Sabtu, 4 Oktober 2025

Satu Tak Hadir, 39 dari 40 Anak Bermasalah Ikut Pendidikan Militer di Purwakarta, Ortu Menangis Haru

Satu dari total 40 anak yang mengikuti pendidikan militer di Purwakarta, Jawa Barat, tidak hadir, Kamis (1/5/2025).

TribunJabar.id/Deanza Falevi
PENDIDIKAN MILITER - Para pelajar saat mengikuti pendidikan berkarakter di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Kabupaten Purwakarta, Kamis (1/5/2025). Dari total 40 anak yang ikut pendidikan militer, ada satu yang tak hadir. 

"Tujuan utama program ini adalah membentuk lingkungan positif yang membangun mental dan spiritual anak-anak," ujarnya.

"Tentu ini kolaborasi yang baik, semua terlibat untuk memberikan hal yang positif kepada anak," imbuh dia.

Amnesty International: Berpotensi Melanggar HAM

Terkait kebijakan pendidikan militer bagi anak-anak bermasalah di Jabar, Amnesty International Indonesia menilai berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai penanganan anak-anak bermasalah menggunakan cara militer, adalah tidak tepat.

Sebab, kata Usman, militer sering melibatkan disiplin keras dan hukuman fisik yang tak sesuai untuk anak-anak.

Baca juga: Dedi Mulyadi Tanya soal Keluarga Aura Cinta, Kepala SMAN 1 Cikarang Utara: Masuk Sekolah Pakai SKTM

Menurutnya, anak-anak justru membutuhkan pendekatan yang mendukung perkembangan emosi, sosial, dan kognitif mereka.

"Pendekatan itu membawa potensi terjadinya pelanggaran hak-hak asasi anak."

"Pembinaan dengan cara militer dapat berpotensi melanggar hak-hak anak, seperti hak atas perlindungan dari kekerasan fisik dan psikologis, serta hak untuk berkembang dalam lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung," urai Usman saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (30/4/2025).

"Pengalaman kekerasan atau disiplin keras dapat menyebabkan trauma dan memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan mental dan emosi anak."

"Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang menekankan perlindungan dan kesejahteraan anak," lanjutnya.

Usman pun meminta Dedi sebagai Gubernur Jabar, agar berpikir lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah.

Ia berpendapat masih banyak alternatif yang lebih mendukung untuk menangani anak-anak bermasalah.

Misalnya, melibatkan kerja sama dengan tenaga profesional, seperti psikolog dan guru, yang berbasis HAM.

"Ada banyak tokoh pemuda di Indonesia termasuk di Jawa Barat yang memiliki kreatifitas tinggi untuk membantu anak-anak," pungkas dia.

Diketahui, Dedi mulai akan memberlakukan pendidikan militer bagi anak-anak bermasalah mulai 1 Mei 2025, secara bertahap.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved