Tribunners / Citizen Journalism
Kembalinya Dwifungsi TNI dan Corak Militeristik Pemerintahan Prabowo-Gibran
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti soal surpres Presiden Prabowo Subianto kepada DPR RI untuk Revisi UU TNI.

Penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil mengabaikan spesialisasi, kompetensi, pengalaman, serta masa pengabdian ASN di instansi terkait.
Selain itu, Perubahan ini juga dapat menjadi legitimasi kebijakan keliru dalam pelibatan dan mobilisasi TNI dalam menjalankan program-program Pemerintahan Prabowo dalam urusan sipil dan domestik, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Distribusi Gas Elpiji, ketahanan pangan, penjagaan kebun sawit, pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) serta penertiban dan penjagaan kawasan hutan bahkan sampai pengelolaan ibadah haji.
Koalisi menilai, kebijakan tersebut dapat membuat TNI berhadapan secara langsung dengan masyarakat lokal dan adat serta berisiko menimbulkan pelanggaran HAM.
Penguatan militerisme pada ruang-ruang sipil di awal pemerintahan Prabowo memperlihatkan watak dan substansi dwifungsi militer yang masih kental.
Sebab pemerintahan menempatkan militer sebagai solusi atas semua problematika pembangunan (baca: supremasi militer), sehingga pelibatan militer dianggap menjadi manifestasi akselerasi pembangunan. Paradigma ini memperlihatkan pejabat pemerintahan masih menempatkan kondisi Orde Baru sebagai patokan dalam pembangunan melalui dwifungsi ABRI ketika itu.
Padahal berbagai perkembangan konsep pemerintahan, seperti good governance hingga collaborative governance dapat menjadi konsep menuju pembangunan yang demokratis.
Penempatan TNI di luar fungsinya sebagai alat pertahanan negara bukan hanya salah, tetapi akan memperlemah profesionalisme TNI itu sendiri.
Profesionalisme dibangun dengan cara meletakkan TNI dalam fungsi aslinya sebagai alat pertahanan negara dan bukan menempatkannya dalam fungsi dan jabatan sipil lain yang bukan merupakan kompetensinya.
Dampak lain dari penempatan prajurit TNI aktif pada jabatan sipil dan urusan sipil-domestik adalah mengenai akuntabilitas dan transparansi. Koalisi menilai sampai dengan saat ini tidak ada satu cabang kekuasaan atau lembaga apapun yang dapat mengawasi TNI secara efektif, sekalipun itu DPR RI. terlebih jika terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh TNI selama melaksanakan tugas pada jabatan sipil dan urusan sipil-domestik.
Selain itu kebijakan seperti ini juga dapat membuat hubungan sipil-militer menjadi tegang karena perubahan ini akan merusak pola organisasi, jenjang karir atau kebijakan dan manajemen ASN karena ceruk Prajurit TNI untuk mengambil alih semua jabatan sipil yang tersedia semakin luas.
Kedua, penambahan usia pensiun prajurit TNI. Usulan perubahan Pasal 53 Ayat (2) yang menambah masa usia pensiun prajurit TNI dari 58 tahun menjadi 60 tahun untuk perwira, serta dari 53 tahun menjadi 58 tahun untuk bintara dan tamtama.
Usulan tersebut akan memicu inefisiensi pada tubuh TNI, dapat menambah beban anggaran di sektor pertahanan, menghambat regenerasi, serta membuat macet jenjang karir dan kepangkatan. Kondisi tersebut akan melanggengkan masalah klasik dimana adanya penumpukan (surplus) perwira TNI non-job.
Alih-alih melakukan kebijakan percepatan pensiun terhadap perwira TNI non-job perubahan usia pensiun ini juga akan berpotensi mengkaryakan mereka di luar instansi militer seperti pada jabatan sipil dan urusan sipil-domestik lainya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Ketiga, adanya upaya politisasi militer yang tertuang dalam pasal 53 Ayat (3), pasal ini memungkinkan perpanjangan masa jabatan bagi perwira tinggi bintang empat berdasarkan keputusan Presiden yang akan membuat perwira tinggi bintang empat tersebut rentan digunakan dalam agenda politik kekuasaan.
Mengingat bahwa Prabowo Subianto memiliki latar belakang militer, langkah ini semakin memperkuat dugaan bahwa revisi UU TNI didorong oleh kepentingan elit tertentu, bukan demi profesionalisme TNI. Jika revisi ini tetap dijalankan, maka Indonesia akan menghadapi ancaman kembalinya Dwifungsi ABRI dalam politik dan pemerintahan, yang bertentangan dengan cita-cita reformasi.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Djamari Chaniago Gabung, Ada Berapa Menteri hingga Kepala Lembaga Berlatar Belakang TNI di Kabinet? |
![]() |
---|
Belum Genap Setahun Menjabat, Prabowo 3 Kali Reshuffle Kabinet, Ini Daftar Menteri yang Diganti |
![]() |
---|
Populer Nasional: Bongkar Pasang Kabinet Prabowo - Dugaan Perselingkuhan Irjen Krishna Murti |
![]() |
---|
5 Fakta Erick Thohir Resmi Jadi Menpora: Soal Status Ketum PSSI, Pegawai Kemenpora Ungkap Tantangan |
![]() |
---|
Kisah di Balik Persahabatan Djamari Chaniago dengan Prabowo, Menko Polkam: Dia Panggil Saya 'Bang' |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.