Senin, 6 Oktober 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Marak Kasus Keracunan MBG, Kepala BGN Bukan Ahli Gizi, Pengamat: Introspeksi, Mundur Saja Tak Apa

Background Kepala BGN ahli serangga, Emrus Sihombing menilai, seharusnya Dadan Hindayana sadar diri dengan kapasitasnya

Tribunnews.com/Chaerul Umam
KASUS KERACUNAN MBG - Dalam foto: Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana. Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, memberikan wanti-wanti kepada Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana terkait maraknya kasus keracunan dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). (Tribunnews.com/ Chaerul Umam) 

TRIBUNNEWS.COM - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, memberikan wanti-wanti kepada Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana terkait maraknya kasus keracunan dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Emrus lantas menyoroti latar belakang pendidikan Dadan Hindayana.

Terkait latar belakang Dadan yang ahli serangga, Emrus menilai, seharusnya pria berusia 58 tahun tersebut sadar diri dengan kapasitasnya.

Sebab, seharusnya jabatan publik ditempati oleh orang yang sesuai dengan bidangnya.

Hal tersebut dia sampaikan saat menjadi narasumber dalam tayangan On Focus yang diunggah di kanal YouTube Tribunnews, Selasa (30/9/2025).

"Kalau benar dia ahli serangga, dia harusnya mengatakan, 'Bapak Presiden, saya ahli serangga. Jangan buat saya menangani gizi'," jelas Emrus.

"Karena apa? Memang pertimbangan politik perlu untuk menduduki jabatan publik, tetapi juga tidak boleh mengabaikan the right man in the right place," ujarnya.

"Menurut saya, pengelolaan ini harus orang yang menguasai di bidangnya yaitu gizi, serta kemampuan di bidang leadership dan manajerial yang meliputi planning, organizing, actuating, and controlling," sambungnya.

Bahkan, Emrus meragukan kemampuan Kepala BGN Dadan Hindayana dari sudut pengawasan terhadap pelaksanaan program MBG.

Sebab, kejadian keracunan masih terus berulang, hingga jumlah korbannya mencapai lebih dari 5.000 anak.

"Saya terus terang meragukan kemampuan Kepala Badan Gizi Nasional dari sudut controlling, karena [keracunan] sudah pernah terjadi beberapa waktu yang lalu beberapa orang, kan ini menjadi suatu masukan yang luar biasa, sehingga bisa mengevaluasi kejadian tersebut sehingga tidak terjadi sampai yang kita saksikan sendiri mencapai 5.000 korban keracunan lebih terjadi baru-baru ini," tandas Emrus.

Baca juga: Prabowo Cemas MBG Dipolitisasi, Pengamat: Pemerintah Harusnya Transparan, Cegah Persepsi Liar Publik

Background pendidikan Dadan memang disorot di tengah maraknya kasus keracunan MBG akhir-akhir ini.

Sebagai informasi, Dadan merupakan ahli serangga di Institut Pertanian Bogor (IPB University).

Dikutip dari laman resmi IPB, Dadan lulus pendidikan sarjana di bidang Hama dan Penyakit Tumbuhan pada 1990.

Lalu, ia melanjutkan pendidikan S2 di University of Bonn, Jerman dan lulus pada 1997, kemudian bersambung ke S3 di Leibniz Universität Hannover, Jerman dan lulus pada 2000.

Pendidikan S1 hingga S3 Dadan berfokus mempelajari segala aspek berkaitan dengan serangga.

Bahkan, gelar PhD yang disandangnya adalah doktor entomologi, cabang ilmu biologi yang secara khusus mempelajari serangga, mencakup struktur tubuh, siklus hidup, perilaku, ekologi, dan peran mereka dalam lingkungan, serta hubungannya dengan manusia, hewan, dan tumbuhan.

BGN Harus Evaluasi, Kepala BGN Dadan Hindayana Kalau Perlu Mundur Saja

Emrus mendesak, BGN seharusnya melakukan evaluasi mendalam atas kasus keracunan MBG yang kini dialami lebih dari 5.000 siswa.

"Harusnya teman-teman Badan Gizi nasional melakukan suatu evaluasi, penilaian dan mampu telusur. Mengapa bisa terjadi seperti itu? Maka dilakukanlah perbaikan-perbaikan," ujar Emrus.

Kemudian, Emrus menanggapi anggapan bahwa kasus keracunan MBG dapat merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Menurutnya, jika MBG dan evaluasi dalam merespon kasus keracunan dilaksanakan dengan baik, tentu tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat meningkat.

Namun, jika penanganan kasus keracunan MBG belum baik, maka akan muncul persepsi kurang baik terhadap pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto, dan terutama pada BGN.

Emrus menyebut, dengan merebaknya kasus keracunan MBG, maka BGN masih belum melakukan tugas pengawasan dengan baik.

"Kalau [kasus keracunan] ini masih terjadi, saya pastikan bahwa masyarakat akan timbul persepsi kurang baik kepada pemerintahan Prabowo, terutama kepada Badan Gizi Nasional," jelas Emrus.

Kemudian, Emrus mengimbau agar Kepala BGN Dadan Hindayana melakukan instrospeksi dalam penyelenggaran MBG.

"Untuk itu saya pikir Kepala Badan Gizi Nasional perlulah melakukan introspeksi di dalam penyelenggaraan," ujar Emrus.

"Dengan terjadinya 5.000 lebih [siswa korban keracunan], saya melihat bahwa kepemimpinan dari Kepala Badan Gizi Nasional itu lemah di bidang pengawasan," tambahnya.

"Di Jepang, [pejabat pemerintah] salah ngomong saja, dia mengundurkan diri ketika publik memberikan kritik. Kita harus punya tanggung jawab moral. Kita harus berani bertanggung jawab," imbuhnya.

Bahkan, Emrus menilai, tidak apa-apa jika Dadan Hindayana mundur jika memang merasa tidak mampu melaksanakan tugas sebagai Kepala BGN

"Tidak ada salahnya Kepala Badan Gizi Nasional mengintrospeksi dirinya," jelas Emrus.

"Ya, kalau memang sudah tidak mampu ya mundur saja tidak apa-apa. Mundur saya kira suatu hal yang perlu kita budaya karena ini menyangkut nasib manusia," tuturnya.

Update Data Keracunan MBG

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan inisiatif prioritas pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto - Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka yang diluncurkan pada awal 2025.

Tujuannya adalah memenuhi kebutuhan gizi anak sekolah dan balita untuk mengatasi stunting, dengan target 20 juta penerima manfaat hingga akhir tahun.

Program ini dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN), melibatkan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur sentral untuk memproduksi dan mendistribusikan makanan. 

Akan tetapi, dalam pelaksanaannya selama hampir 10 bulan terakhir, program MBG diwarnai sederet kasus keracunan di berbagai daerah di Indonesia.

Sejumlah lembaga telah merilis data terbaru mengenai angka kasus keracunan MBG di berbagai daerah di Indonesia.

Data dari Ombudsman RI

Ombudsman RI menyebut, ada 34 kejadian luar biasa (KLB) keracunan akibat sajian MBG dengan ribuan siswa yang menjadi korban, sejak program tersebut diluncurkan pada awal Januari 2025 hingga September 2025.

Ada beberapa daerah dengan korban keracunan MBG yang terbilang besar, yakni 657 siswa di Garut, Jawa Barat.

Lalu, ada 497 siswa di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kemudian, kasus terbesar di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat dengan 1.333 siswa mengalami keracunan dan harus mendapat perawatan medis.

Di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, ada 276 siswa terdampak.

Selain itu, ada pula kejadian siswa keracunan di Bengkulu, Sulawesi Tengah, Bangka Belitung hingga Kabupaten Bogor.

Data dari BGN

Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat sebanyak 70 kasus keracunan MBG dengan total 5.914 orang terdampak sejak Januari hingga 25 September 2025.

Kasus tersebar di tiga wilayah besar:

  • Wilayah I (Sumatera): 9 kasus, 1.307 korban
  • Wilayah II (Jawa): 41 kasus, 3.610 korban
  • Wilayah III (Kalimantan, Sulawesi, Indonesia Timur): 20 kasus, 997 korban

Lima daerah dengan jumlah korban tertinggi:

  • Kota Bandar Lampung: 503 orang
  • Kabupaten Lebong, Bengkulu: 467
  • Kabupaten Bandung Barat: 411
  • Kabupaten Banggai Kepulauan: 339
  • Kabupaten Kulon Progo: 305

Lonjakan kasus terjadi pada Agustus 2025 dan September 2025.

Pada Agustus, tercatat 1.988 korban dari 9 kasus, sementara pada September melonjak menjadi 2.210 korban dari 44 kasus.

Data dari JPPI

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat per 27 September 2025, korban keracunan MBG sudah mencapai 8.649 anak.

Terjadi lonjakan jumlah korban keracunan, sebanyak 3.289 anak dalam dua pekan terakhir. 

Pada September saja, jumlah korban keracunan per minggunya selalu mengalami peningkatan. 

Penambahan jumlah korban terbanyak terjadi pada satu pekan terakhir September (22-27 September 2025), dengan korban mencapai 2.197 anak. 

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved