Senin, 29 September 2025

Soroti Pembaruan Hukum Acara Pidana, Mahfud MD: Hukum Harus Menyesuaikan

Mahfud MD soroti pentingnya pembaruan hukum acara pidana dari perspektif politik hukum. Hukum tidak bersifat statis, melainkan selalu berubah.

Editor: Sri Juliati
ISTIMEWA
PEMBARUAN HUKUM - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD saat menjadi narasumber dalam seminar nasional yang digelar Fakultas Hukum Universitas Negeri Yogyakarta (FH UNY) bertajuk Pembaruan Hukum Acara Pidana: RUU KUHAP sebagai Langkah Menuju Keadilan yang Berkelanjutan, Senin (22/9/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyoroti pentingnya pembaruan hukum acara pidana dari perspektif politik hukum. 

Menurutnya, hukum tidak bersifat statis, melainkan selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat. 

Hal ini disampaikannya dalam seminar nasional yang digelar Fakultas Hukum Universitas Negeri Yogyakarta (FH UNY) bertajuk Pembaruan Hukum Acara Pidana: RUU KUHAP sebagai Langkah Menuju Keadilan yang Berkelanjutan, Senin (22/9/2025).

"Kita pernah memakai hukum peninggalan kolonial, tetapi ketika masyarakat berkembang menjadi masyarakat nasional, hukum juga harus menyesuaikan."

"KUHAP 1981 adalah produk besar, tetapi saat ini muncul persoalan baru seperti narkoba, terorisme, dan kejahatan teknologi informasi yang menuntut revisi,” jelas Mahfud.

Ia menekankan perlunya restorative justice sebagai salah satu terobosan hukum.

Restorative justice adalah pendekatan penyelesaian perkara pidana yang fokus pada pemulihan dan perbaikan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, bukan hanya pembalasan atau penghukuman. 

Restorative justice, kata Mahfud MD yang menjadi Guru Besar bidang Politik Hukum itu, memungkinkan penyelesaian perkara pidana ringan di luar pengadilan dengan mengedepankan pemulihan bagi korban. 

"Restorative justice sebenarnya adalah budaya kita sejak dahulu, ketika lurah mendamaikan persoalan antarwarga. Namun tentu ada batasannya, misalnya tidak berlaku untuk kasus terorisme atau tindak pidana berat,” tambahnya.

Dalam seminar tersebut, Dosen FH UNY, Dr Anang Priyanto turut menyoroti isu keadilan dalam rancangan KUHAP terbaru. Ia mengingatkan bahwa keadilan tidak hanya berarti penyelesaian perkara di pengadilan, tetapi juga pemulihan hak-hak korban. 

"Dalam praktik, berkas perkara sering bolak-balik antara penyidik dan penuntut umum hingga berlarut-larut. Dalam RUU KUHAP, mekanisme ini diperbaiki dengan aturan bahwa berkas hanya boleh dikembalikan sekali, sehingga kepastian hukum lebih terjamin," ujarnya.

Baca juga: UNY dan Universitas Wailak Thailand Gelar Sharing Session, Gali Potensi Kearifan Lokal

Maih dalam seminar tersebut, advokat sekaligus Dosen FH Universitas Islam Indonesia (UII), Dr Muhammad Arif Setiawan, menekankan pentingnya kepastian prosedur dalam penggunaan upaya paksa oleh aparat penegak hukum. 

"Upaya paksa tidak boleh dilakukan sewenang-wenang. Harus ada izin pengadilan agar hak warga tetap terlindungi. Pembatasan waktu penyidikan juga penting untuk mencegah pelanggaran HAM," jelasnya. 

Ia menekankan perlunya penguatan pengawasan yudisial (Judicial Scrutiny) untuk memastikan keabsahan proses dan prosedur yang dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH).

Dosen FH UGM, Dr. Muhammad Fatahillah Akbar yang ikut serta dalam seminar tersebut, menyampaikan pentingnya KUHAP untuk hadir mendampingi pelaksanaan KUHP Nasional, namun dalam proses penyusunannya harus dilakukan dengan hati-hati. 

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan