Blog Tribunners
Pada Siapakah Loyalitas Para Pendiri dan Petinggi Parpol Diberikan?
Bila kita bicara parpol, ini menyangkut semua parpol tanpa terkecuali khususnya parpol gemuk (besar) yang 'nampaknya' memiliki kekuatan dan kekuasaan.
Penulis:
Yulis
Editor:
Hasanudin Aco
Oleh: Ki JW Utomo
TRIBUNNEWS.COM - “Where there is great power, there is great responsibility.” (Winston Churchill, 1906)
Pada era pasca-Soeharto di Republik kita ini telah bermunculan sedemikian banyaknya Partai-partai Politik baru mulai dari yang gurem hingga gemuk. Dan banyak pula Parpol yang bahkan sudah tidak aktif lagi sekarang ini.
Semua parpol tersebut muncul ketika kotak Pandora kekuasaan 'absolute' yang telah sedemikian lamanya waktu itu menguasai dan mencengkeram rakyat dan negara Indonesia telah terbuka lebar-lebar tatkala Jenderal Besar Presiden Soeharto yang lebih daripada 32 tahun berkuasa lengser (atau lebih tepatnya: dilengserkan) dari kekuasaannya yang 'absolute' pada tahun 1998 itu.
Kotak Pandora terbuka sudah.
Tirai-tirai kekuasaan 'absolute' tirani Presiden Soeharto bersama kroni nya kala itu pun perlahan tapi pasti semakin tenggelam bagaikan matahari tenggelam di ufuk barat.
Dan anak-anak bangsa lainnya pun segera saja mengambil momentum bersejarah saat itu dengan membuka lembaran baru peta kehidupan berpolitik praktis di Republik kita ini melalui usaha pendirian partai-partai politik anyar yang pada saat pemerintahan Presiden Soeharto ditekan dan dilarang keras.
Baca juga: Bahayakan Pengendara, Bendera Parpol di Rasuna Said Ditertibkan
Di era reformasi yang bagaikan matahari baru saja terbit di ufuk timur, partai-partai politik baru pun bertumbuh subur dalam jumlah yang banyak.
Namun tampak nya sebagian besar dari parpol-parpol baru itu sekedar menggunakan kesempatan dalam kesempitan dan minim visi dan misi serta dukungan dari masyarakat luas.
Sehingga akibatnya banyak pula yang akhirnya tenggelam dan menjadi tidak aktif lagi. Tapi ini adalah sebuah fenomena yang alamiah dan biasa saja dalam sebuah proses reformasi dan dinamika kehidupan berpolitik di Indonesia.
Sekarang yang paling penting adalah bagaimana parpol-parpol yang masih hidup dan aktif ini menggunakan 'kekuasaannya' di era Reformasi yang ternyata masih perlu dan harus 'direformasi' lagi ini?
Bila kita bicara parpol, ini menyangkut semua parpol tanpa terkecuali khususnya parpol gemuk (besar) yang 'nampaknya' memiliki kekuatan dan kekuasaan yang besar (gemuk) pula.
Mengapa penulis sebut parpol gemuk dan parpol gurem? Mungkin para pembaca yang budiman pun sudah bisa menerka. Jika pada masa Soeharto, yang 'gemuk' adalah keluarga Cendana dan beberapa kroni mereka yang loyal saja.
Sekarang di era Reformasi ini apakah yang 'gemuk' ini hanya untuk mereka para pendiri, petinggi dan pentolan parpol dan kroni-kroni dekatnya yang loyal saja? Ataukah juga untuk seluruh warga negara Republik Indonesia?
Pada waktu Presiden Soeharto masih berkuasa penuh, orang-orang yang nantinya menjadi pendiri dan petinggi parpol-parpol gurem dan gemuk di era Reformasi kala itu sangat tidak setuju pada perilaku korup Soeharto, keluarga Cendana dan para kroni nya waktu itu.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Said Abdullah Soal Tuntutan Rakyat: PDIP Jawa Timur Siapkan Evaluasi Kinerja Bagi Anggota DPRD |
![]() |
---|
Membenahi DPR Dimulai dari Pembenahan Partai Politik |
![]() |
---|
Tanggapan Sejumlah Partai Politik soal 17+8 Tuntutan Rakyat |
![]() |
---|
Wiranto soal Tuntutan 17+8: Presiden Dengarkan, Tapi Kalau Semua Dipenuhi Bisa Repot |
![]() |
---|
Susul Uya Kuya hingga Nafa Urbach, Daftar Anggota DPR yang Dinonaktifkan Bisa Bertambah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.