Akhir Gugatan Rp120 Juta Klinik Gigi kepada Mantan Karyawannya, Tita Delima Menang
Digugat Rp120 juta oleh bekas tempatnya kerja karena dianggap mencederai kontrak, Tita Delima akhirnya menang di Pengadilan Boyolali.
TRIBUNNEWS.COM - Tita Delima (27), perempuan asal Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, kini bisa bernapas lega.
Pasalnya, gugatan Rp120 juta yang dilayangkan klinik gigi tempatnya bekerja dulu, telah diputus Pengadilan Negeri Boyolali, Jumat (1/8/2025).
Hasilnya, Tita dinyatakan menang dalam perkara itu.
Sebelumnya, Tita didugat Rp120 juta oleh bekas tempatnya kerja karena dituding mencederai kontrak kerja.
Kontrak kerja yang dimaksud yakni tidak boleh jumpship atau pindah ke tempat kerja dengan jenis usaha yang sama.
Ia mengundurkan diri dari klinik gigi yang berada di kawasan Solo Baru, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo itu untuk membuka usaha roti dan nastar.
Kue rumahan hasil olahan Tita itu kemudian kerap dipesan oleh sebuah klinik gigi yang juga berlokasi di Solo Baru.
Hal ini yang kemudian menjadi pemicu gugatan Rp120 juta dari mantan tempat kerja Tita.
Tita sempat disomasi sebanyak empat kali hingga akhirnya gugatan hukum dilayangkan ke Pengadilan Negeri Boyolali, dengan tuntutan ganti rugi Rp120 juta.
Kini, perkara gugatan yang dilayangkan oleh klinik gigi di Solo Baru kepada Tita telah selesai.
Pengadilan Negeri Boyolali telah memutus perkara tersebut. Sidang putusan dipimpin oleh hakim tunggal Teguh Indrasto secara elektronik.
Baca juga: Berawal dari Jualan Roti, Perempuan Muda di Boyolali Digugat Rp120 Juta oleh Eks Perusahaan
"Jadi hari ini tadi (Jumat) sudah diputus oleh hakim," kata Humas Pengadilan Negeri Boyolali, Tony Yoga Saksana saat dikonfirmasi Kompas.com melalui telepon, Jumat.
Tony menyampaikan, gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima karena cacat formil.
Dalam posita gugatan penggungat mendalilkan, ada hubungan penggugat merupakan pemberi kerja dan tergugat sebagai pekerja.
Setelah dilakukan pembuktian, hubungan kerja didasarkan atas kerja sama.
Posita merupakan bagian dari surat gugatan yang berisi dasar atau alasan-alasan yang menjadi dasar tuntutan penggugat.
Dengan kata lain, posita menjelaskan peristiwa dan dasar hukum yang melatarbelakangi tuntutan tersebut.
"Dari hasil pemeriksaan yang kemudian didasarkan pada bukti yang diajukan ternyata dalam perjanjian kerja sama yang menandatangi kerja sama itu bukan penggugat dan tergugat."
"Tapi tergugat dengan orang lain selain penggugat. Karena dasar gugatannya adalah adanya kerja sama tadi maka ini menurut hakim menjadi kabur," ungkapnya.
Tony menambahkan, apabila setelah putusan ada pihak yang tidak puas, maka bisa mengajukan keberatan.
"Keberatan ini tenggang waktunya tujuh hari setelah putusan," imbuhnya.
Sementara itu, berdasarkan dokumen perkara yang diterima tergugat, gugatan tersebut terdiri dari dua komponen utama.
Pertama, sebesar Rp50 juta, diklaim sebagai pengganti gaji yang telah dibayarkan kepada Tita selama masa kerjanya di klinik.
Kedua, Rp70 juta, disebut sebagai ganti rugi immateriil karena perusahaan merasa dikhianati dan dilanggar janjinya.
"Dalam berkas perkara tertulis Rp50 juta itu sebagai bentuk penggantian gaji selama dua tahun. Sisanya Rp70 juta karena perusahaan merasa kecewa dan sakit hati karena Tita dianggap melanggar komitmen," kata Co-Founder Symmetry, Maria Santiniaratri, Rabu (30/7/2025), dilansir TribunSolo.com.
Baca juga: Eks Wamendes Gandeng Farhat Abbas Gugat Roy Suryo Cs Terkait Ijazah Jokowi
Symmetry Orthodontic dan Aesthetic Dental Clinic merupakan pihak yang dianggap mempekerjakan Tita. Namun, Maria telah membantah hal tersebut.
Klinik inilah yang kerap memesan nastar buatan Tita.
Maria menyebut, ada aturan tambahan di luar kontrak awal yang dijadikan dasar penalti.

Satu di antaranya, potongan gaji terakhir Tita karena dianggap mengundurkan diri sebelum masa kontraknya selesai.
"Ada aturan susulan yang menyatakan, jika pegawai resign sebelum kontrak habis, maka harus mengganti biaya iuran BPJS Ketenagakerjaan yang sudah dibayarkan perusahaan," terangnya.
Di samping itu, Maria menegaskan Tita bukanlah karyawan resmi, melainkan hanya diperbantukan secara pribadi oleh salah satu pemilik Klinik Symmetry.
Maria menjelaskan, ia dan Indra selaku pemilik klinik mengenal Tita dari bekas tempatnya bekerja dulu.
"Pertama kali kenal Tita itu dari tempat kerja lama kami (klinik yang menggugat Tita). Kami tahu aturan di sana, jadi tidak mungkin kami langsung rekrut dia begitu saja."
"Kami paham dia ada perjanjian tidak boleh bekerja di bidang yang sama selama setahun setelah resign," kata drg. Maria, Selasa (30/7/2025).
Maria pun menceritakan, Tita keluar dari tempat kerjanya dulu dan berjualan kue nastar.
Kue nastar itu dijual Tita ke Klinik Symmetry.
Awalnya, hanya dua minggu sekali, lalu menjadi seminggu sekali karena kue buatan Tita banyak disukai pasien dan karyawan klinik.
"Saya sempat tanya kue ini dari mana, lalu karyawan saya bilang dari Tita, yang sekarang sudah resign dan sedang bikin usaha kue. Kami tidak pernah mengontrak dia sebagai karyawan," bebernya.
Maria menyebut, karena rasa kasihan melihat Tita belum mendapat pekerjaan, Indra yang juga dokter di klinik itu meminta Tita untuk membantu secara pribadi, bukan sebagai pegawai klinik.
Baca juga: Duduk Perkara Perempuan Digugat Rp120 Juta oleh Klinik Gigi Bekas Kantornya, Bermula Jualan Nastar
"Waktu itu Dokter Indra kerepotan karena banyak pasien dan sedang menjalani program diet."
"Jadi Tita hanya diperbantukan untuk membuatkan jus diet dan mengurus kebutuhan pribadi beliau. Bukan dalam kapasitas sebagai pegawai klinik," terangnya.
Pihak Symmetry juga menegaskan, penggajian terhadap Tita langsung dari rekening Indra.
"Kalau karyawan Symmetry digaji lewat rekening PT, sedangkan Tita langsung dari rekening pribadi drg. Indra. Itu bisa kami buktikan di pengadilan jika diperlukan," katanya.
Dengan ini, pihak Symmetry ingin meluruskan, tidak ada pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh mereka.
Sebab, Tita tidak dipekerjakan secara formal atau tetap di klinik.
"Kami tidak pernah mempekerjakan Tita sebagai perawat atau staf klinik. Dia hanya diperbantukan secara pribadi dan kami menghormati perjanjian dia dengan tempat kerja lamanya," katanya.
Duduk Perkara Gugatan Rp120 Juta
Kejadian yang menimpa Tita ini terjadi bermula saat ia berjualan roti dan nastar untuk memulai hidup baru.
Ia dituding mencederai kontrak kerja, yakni tidak boleh jumship atau pindah ke tempat kerja dengan jenis usaha yang sama.
Gugatan ini berawal saat Tita bekerja sebagai perawat di sebuah klinik gigi di kawasan Solo Baru, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo.
Ia bekerja di klinik tersebut selama hampir dua tahun, di bawah ikatan kontrak kerja berdurasi dua tahun.
Namun, sebelum masa kontraknya habis, Tita mengundurkan diri dengan alasan ingin mencari pekerjaan lain yang lebih cocok.
Sekaligus, ia ingin merintis usaha kecil-kecilan di bidang kuliner, khususnya kue.
"Waktu itu saya memutuskan resign sekitar Desember 2024. Tapi, pemilik klinik menyetujui untuk saya berhenti lebih cepat, tepatnya pada November 2024. Saya pikir ini kabar baik," katanya, Rabu.
Akan tetapi, keputusan itu ternyata tak sepenuhnya menyenangkan bagi Tita.
Sebab, gaji terakhirnya tak dibayarkan, dengan dalih penalti karena berhenti sebelum masa kontrak selesai.
Setelah resmi keluar dari klinik tersebut, Tita menekuni usaha kue rumahan, khususnya nastar.
Sembari menjalani bisnisnya, Tita tetap mencoba melamar pekerjaan ke beberapa perusahaan di luar bidang klinik gigi.
Langkah itu menyesuaikan isi perjanjian lama yang menyatakan dirinya tak boleh bekerja di bidang sejenis dalam kurun waktu satu tahun.
Berjalannya waktu, Tita mendapat pesanan kue dari Klinik Gigi Symmetry yang lokasinya juga berada di Solo Baru.
Ia kerap mendapat pesanan dari klinik tersebut lantaran banyak pasien yang menyukai kue hasil tangannya.
Sejak saat itu, setiap satu minggu sekali Tita mengantarkan pesanan kue ke klinik tersebut.
"Pasien mereka suka kue saya. Jadi saya hanya antar pesanan ke sana. Sama sekali bukan jadi perawat lagi, apalagi pegawai tetap," ungkap Tita.
Tita mengakui, Klinik Symmetry sempat mempertimbangkan untuk merekrutnya sebagai perawat.
Namun, hal itu tak pernah terjadi. Sebab, klinik tersebut memahami adanya perjanjian kontrak dari tempat kerja lama Tita.
Sebagai gantinya, ia hanya diperbantukan jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Tidak ada surat kontrak, tanda tangan, atau gaji tetap dari pihak klinik tersebut.
Namun, masalah pun muncul. Oleh bekas tempatnya kerja, hal itu dianggap sebagai pelanggaran kontrak.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Alasan Tita Warga Boyolali Digugat Rp120 Juta oleh Tempat Kerja Lama : Dianggap Bikin Sakit Hati
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunSolo.com/Anang Maruf Bagus Yuniar, Kompas.com/Labib Zamani)
Sumber: TribunSolo.com
Lewat Program Jumat Berkah, Iptu Agung Muryo Rutin Bagikan 650 Porsi Makanan Gratis di Boyolali |
![]() |
---|
Duduk Perkara Kades di Boyolali Gadaikan Tanah Desa Rp1,4 Miliar, Warga: Buat Usaha Kandang Ayam |
![]() |
---|
Keluarga Korban Ungkap Kronologi Guru Injak Murid di Boyolali, Polisi Selidiki |
![]() |
---|
Kades di Boyolali Sertifikatkan Tanah Desa Atas Namanya demi Dapat Utang Rp1,4 M, Kini Gagal Bayar |
![]() |
---|
Satpol PP Ugal-ugalan di Boyolali, Mobilnya Hampir Tabrak Bocah Naik Sepeda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.