Senin, 6 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Berikan Api, Jangan Gulingkan Periuknya

Tak dapat dimungkiri, dibanding petani-petani tembakau di tempat lain petani tembakau di

Editor: Widiyabuana Slay
zoom-inlihat foto Berikan Api, Jangan Gulingkan Periuknya
Ilustrasi demo aliansi masyarakat tembakau

Jika sektor pertanian di Indonesia adalah sebuah dapur bobrok yang tak kunjung diperbaiki, tak berlebihan jika menyebut bahwa tembakau adalah periuk nasi yang masih bisa dipakai untuk bertahan. Aneh dan ironisnya, ada sebagian orang yang ingin mengenyahkan periuk nasi yang tersisa itu dengan alasan ingin menyelamatkan seisi rumah. Pernah dengar ada pihak yang ingin menyatakan bahwa menyetop sama sekali iklan kretek, membatasi kadar tar dan nikotin serendah mungkin, dan menaikkan cukai tembakau setinggi mungkin adalah cara menyelamatkan petani tembakau dan buruh pabrik rokok? Itulah mereka yang justru ingin menggulingkan satu-satunya periuk nasi yang masih dimiliki petani.

Jelas, periuk nasi itu aus, bolong di sana sini, sehingga sangat membutuhkan tukang patri. Namun, adalah sebuah kezaliman besar jika satu-satunya periuk aus itu disingkirkan dari pemiliknya, hanya karena orang-orang dari jauh –para pemodal asing—merasa iri bahwa periuk jelek itu masih bisa dipakai untuk bertahan hidup. Lebih-lebih jika mereka yang ingin menyingkirkan periuk nasi petani itu tak memikirkan bagaimana cara menggantinya dengan semestinya.

Seyogianya, pemilik rumah (Pemerintah), tempat petani bernaung, memperbaiki periuk itu, menambal kebocorannya, dan kalau perlu merenovasi total bangunan dapur beserta segenap isinya. Namun, jika pun itu tak dilakukan, sepercik api yang bisa membantu dapur tetap mengepul dan membuat petani tetap bisa memanfaatkan “periuknya”, lumayanlah.

Berdasar pengalaman, pengamatan dan sedikit analisis, “percik api” yang sangat berguna bagi para petani tembakau untuk tetap bisa memanfaatkan periuk nasinya bisa meliputi paling tidak beberapa hal berikut:

  1. 1.      Dibentuknya Dewan Penyangga Tembakau Nasional

Dibanding komoditas pertanian lainnya, sebenarnya tembakau adalah komoditas pertanian yang paling stabil harganya. Meski demkian, cuaca yang tidak menentu adakalanya bisa membuat harga tembakau jatuh. Bila harga jatuh, tentulah petani yang paling dirugikan. Karena itu, Pemerintah perlu mencegah terjadinya kejatuhan harga. Caranya, dengan menentukan harga minimal tembakau. Penentuannya gampang. Asumsikan saja berapa modal yang dibutuhkan petani untuk perkilogram tembakau. Lalu, tambahkan 25% sebagai marjin minimal keuntungan petani. Misalnya, jika petani membutuhkan Rp 25.000 untuk tiap kilogram tembakau, Pemerintah bisa menentukan harga terendah Rp 30.000.

 

Jika harga pasaran berada di atas harga terendah, maka biarkan mekanisme pasar berjalan sebagaimana mestinya. Kalau bisa, biarkan petani memperoleh harga setinggi-tingginya. Jika harga meluncur turun hingga melewati angka terendah itu, Pemerintahlah yang mesti membeli tembakau petani dengan harga yang ditentukan, sehingga petani tidak merugi. Di situlah sebuah badan dibutuhkan. Jika mengasumsikan hasil panen tembakau nasional sekitar 200 ribu ton setahun, Badan Tembakau ini bisa mencadangkan uang kira-kira Rp 6 triliun. Uang sejumlah itu dapat diambilkan dari cukai tembakau yang diperoleh pemerintah.

 

  1. 2.      Diintensifkannya Sistem Kemitraan Antara Petani dan Pabrikan

Atas dorongan asosiasi petani tembakau, pada tahun 2004, Pemerintah melalui Kemenperindag mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang Kemitraan. SK ini mengharuskan pabrik rokok melakukan sistem kemitraan dengan petani. Bagi petani, sistem kemitraan ini diharapkan menghasilkan paling tidak tiga hal: 1) asupan teknologi; 2) bantuan sarana produksi; dan 3) penyerapan tembakau petani oleh pasar. Sejauh ini, seperti yang bisa terlihat, SK ini cukup memberikan dampak positif. Pabrikan, dengan cara dan sistemnya masing-masing, telah melakukannya dengan cukup baik. Otomatis, petani jelas diuntungkan.

 

Namun, jelas, sistem kemitraan ini bukannya tanpa kendala. Pertama, pelaksanaannya belum sepenuhnya merata, sebab belum semua sentra tembakau menerapkannya. Kedua, ada kesan bahwa sistem kemitraan akan menggerus peran pedagang perantara, padahal sama sekali tidak. Ketiga, ada kesan pada petani bahwa kemitraan membuat petani terikat dengan pabrikan, sehingga sistem itu akan membatasi petani untuk mendapatkan tawaran harga terbaik. Padahal, sebaliknya, justru sistem ini jauh-jauh hari memberikan rasa aman kepada petani karena tembakaunya pasti terbeli dengan harga yang pantas. Untuk semua kendala ini, adalah tugas Pemerintah untuk melakukan sosialisasi.

 

  1. 3.      Mendorong Perbankan untuk Membuka Pintu Kredit kepada Petani Tembakau

Terancamnya budidaya tembakau oleh peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah, terutama dari perspektif kesehatan, belakangan ini membuat petani tembakau jadi anak haram di loket-loket kredit bank. Bank-bank tidak mau ambil resiko mengucurkan kredit kepada komoditas yang menurut mereka akan segera habis (atau dihabisi) ini. Hal ini sangat menyakitkan bagi petai tembakau. Padahal, uluran kredit dari bank sangatlah penting bagi petani. Bukan saja akan memudahkan permodalan petani, tapi juga sedikit demi sedikit akan mengikis tradisi rente yang selama ini masih jadi masalah dalam tata niaga tembakau.

 

Beruntung Bank Mandiri, sebagai salah satu bank BUMN mendobrak tabu ini dan berani menempuh risiko. Dengan jaminan dari pabrik rokok yang melakukan hubungan kemitraan dengan petani, Bank Mandiri bersedia mengucurkan kredit. Di Temanggung, hal ini belum lama dimulai, yakni pada 2009. Sejauh ini telah menunjukkan gejala yang bagus. Namun, terbukanya pintu kredit dari Bank Mandiri tidak begitu saja menyelesaikan masalah. Problemnya terletak pada kenyataan bahwa Bank Mandiri masih menjadi satu dari sedikit bank yang mau mengucurkan kredit kepada petani. Artinya, Pemerintah perlu mendorong lebih banyak bank untuk melakukan hal serupa.

 

Namun, yang terpentng –dan sekali lagi harus ditegaskan—di sini adalah keberpihakan pemerintah terhadap petani. Jika pemerintah tulus ingin menyejahterakan petani tembakau, maka jelas cara terbaik bukanlah dengan menghapuskan tembakau sama sekali dan/atau meruntuhkan industri kretek dalam negeri secara pelan-pelan –sebagaimana yang belakangan ini ditunjukkan Pemerintah lewat kebijakan-kebijakannya yang “aneh’. Satu-satunya cara menyejahterakan petani tembakau adalah dengan meneguhkan eksistensi tembakau dalam sektor pertanian Tanah Air yang kerap rapuh. Tidak ada cara lain. ***

*Koordinator Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek/KNPK

TRIBUNNERS TERBARU


 

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved