Minggu, 5 Oktober 2025

Polisi Hamili Warga Polman Dihukum Patsus 30 Hari, Mahasiswa Geruduk Mapolres

Kasus polisi GB hamili warga Polman menuai protes. Mahasiswa desak hukuman tegas, sanksi etik 30 hari dinilai terlalu ringan.

Editor: Glery Lazuardi
ilustrasi
HAMIL - Mahasiswa Polman gelar aksi depan Polres, tuntut polisi GB yang hamili NR bertanggung jawab dan dihukum tegas. 

TRIBUNNEWS.COM - Seorang oknum aparat kepolisian di Polres Polewali Mandar sedang menjadi sorotan.

Hal ini setelah menghamili seorang warga Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat berinisial NR (20).

NR dikabarkan kini mengandung tujuh bulan.

Sementara itu, oknum polisi inisial GB belum menikahinya.

Sidang kode etik digelar pada Jumat, 26 September 2025. 

Hasilnya, oknum tersebut dijatuhi sanksi berupa hukuman penjara tiga hari dan penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun.

Kabag SDM Polres Polman, AKP Mustakim menyampaikan oknum polisi inisial GB telah menjalani sidang kode etik.

Sidang kode etik adalah proses internal dalam suatu institusi, seperti kepolisian atau militer, untuk menilai apakah anggota telah melanggar norma, aturan, atau etika profesi yang berlaku. 

Sidang ini berbeda dari proses hukum pidana atau perdata karena fokusnya adalah pada pelanggaran disiplin dan integritas, bukan tindak kejahatan.

Tujuan sidang kode etik menegakkan disiplin dan moralitas dalam institusi, memberikan sanksi administratif kepada anggota yang melanggar, dan menjaga kepercayaan publik terhadap institusi.

Hasil sidang kode etik ini kata AKP Mustakim telah vonis, oknum polisi inisial GB telah dijatuhi sanksi etik.

"Sanksi etik diberikan yakni penahanan khusus selama 30 hari dan penundaan pangkat selama satu tahun," kata AKP Mustakim.

Dia menjelaskan sanksi etik diterima oknum polisi ini lantaran berhubungan badan dengan perempuan yang bukan istrinya.

Oknum polisi inisial GB ini telah menjalani Penanganan Khusus (Patsus) selama 30 hari.

Serta oknum polisi ini kata AKP Mustakim disanksi penundaan pangkat selama satu tahun.

Namun, putusan sidang etik itu dinilai masih ringan. 

Sehingga mahasiswa menggelar aksi di depan Markas Polres Polewali Mandar (Polman), di Jl Ratulangi, Kelurahan Pekkabata, Kecamatan Polewali sempat memanas, Rabu (1/10/2025).

Massa aksi sempat saling dorong dengan pihak kepolisian di depan pintu gerbang.

Beruntung kedua belah pihak dapat menenangkan diri sehingga tidak terjadi anarkis.

Aksi ini terkait adanya oknum polisi dari Mapolres Polman inisial GB diduga menyetubuhi NR (20).

Membuat sejumlah mahasiswa tergabung dalam cipayung plus gelar aksi unjuk rasa.

Mahasiswa menuntut agar oknum polisi inisial GB bertanggung jawab atas perbuatannya.

"Kami meminta oknum polisi tersebut bertanggung jawab atas perbuatannya, dia telah mencederai institusinya sendiri," ujar korlap aksi Deby Akbar dalam orasinya.

Dia menilai perbuatan oknum polisi ini telah mencoreng institusi kepolisian Polres Polman.

Deby menyebut kinerja divisi Propam Polres Polman tidak transparan dan adil menindak tegas anggotanya.

Sehingga massa aksi menyepakati tuntutan agar Kasi Propam Polres Polman dipecat dari jabatannya.

"Serta kami meminta agar oknum polisi yang menghamili NR segera dipecat dari institusi kepolisian," ungkap Deby.

Sementara itu, Ketua Korps HMI-Wati (KOHATI) Cabang Polman, Fitriani, menilai sanksi tersebut terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera.

“Sanksi itu terlalu ringan dan tidak memberi efek jera," ujar Fitriani.

Menurutnya, masalah tersebut bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi sudah masuk ranah pidana karena ada dugaan pemaksaan aborsi. 

"Banyak bukti mengarah ke tindak pidana. Aparat penegak hukum seharusnya tidak boleh melindungi pelaku,” ucapnya.

Menurut KOHATI Polman, kasus ini harus ditangani lebih serius. 

Sebab, selain mencoreng citra Polri, juga menyangkut nasib korban yang mengalami kerugian psikologis dan kesehatan.

Mereka menilai, keputusan Propam Polres Polman terkesan menormalisasi tindakan pelanggaran berat.

Lebih lanjut, KOHATI juga menyoroti adanya dugaan oknum polisi tersebut menyuruh korban melakukan aborsi.

Menurut mereka, hal itu merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 346 KUHP tentang aborsi ilegal, yang dapat dikenakan pidana penjara.

KOHATI HMI Polman mendesak Kapolda Sulawesi Barat dan Kapolri untuk turun tangan mengevaluasi keputusan sidang etik Propam Polres Polman.

Mereka juga meminta agar kasus ini dibawa ke jalur pidana.

“Kami mendesak agar perkara ini tidak berhenti di sanksi etik. Penegakan hukum harus berlaku sama di hadapan siapa pun, termasuk anggota Polri,” tegas Fitriani.

Sementara itu, pihak keluarga korban menyatakan kekecewaan mendalam atas hasil sidang etik tersebut.

Mereka berharap pihak kepolisian bersikap transparan dan memberikan keadilan bagi korban.

Artikel ini telah tayang di Tribunsulbar.com 

Sumber: Tribun sulbar
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved