Sabtu, 4 Oktober 2025

RUU Ekstradisi RI-Rusia Disahkan, Koruptor Tak Lagi Aman di Moskow

RUU Ekstradisi RI-Rusia disahkan. Koruptor WNI tak lagi aman di Moskow. Indonesia siap minta pemulangan resmi.

Penulis: Fersianus Waku
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
EKSTRADISI RI-RUSIA – Suasana Rapat Paripurna DPR RI Masa Sidang I Tahun Sidang 2025–2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025). Dalam sidang ini, DPR RI menyetujui RUU tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Federasi Rusia. 

Ringkasan Utama

DPR RI menyetujui RUU Ekstradisi RI-Rusia dalam rapat paripurna. Pemerintah menyebut ini sebagai langkah strategis untuk memperkuat penegakan hukum lintas negara, termasuk terhadap pelaku korupsi yang melarikan diri ke Rusia.

  
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Pengesahan resmi menjadi Undang-Undang dilakukan setelah persetujuan DPR dan penandatanganan Presiden sesuai mekanisme legislasi nasional.

Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Setelah laporan pembahasan disampaikan oleh Komisi III dan Komisi XIII, Dasco meminta persetujuan seluruh anggota. Sebanyak 426 anggota yang hadir menyatakan setuju.

Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menyebut pengesahan ini sebagai langkah penting untuk menjawab tantangan penegakan hukum di era mobilitas lintas negara.

Ia menegaskan bahwa kerja sama ekstradisi adalah instrumen hukum agar pelaku kejahatan tidak bisa berlindung di luar yurisdiksi nasional.

“Potensi pelaku tindak pidana melarikan diri ke Indonesia atau sebaliknya cukup besar, mengingat luasnya wilayah kedua negara,” ujar Supratman.

Perjanjian ini mencakup kejahatan yang dapat diekstradisi, termasuk korupsi, pencucian uang, narkotika, terorisme, dan kejahatan transnasional lainnya.

Selama ini, mekanisme ekstradisi antara Indonesia dan Rusia hanya didasarkan pada UU Nomor 1 Tahun 1979 dan konvensi internasional yang bersifat umum.

RUU ini juga memperkuat posisi diplomatik Indonesia, mengingat Rusia adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan mitra strategis di berbagai forum internasional.

“Perjanjian ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal reputasi Indonesia sebagai negara yang taat hukum dan aktif dalam pemberantasan kejahatan lintas batas,” kata Supratman.

Delapan poin penguatan dalam UU ini mencakup efisiensi proses ekstradisi, perlindungan kepentingan nasional, dan komitmen resiprokal dari Rusia.

Salah satu perubahan signifikan adalah pemangkasan tahapan ekstradisi dari 10 menjadi 8, serta masa penahanan sementara yang kini ditetapkan maksimal 60 hari.

Baca juga: Jokowi Berikan Arahan ke Pengurus PSI, Jadi Ketua Dewan Pembina?

Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej menambahkan bahwa RUU ini telah disampaikan Presiden kepada DPR sejak Juni 2025, dan pembahasannya melibatkan Menteri Luar Negeri serta seluruh fraksi di Komisi XIII DPR.

“RUU ini adalah bentuk komitmen negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945,” ujar Eddy.

Meski perjanjian ini hanya berlaku antara Indonesia dan Federasi Rusia, pemerintah menyebutnya sebagai langkah strategis dalam memperkuat instrumen hukum bilateral.

Eddy menyatakan bahwa Indonesia terus membuka peluang kerja sama hukum dengan negara lain, terutama dalam hal ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved