Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Tantangan Merger XL Smart, Integrasi dan Budaya        

onsolidasi keduanya membuat industri telekomunikasi efisien, operator telko berkurang dari empat menjadi hanya tiga, yang siapa tahu kelak menjadi dua

TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI GHOZALI
MERGER OPERATOR TELEKOMUNIKASI-Seorang petugas sedang melakukan perawatan menara operator telekomunikasi. Merger antara Axiata dengan Smartfren diharapkan menghasilkan sinergi biaya yang signifikan, dengan estimasi sebelum pajak sebesar 300 juta dollar AS – 400 juta dollar AS (sekitar Rp 4,77 triliun dan Rp 6,36 triliun). 

TRIBUNNERS- Makin mendekati hari H peresmian merger antara Axiata dengan Smartfren, makin seru saja fakta-fakta yang muncul ke permukaan. 

Namun, tidak menggoyahkan niat perkawinan keduanya karena sudah disepakati sejak 11 Desember 2024 lalu.

Dengan nama gabungan XL Smart Sejahtera, porsi masing-masing sudah jelas, tinggal tunggu persetujuan dari berbagai pihak, Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi), OJK (Otoritas Jasa Keuangan), KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), yang meneliti soal merger sesuai peraturan yang ada, dan lain-lain.  

Baca juga: Kata Bos Telkom Soal Merger XL Axiata dan Smartfren

Merger kedua operator sebenarnya hanya “memperebutkan” saham Kelompok Axiata yang sebesar 69,6 persen di PT XL Axiata. Besaran porsi masing-masing disepakati 72:28, karena Kelompok Axiata menguasai 47,9?n Sinar Mas 21,7%. 

Untuk setara, Sinar Mas membeli 13,1% Axiata sebesar 400 juta dollar AS, lalu 75 juta dollar AS lagi pada akhir tahun, jumlahnya menjadi sekitar Rp 7,6 triliun. 

Saham masing-masing menjadi 34,8%, membuat posisi dan hak keduanya sama dalam perseroan. 

Sisanya yang 30.4% tetap milik publik yang selama ini memiliki saham XL Axiata. Pemegang saham publik ini secara psikologis akan berada di sisi Axiata.

Merger diharapkan menghasilkan sinergi biaya yang signifikan, dengan estimasi sebelum pajak sebesar 300 juta dollar AS – 400 juta dollar AS (sekitar Rp 4,77 triliun dan Rp 6,36 triliun).

Tetapi paling utama, konsolidasi keduanya membuat industri telekomunikasi efisien, operator telko berkurang dari empat menjadi hanya tiga, yang siapa tahu kelak menjadi hanya dua.

Tahun pertama pendapatan XL Smart Sejahtera sebesar Rp 45,4 triliun, perkiraan pesimis yang sebenarnya punya kemungkinan untuk mendapat lebih besar. Angka tadi sama dengan pendapatan tahun 2024 XL Axiata sebesar Rp 34,4 triliun dan Smartfren sebesar Rp 11,41 triliun.

Terbanyak kedua

Efisiensi akan terjadi di belanja teknologi yang biasanya dilakukan masing-masing, kini cukup oleh satu entitas. 

Jaringan infrastruktur mereka akan otomatis meluas, dengan melakukan integrasi semua BTS (base transceiver station) keduanya.

Sekitar 30 persen dari BTS keduanya berada dalam satu tempat atau Menara, memindahkan salah satunya ke lokasi lain membuat cakupan layanan mereka meluas, berpotensi meraih pelanggan baru. 

Sebagai bandingan, Telkomsel punya 265.904 BTS pada tengah tahun 2024, menempatkan BTS-nya di semua wilayah, bahkan di kawasan 3T (terluar, terdepan dan tertinggal), dengan jumlah pelanggan 159,9 juta.

Jumlah BTS XL Axiata hingga akhir 2024 ada 165.864 unit, milik Smartfren sekitar 46.000 unit yang kalau digabung menjadi 201.864 unit. Dengan belanja modal yang terintegrasi, jumlah BTS bisa lebih dari 225.000 buah, pelanggan bisa lebih dari 96 juta.

Spektrum frekuensi XL Smart menjadi 152 MHz, yang 90 MHz dari XL Axiata di rentang 900 MHz, 1800 MHz dan 2100 MHz. Selebar 62 MHz dari Smartfren yang terdiri dari 40 MHz di rentang frekuensi 2300 MHz dan 22 MHz di rentang 800 MHz.

Pemilikan lebar spektrum frekuensi ini membuat XL Smart terbanyak setelah Telkomsel yang selebar 195 MHz yang terdiri dari 145 MHz rentang 900 MHz, 1800 MHz, 2100 MHz dan 50 MHz di 2300 MHz. Sementara Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) hanya selebar 135 MHz di rentang 900 MHz, 1800 MHz dan 2100 MHz, pelanggan mereka ada 98,7 juta.

Pengalaman merger gagal, jika terjadi penghancuran nilai, komunikasi dan integrasi yang buruk dan perbedaan budaya, bisa menjadi sandungan merger keduanya. Apalagi secara tampilan, XL Axiata dinilai lebih mentereng dibanding Smartfren.

Laporan keuangan XL Axiata sangat positif, laba bersih sepanjang tahun 2024 naik 45 Persen jadi Rp 1,85 triliun, dari pendapatan yang tumbuh 6 persen mencapai Rp 34,40 triliun. Ini mereka raih setelah melakukan efisiensi dan pengetatan di berbagai bidang.

Sementara Smartfren saat sama melaporkan pendapatannya Rp 11,41 triliun, rugi Rp 1,29 triliun, kerugian naik 1.088,81% dibanding pencapaian tahun 2023 yang Rp 108,93 miliar. Banyak pengamat melihat, Sinar Mas justru terselamatkan oleh merger, terbawa kecemerlangan XL Axiata

Usangnya teknologi

Tidak hanya Smartfren, semua operator menghadapi persaingan yang ketat selain tekanan industri yang berkembang cepat. Teknologi telekomunikasi tumbuh membuat perangkatnya cepat sekali usang (obsolete) sehingga biaya modal operator membengkak.

Setiap merger selalu dibayangi kegagalan, seperti ketika Microsoft merger dengan Nokia pada 2013, yang membuat kerugian sebesar US$7 miliar, atau ketika merger antara Google dan Motorola pada 2012 yang menimbulkan kerugian hingga  US$ 12,5 miliar. 

Namun merger antara Indosat Ooredoo dengan Hutchison Tri (2022), sukses besar dan menjadi percontohan dunia telekomunikasi dunia.

Ada tiga hal utama yang bisa membuat merger gagal yaitu penghancuran nilai, komunikasi dan integrasi yang buruk, dan perbedaan budaya. 

Tiga hal ini yang dihindari pimpinan Indosat dan Hutchison Tri, sehingga merger berjalan mulus, karena perbedaan budaya bisa diatasi, pendapatan dan laba meningkat, jumlah pelanggan tumbuh dengan baik.

Di antara XL Axiata dan Smartfren mungkin ada perbedaan budaya dan integrasi yang buruk, utamanya karena performansi kedua entitas yang berbeda. Misalnya saja untuk jenis pekerjaan sama, pendidikan setara dan masa kerja rata-rata, beda pendapatannya antara dua hingga lima kali lipat. 

Dibutuhkan upaya ekstra petinggi XL Smart meredam hal ini tanpa membuat kegaduhan meski penyesuaian tampaknya akan dilakukan secara bertahap. Pembentukan budaya kerja yang baru dibutuhkan terlebih dalam menghadapi ancaman dan tantangan baru di industri yang teknologinya tumbuh cepat. 

Tantangan ini justru akan meredam perasaan tersingkirnya karyawan Smartfren sebagai awak perusahaan yang bergabung. 

Walau CEO Axiata, Vivek Sood, menjamin mereka yang ingin pensiun dini akan mendapat penghargaan yang lebih baik dari yang pernah ada.

Chairman Sinar Mas Telecommunication & Technology, Franky Wijaya pun meyakinkan, merger ini jadi upaya penting yang memberikan nilai tambah besar kepada seluruh pemangku kepentingan. 

Sejalan dengan prinsip bersatu untuk tujuan bersama yang besar, “if you want to go fast, you go alone. If we want to go far, we go together – kalau kamu pergi cepat, silahkan pergi sendiri. Kalau kita ingin pergi jauh, kita pergi bersama-sama.” 

Moch S Hendrowijono, pengamat telekomunikasi dan transportasi, mantan editor Harian Kompas

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan