantero Nusantara, yang ditransformasikan menjadi gerakan besar kebangsaan untuk memerdekakan diri sebagai satu bangsa.
Begitu kuat “imajinasi suprakultural untuk menjadi Indonesia” tersebut sehingga dalam syarat keanggotaan (kewarganegaraan) Indonesia dirumuskan secara nasional:
“Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara” (Pasal 26 UUD 1945).
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ahmad Muzani: MPR Terus Mendengar dan Merefleksi Diri tentang Konstitusi |
![]() |
---|
Apresiasi Gagasan Presiden, Andreas Hugo Tekankan Pentingnya Implementasi Nyata |
![]() |
---|
Ibas Tekankan Pentingnya PPHN bagi Arah Pembangunan Berkelanjutan di Forum Tematik Bakohumas |
![]() |
---|
Desa di Kabupaten Bogor Ini Cerdas dan Berkelanjutan, Gunakan IoT dan Lampu Tenaga Surya |
![]() |
---|
Ibas: PPHN Jadi Kompas Pembangunan Nasional yang Menjamin Keberlanjutan Lintas Rezim |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.