Tribunners / Citizen Journalism
Mulai Rontoknya Rezim Uni Eropa Pro-perang Ukraina
Partai yang dipimpin Presiden Emannuel Macron, dikalahkan kaum sosialis konservatif kanan yang dikomandoi National Rally.
Editor:
Setya Krisna Sumarga
Wilders menentang pengiriman bantuan militer ke Ukraina, dengan alasan dukungan agresif ke perang Kiev akan membuat militer Belanda tak mampu mempertahankan negaranya sendiri.

Di Belgia, Perdana Menteri Belgia Alexander De Croo mengumumkan pengunduran dirinya setelah partainya Open VLD mengalami kekalahan telak.
Open VLD hanya memperoleh 5,8 persen suara, sementara partai sayap kanan Vlaams Belang dan partai nasionalis Flemish N-VA masing-masing memperoleh lebih dari 14,8 dan 14,2 persen suara.
Di Italia, partai sayap kanan Fratelli d’Italia (Saudara Italia) yang dipimpin Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni memenangkan Pemilu dengan raihan 28 persen suara.
Mereka memperoleh 28 kursi, lompatan hasil setelah Pemilu 2019 mereka hanya mendapatkan 5 kursi.
Meloni, yang saat ini menjabat Ketua Kelompok Konservatif dan Reformis Eropa (ECR) mengecam Presiden Emannuel Macron atas idenya mengirim tentara Eropa ke Ukraina.
Meloni menentang peningkatan ketegangan antara NATO dan Moskow. Meski ironisnya, Italia juga membantu Ukraina dalam perangnya melawan Rusia.
Paket bantuan militer Italia ke Ukraina termasuk persenjataan modern dan rudal jarak menengah Storm Shadow, rudal antitank Milan, dan rudal panggul Stinger.
Wakil Perdana Menteri Italia Matteo Salvini sebelumnya telah mendesak warga negara-negara Uni Eropa menentang kekuatan sayap kiri liberalis di Parlemen Uni Eropa.
Ia mengingatkan dukungan terhadap kekuatan yang kini menguasai Uni Eropa bisa membawa benua itu ke perang dunia baru.
Sekurangnya ada empat tokoh utama di Uni Eropa dan NATO yang memimpin kebijakan agresif terhadap Rusia terkait konflik Ukraina.
Pertama, Sekjen NATO Jens Stoltenberg yang mantan Perdana Menteri Norwegia. Kedua, Ursula von de Leyen, Ketua Komisi Uni Eropa yang mantan Menteri Pertahanan Jerman.
Tokoh ketiga Presiden Prancis Emannuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz. Keempatnya konsisten menarasikan Rusia adalah ancaman eksistensial bagi Uni Eropa.
Rusia dan Vladimir Putin, di mata empat tokoh ini, tidak akan berhenti di Ukraina saja. Putin akan menyerang Eropa jika memenangkan pertempuran Ukraina.
Mencermati hasil-hasil pemilu parlemen Uni Eropa di negara-negara utama ini sepertinya memang memberi petunjuk bakal terbentuknya blok baru politik yang berbeda dengan konstelasi saat ini.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg
Presiden Prancis Emanuel Macron
Presiden Prancis Emmanuel Macron
Kanselir Jerman Olaf Scholz
Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen
perang ukraina
parlemen Uni Eropa
Uni Eropa
Indonesia Dapat Dukungan WTO dalam Sengketa dengan Uni Eropa, Akses Pasar Biodiesel Kian Terbuka |
![]() |
---|
Zelensky Borong Senjata AS Senilai Rp1.459 Triliun Pakai Duit Eropa, Demi Jamin Keamanan Ukraina |
![]() |
---|
Drone Ukraina Serang Pipa Gas Rusia yang Pasok Kebutuhan Uni Eropa |
![]() |
---|
5 Negara Penghasil Gula Terbesar di Dunia: Brazil Urutan Pertama |
![]() |
---|
Slovenia Boikot Perdagangan Senjata dengan Israel, Jadi Negara Uni Eropa Pertama Ambil Langkah Tegas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.