Senin, 6 Oktober 2025

Program Makan Bergizi Gratis

7 Pengakuan Waka BGN soal Keracunan MBG Bikin Merinding: Masak Jam 8 Malam, Disajikan Pagi

Masak malam, sajikan pagi. Guru panik, ibu-ibu takut bicara. Pengakuan Waka BGN soal MBG ungkap kelalaian yang menyentuh

Penulis: Abdul Qodir
Tribun Jabar/ Rahmat Kurniawan
KORBAN KERACUNAN MBG - Hingga pukul 20.00 WIB, ada 75 siswa baik jenjang SD, SMP, dan SMK yang terkonfirmasi mengalami keracunan makanan usai menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG), Senin (22/9/2025) 

“Yang lalai bukan hanya dapur, tapi juga pengawasan kami,” ucap Nanik.

4. Makanan Sampai Terlambat, Sudah Asam

MINTA MAAF - Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S Deyang, tak kuasa menahan tangis saat menyampaikan permohonan maaf terkait kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) yang menimpa ribuan anak, Jumat (26/9/2025) di kantor BGN, Jakarta.
MINTA MAAF - Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S Deyang, tak kuasa menahan tangis saat menyampaikan permohonan maaf terkait kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) yang menimpa ribuan anak, Jumat (26/9/2025) di kantor BGN, Jakarta. (Tangkap Layar Kompas TV)

Distribusi makanan ke sekolah tidak diawasi ketat. Anak-anak menerima lauk yang sudah berubah rasa, bahkan basi, karena tidak ada rantai dingin.

“Ada yang kirim makanan 6 jam setelah dimasak,” ungkap Nanik.

5. Guru Jadi Penolong Darurat

Saat insiden terjadi, guru harus menangani anak-anak yang muntah atau pingsan. Tidak ada tenaga kesehatan di sekolah, dan guru tidak dibekali pelatihan darurat.

“Kami cuma guru, bukan tenaga medis,” keluh seorang guru dalam laporan BGN.

6. Ibu-Ibu Takut Bicara

Warga enggan melaporkan makanan bermasalah karena khawatir dianggap menolak bantuan pemerintah. Rasa sungkan membuat kasus tak segera terdeteksi.

“Takut dibilang nggak bersyukur,” kata Nanik menirukan keluhan warga.

Baca juga: Jeritan Warga Merauke di Sidang MK: Kami Kehilangan Tanah, Food Estate Masuk Seperti Pencuri

7. Katering Lokal Kewalahan

Katering kecil dipaksa layani ribuan porsi tanpa alat memadai. Tanpa dukungan logistik dan pelatihan, kualitas makanan menurun dan risiko meningkat.

“Kami bukan pabrik,” ujar salah satu penyedia makanan dalam evaluasi BGN.

Keracunan MBG bukan sekadar angka di laporan, tapi luka di meja makan anak-anak. Ketika dapur lalai, pengawasan abai, dan suara warga tenggelam oleh rasa sungkan, maka yang terancam bukan hanya program, tapi kepercayaan publik terhadap niat baik negara. Jika gizi adalah hak, maka keamanan pangan adalah tanggung jawab.

Dan tanggung jawab tak cukup ditebus dengan permintaan maaf—ia harus dibayar dengan perbaikan yang nyata, transparan, dan berpihak pada anak-anak yang tak pernah memilih untuk sakit.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved