Kasus Suap Ekspor CPO
Djuyamto Akui Terima Suap, Harap Kasusnya Jadi Pelajaran bagi Dunia Peradilan
Hakim nonaktif Djuyamto mengakui dirinya bersalah menerima suap dalam perkara korupsi pengurusan izin ekspor crude palm oil
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Hakim nonaktif Djuyamto mengakui dirinya bersalah menerima suap dalam perkara korupsi pengurusan izin ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng.
Ia berharap kasus yang menjeratnya menjadi yang terakhir dalam sejarah lembaga peradilan Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Djuyamto dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap vonis lepas terhadap tiga korporasi besar yang terlibat dalam ekspor CPO, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2025).
Dalam perkara ini, lima orang duduk sebagai terdakwa: mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, tiga mantan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yakni Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin, serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
Sidang menghadirkan eks Ketua PN Jakarta Pusat, Rudi Suparmono, sebagai saksi. Dalam pemeriksaan, Djuyamto menanyakan kronologi pertemuan antara Rudi dan Agusrin, yang diduga menawarkan uang suap sebesar USD 1 juta.
“Setelah bertemu Agusrin, saudara memanggil majelis?” tanya Djuyamto.
“Majelis datang, ya. Iya,” jawab Rudi.
Djuyamto kemudian menegaskan bahwa pengakuan soal penerimaan uang sudah disampaikan sejak tahap penyidikan.
“Kami mengaku bersalah. Tapi ini bukan sekadar soal kami bersalah. Saya berharap, kamilah hakim terakhir di republik ini yang mengalami peristiwa seperti ini,” ujarnya.
Pernyataan itu langsung direspons oleh Ketua Majelis Hakim, Effendi, dengan singkat, “Amin.”
Baca juga: Hakim Djuyamto Keburu Ditangkap, Tas Titipan Berisi Valas SGD Tak Sampai ke Tangan Sopirnya
Sebagai latar belakang, kasus ini bermula dari vonis lepas terhadap tiga korporasi besar: PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Ketiganya sebelumnya dituntut membayar uang pengganti total Rp 17,7 triliun atas kerugian negara dalam kasus ekspor CPO.
Rinciannya, PT Wilmar Group dituntut membayar Rp 11,8 triliun, Permata Hijau Group Rp 937,5 miliar, dan Musim Mas Group Rp 4,8 triliun.
Namun, pada Maret 2025, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin memutuskan vonis lepas atau ontslag terhadap ketiga korporasi tersebut.
Putusan itu memicu reaksi keras dari Kejaksaan Agung, yang langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Selain itu, Kejagung juga melakukan penyelidikan lanjutan yang berujung pada penangkapan dan penetapan tersangka terhadap ketiga hakim tersebut atas dugaan suap.
Kasus Suap Ekspor CPO
Eks Panitera PN Jakarta Utara Bantah Jadi Inisiator Kasus Dugaan Korupsi Ekspor CPO |
---|
Eks Panitera PN Jakut Wahyu Gunawan Bantah Sebagai Inisiator Suap Vonis Lepas CPO |
---|
Hakim Djuyamto Tidak Membantah Terima Pelicin untuk Vonis CPO, Mengaku Uangnya Dibawa ke Solo |
---|
Hakim Cecar Deilla Dovianti, Istri Wahyu Gunawan soal Motor Harley Davidson Hingga Hobi Golf Suami |
---|
Hakim Djuyamto Sumbang Rp2 Miliar dari Uang Pelicin Vonis CPO Buat Gedung NU Kartasura |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.