Selasa, 7 Oktober 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Guru Periksa Ompreng MBG, Siswa Lampung Alami Tekanan Psikologis hingga Bawa Bekal Kosong

Program MBG jadi sorotan, siswa Lampung bawa kresek kosongkan ompreng. Banyak makanan bau, keracunan massal capai 6.517 korban.

Editor: Glery Lazuardi
Tribunnews/Mario Christian Sumampow
MENU MBG - Siswa di Lampung membawa kresek untuk kosongkan ompreng MBG agar tak dimarahi guru, makanan sering bau dan tak layak konsumsi. 

TRIBUNNEWS.COM - Program Menu Makan Bergizi Gratis (MBG) sedang menjadi sorotan.

Hal ini setelah temuan sejumlah masalah serius yang muncul dalam pelaksanaannya di berbagai daerah.

Masalah itu seperti keracunan massal, kualitas makanan diragukan, pengawasan lemah dan tidak terintegrasi, dan distribusi tidak adil dan tidak tepat sasaran.

Salah satu temuan ada di Provinsi Lampung. 

Guru memeriksa isi ompreng dan menegur siswa jika makanan tidak habis, memicu tekanan psikologis.

Adanya praktik pemeriksaan isi ompreng oleh guru yang menimbulkan rasa takut, malu, dan cemas di kalangan pelajar.

Siswa diminta mengembalikan ompreng MBG dalam keadaan kosong. Jika makanan tidak habis, guru membuka tutup ompreng dan menanyakan alasannya.

Hal ini membuat siswa merasa tertekan dan takut dianggap tidak menghargai program.

Beredar viral di media sosial, sejumlah pelajar di Lampung diminta mengembalikan ompreng makan bergizi gratis (MBG) dalam keadaan kosong.

Hal tersebut membuat sejumlah siswa membawa kotak bekal hingga kresek untuk membungkus MBG yang tidak habis dikonsumsi.

Untuk menghindari teguran, siswa membawa kotak bekal kosong atau kantong plastik agar bisa menyimpan sisa makanan dan tetap mengembalikan ompreng dalam kondisi kosong.

Ini menunjukkan adanya mekanisme bertahan dari tekanan sosial di ruang kelas.

DN (11), seorang pelajar madrasah di Bandar Lampung mengatakan, MBG diterima di jam pertama pelajaran.

“Saya masuk siang. Dapatnya (MBG) jam 1, kalau yang masuk (sekolah) pagi, dapatnya jam 9,” kata DN saat diwawancarai via telepon, Senin (1/10/2025).

Menurut DN, setiap kali ompreng dikembalikan ke depan kelas, guru akan memeriksa isinya.

“Pas kita balikin ke depan tutupnya dibuka, kalau enggak habis ditanya, 'Kok ini enggak dihabiskan makanannya?” ujarnya.

Karena itu, DN mencari aman dengan selalu membawa kotak bekal kosong untuk menyimpan makanan MBG yang tidak ia makan agar tetap bisa dibawa pulang.

Anak-anak usia 10–12 tahun dipaksa menghadapi situasi yang menuntut kepatuhan tanpa ruang untuk menyampaikan keluhan.

Ketakutan akan dimarahi guru menciptakan lingkungan belajar yang tidak sehat secara emosional, terutama bagi anak-anak yang sensitif terhadap penilaian.

Hal serupa diungkapkan CH (11), siswi kelas V di sekolah lain.

Ia mengaku beberapa kali ogah menghabiskan menu MBG karena rasanya sudah berubah.

Akhirnya, CH memilih cari aman untuk menghindari gangguan kesehatan.

“Pernah itu, kuah sayurnya kayak sudah lengket, jadi enggak aku makan, aku bawa pulang,” kata CH.

Sementara itu, Yanuar (40), salah satu wali murid mengatakan, MBG yang dibawa pulang anaknya sering kali sudah berbau dan tidak layak dimakan.

“Kalau yang dibawa pulang ya enggak pernah dimakan, biasanya langsung kami buang,” ujarnya.

Yanuar menambahkan, ia selalu mengingatkan anaknya untuk memeriksa makanan MBG sebelum dimakan.

“Saya suruh cium dulu, kalau udah bau jangan dimakan,” kata dia.

Meskipun banyak masalah, namun, Presiden Prabowo Subianto meminta Makan Bergizi Gratis (MBG) dilanjutkan.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana.

“Saya tetap diperintahkan oleh Pak Presiden (Prabowo) untuk melakukan percepatan-percepatan karena banyak anak, banyak orang tua yang menantikan terkait kapan menerima Makan Bergizi Gratis," ujarnya.

"Di luar perintah itu saya tetap melaksanakan, kecuali nanti Pak Presiden mengeluarkan perintah lain,”.

Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi pers di Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).

Dia menjelaskan pemerintah untuk sementara menghentikan operasional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur umum MBG yang terbukti bermasalah.

Kata dia, langkah tersebut diambil agar investigasi dapat berjalan dan untuk memastikan aspek kehati-hatian dalam pelaksanaan program.

Selain evaluasi teknis, ia menyebut SPPG maupun mitra pelaksana juga perlu memperhatikan aspek sosial, terutama pemulihan trauma masyarakat yang terdampak.

"Karena setiap kali kejadian kan ada yang tersakiti, ada orang tua yang khawatir, setiap kali kejadian kan juga ada kepercayaan publik yang terganggu," tuturnya.

Oleh sebab itu maka SPPG yang disangkutkan, baik itu ke SPPG maupun mitranya, harus melakukan pendekatan-pendekatan terkait trauma yang muncul di masyarakat

Sejak diluncurkan Januari 2025, program MBG tercatat telah menimbulkan 75 kasus keracunan dengan total 6.517 korban, menurut data resmi BGN.

Angka itu terdiri atas 4.207 korban di Jawa, 1.307 korban di Sumatera, serta 1.003 korban di wilayah timur Indonesia.

Artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved