Minggu, 5 Oktober 2025

Kolaka Utara Siap Jadi Eksportir Kakao, Bupati Optimistis Kakao Jadi Penopang Ekonomi Desa

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kakao Indonesia terus menurun—dari 667,3 ribu ton pada 2022 menjadi 632,1 ribu ton pada 2023.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
Istimewa
EKSPOR KAKAO - Di tengah tekanan yang menghantam industri kakao nasional, Kabupaten Kolaka Utara menunjukkan arah berbeda yakni melalui  sinergi pemerintah daerah dan sektor swasta, daerah ini bukan hanya bertahan tapi bersiap melesat sebagai eksportir kakao unggulan Indonesia. Optimisme ini disampaikan Bupati Kolaka Utara, Drs. H. Nur Rahman Umar, M.H., saat menghadiri peluncuran program Cacao Care yang digagas oleh Syngenta Indonesia di Kelurahan Rante Angin belum lama ini (IST) 

TRIBUNNEWS.COM, KOLAKA UTARA – Di tengah tekanan yang menghantam industri kakao nasional, Kabupaten Kolaka Utara, sulawesi Tenggara menunjukkan arah berbeda. 

Lewat sinergi pemerintah daerah dan sektor swasta, daerah ini bukan hanya bertahan tapi bersiap melesat sebagai eksportir kakao unggulan Indonesia.

Optimisme ini disampaikan Bupati Kolaka Utara, Drs. H. Nur Rahman Umar saat menghadiri peluncuran program Cacao Care yang digagas oleh Syngenta Indonesia di Kelurahan Ranteangin belum lama ini.

Baca juga: Masyarakat Adat Dayak Kenyah Kelola Kakao Berbasis Kearifan Lokal

“Sejak revitalisasi kakao digencarkan, hasilnya mulai terlihat. Harga kakao naik, kualitas membaik, dan petani mulai merasakan manfaatnya. Ke depan, Kolaka Utara diharapkan bukan hanya produsen, tapi juga menjadi daerah eksportir kakao,” kata Rahman Umar seperti dikutip, Selasa (15/7/2025).

Pernyataan Bupati ini lahir dari fakta yang mengkhawatirkan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kakao Indonesia terus menurun—dari 667,3 ribu ton pada 2022 menjadi 632,1 ribu ton pada 2023.

Produktivitas nasional stagnan, serangan hama dan penyakit meningkat, sementara regenerasi petani kian minim.

Kondisi ini diperparah dengan alih fungsi lahan dan tingginya harga pupuk. Generasi muda pun enggan melanjutkan tradisi bertani kakao, meninggalkan sektor ini pada pundak petani berusia di atas 50 tahun.

Program Cacao Care hadir sebagai upaya konkret menjawab tantangan tersebut.

Melibatkan 500 siswa dan 150 petani, kegiatan ini membidik dua aspek utama: regenerasi petani dan adopsi teknologi modern.

Hari pertama diisi dengan edukasi teknik sambung pucuk kepada pelajar, memperkenalkan metode peremajaan tanaman yang efisien. Hari kedua berfokus pada praktik pertanian berkelanjutan, pengendalian hama terpadu, serta pelatihan penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai standar Syngenta.

Baca juga: Tergeser Jerman, Indonesia Berada di Posisi Empat Eksportir Produk Olahan Kakao Dunia

“Melalui strategi Petani MAJU, kami ingin petani kakao Indonesia lebih produktif dan berkelanjutan, serta mampu bersaing secara global,” jelas Eryanto, Presiden Direktur Syngenta Indonesia.

Program ini juga menghadirkan bantuan bibit unggul, layanan kesehatan gratis, dan peluncuran Buku Pintar Kakao sebagai panduan praktis bagi petani lokal.

Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara menunjukkan keseriusan dengan menandatangani kerja sama strategis bersama Syngenta.

Langkah ini sejalan dengan arahan pemerintah pusat.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved