Senin, 6 Oktober 2025

2 Desa di Bogor Terancam Dilelang Akibat BLBI, Mendes Yandri: Pengagunan Tanah Adat Harus Dipidana

Yandri Susanto angkat suara terkait polemik dua desa di Kabupaten Bogor yang terancam dilelang akibat sengketa aset BLBI

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dodi Esvandi
Tribunnews.com/Chaerul Umam
DESA DILELANG - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto menyampaikan persoalan dua desa di Bogor yang dilelang akibat utang-piutang ke bank, di Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025). Ia menegaskan Desa Sukaharja dan Sukamulya tidak seharusnya jadi objek lelang karena memiliki legalitas sah dan bukan aset sitaan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDTT), Yandri Susanto, angkat suara terkait polemik dua desa di Kabupaten Bogor yang terancam dilelang akibat sengketa aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). 

Ia menegaskan, pihak yang mengagunkan tanah adat desa sebagai jaminan pinjaman seharusnya diproses secara hukum.

“Yang harus disalahkan adalah pihak yang mengagunkan. Itu seharusnya dipidana,” tegas Yandri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Dua desa yang dimaksud adalah Desa Sukaharja dan Desa Sukamulya di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. 

Keduanya masuk dalam daftar aset sitaan BLBI yang kini tengah dalam proses menuju lelang.

Yandri menyatakan telah mengirim surat kepada aparat penegak hukum agar proses lelang dihentikan. 

Ia menekankan bahwa desa memiliki kedudukan hukum yang lebih kuat dan tidak seharusnya menjadi objek sengketa akibat praktik masa lalu.

“Kami sedang melakukan pendekatan. Saya sudah bersurat kepada para pihak agar lelang tidak dilakukan. Secara hukum, desa punya posisi yang lebih kuat,” ujarnya.

Baca juga: Dua Desa di Bogor Jadi Jaminan Utang di Bank, Mendes Minta Lelang Dihentikan

Latar Belakang Kasus

Masalah bermula dari pinjaman senilai Rp850 juta yang diberikan oleh PT Bank Perkembangan Asia kepada PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu pada 1983. 

Pinjaman itu dijaminkan dengan tanah adat seluas 406 hektare di Desa Sukaharja.

Pada 1991, Mahkamah Agung menetapkan bahwa lahan tersebut menjadi bagian dari aset sitaan dalam kasus korupsi BLBI yang melibatkan Lee Darmawan KH alias Lee Chin Kiat, Direktur PT Bank Perkembangan Asia. 

Luas tanah yang disita kemudian bertambah menjadi 445 hektare.

Namun, hasil verifikasi pada 1994 menunjukkan bahwa hanya sekitar 80 hektare yang benar-benar bisa dieksekusi, karena warga setempat tidak pernah menjual tanahnya secara sah. 

Banyak dari mereka hanya menerima tanda jadi, sementara identitas penjual pun tidak jelas.

Meski demikian, antara 2019 hingga 2022, Satgas BLBI bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) kembali mengklaim seluruh 445 hektare sebagai aset sitaan. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved