Senin, 29 September 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Kontroversi Surat Perjanjian MBG di Blora: Keracunan Harus Dirahasiakan, Dikritik Keras DPRD

Dalam foto viral, 2 poin dalam surat perjanjian MBG di Blora dinilai janggal, salah satunya adalah meminta merahasiakan jika terjadi keracunan.

TribunSolo.com/ Anang Ma'ruf
ILUSTRASI PROGRAM MBG - Dalam foto: tumpukan food tray atau nampan makanan stainless steel untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sebuah surat perjanjian kerja sama program Makan Bergizi Gratis (MBG) antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan pihak sekolah selaku penerima manfaat di Kabupaten Blora, Jawa Tengah menjadi sorotan. 

TRIBUNNEWS.COM - Sebuah surat perjanjian kerja sama program Makan Bergizi Gratis (MBG) antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan pihak sekolah selaku penerima manfaat di Kabupaten Blora, Jawa Tengah menjadi sorotan.

Dalam foto yang viral di media sosial tersebut, ada beberapa poin dalam surat tersebut yang dinilai janggal, salah satunya adalah meminta merahasiakan jika terjadi keracunan.

Total, ada dua dari sembilan poin dalam surat perjanjian ini yang disorot, yakni poin 5 dan 7: 

5. Apabila terdapat kerusakan dan atau kehilangan alat makan (tutup, dan tray tempat makan) Pihak Kedua diwajibkan untuk mengganti atau membayar seharga satu paket tempat makan (Rp80.000,-/pcs) sesuai dengan jumlah kerusakan atau kehilangan.

7. Apabila terjadi Kejadian Luar Biasa/force majeure, seperti keracunan, ketidaklengkapan paket makanan, atau kondisi lain yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan program ini, Pihak Kedua berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan informasi hingga Pihak Pertama menemukan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kedua belah pihak sepakat untuk saling berkomunikasi dan bekerja sama dengan mencari solusi terbaik demi kelangsungan program ini.

Kedua poin tersebut pun mendapat kritikan tajam dari Ketua Komisi D DPRD Blora, Subroto.

Untuk poin lima terkait ganti rugi alat makan yang hilang, Subroto menilai hal tersebut tidak wajar, apalagi misalnya, disuruh ganti rugi seharga Rp80 ribu per piece meski yang hilang hanya sendok.

Menurutnya, hal tersebut akan memberatkan pihak sekolah.

"Poin lima terkait pergantian piring (ompreng), kalau hilang. Lah, untuk ganti rugi ya ini juga tidak wajar. Misal, ada sendok yang hilang atau peralatan yang hilang itu dendanya sampai Rp80 ribu," jelas Subroto dalam rapat audiensi pembahasan permasalahan MBG di Kantor DPRD Blora, Kamis (18/9/2025), dilansir TribunJateng.com.

"Bagaimana pihak sekolah yang tetap ngurusi anak-anak sebanyak itu? Andaikan ada (tempat makan) yang hilang, terus (diminta) ganti Rp80 ribu (per ompreng)," tambahnya.

Kemudian, Subroto mengkritik poin nomor 7 di mana pihak sekolah diminta untuk merahasiakan atau tidak diunggah di media sosial, jika ada kejadian luar biasa, seperti keracunan.

Baca juga: 2 Polemik MBG di Banyumas: Limbah Makanan Cemari Air Sumur, Siswa Hanya Dapat Kacang dan Roti

Menurutnya, jika dirahasiakan dan harus dibicarakan langsung secara kekeluargaan dengan pihak SPPG, Subroto mempertanyakan siapa yang punya andil untuk berbicara.

Bahkan, ia menyebut program MBG tidak ada pengawasan.

"Kemudian perjanjian yang nomor tujuh, apabila ada semacam komplain, ada keracunan, ada makanan basi, ada makanan yang tidak dimakan dan tidak layak itu tidak diperbolehkan diunggah di medsos, kasarnya seperti itu, tidak boleh difoto. Cukup dibicarakan secara kekeluargaan dengan SPPG," tutur Subroto.

"Terus kemudian yang bicara itu harus siapa? Ini pertanyaannya. Karena di situ di SPPG tidak ada pengawasannya. Hampir tidak ada karena mereka SPPG itu seolah-olah dia bertanggung jawab langsung kepada BGN pusat," jelasnya.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan