Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud
Dalih Hotman Paris Bawa Kasus Chromebook Nadiem ke Prabowo: 25 Tahun Jadi Klienku, Tapi Istana Tolak
Hotman Paris ingin buka-bukaan kasus dugaan korupsi Chromebook Nadiem di depan Prabowo. Tapi, Istana punya jawaban sendiri.
Ringkasan Utama
Hotman Paris Hutapea, kuasa hukum Nadiem Makarim, meminta agar perkara korupsi pengadaan Chromebook dibahas langsung di hadapan Presiden Prabowo Subianto. Ia menyebut permintaan itu sebagai bentuk keluh kesah pribadi, bukan intervensi hukum, dan mendasarkannya pada hubungan profesional selama 25 tahun dengan Prabowo sebagai klien.
Namun, sehari sebelumnya, Istana Kepresidenan telah menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mencampuri proses hukum dan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pengacara senior Hotman Paris Hutapea mengungkapkan alasan di balik permintaannya untuk menggelar perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menjerat kliennya, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, di hadapan Presiden Prabowo Subianto.
Pernyataan tersebut disampaikan Hotman dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).
Hotman menyebut permintaan itu didasari oleh hubungan profesional yang telah terjalin selama lebih dari dua dekade dengan Prabowo.
“Waktu susah dulu, zaman perjuangan tahun 2000, Presiden RI percaya bener sama aku. 25 tahun dia jadi klienku,” ujar Hotman.
Ia menegaskan bahwa permintaan tersebut bukan bentuk tekanan terhadap proses hukum, melainkan bentuk keluh kesah pribadi.
“Wajar dong kalau berkeluh kesah, apa salahnya? Soal dikabulkan atau tidak, itu hal lain. Namanya juga usaha,” tambahnya.
Hotman mengklaim hanya membutuhkan waktu sepuluh menit berbicara dengan Prabowo untuk membuktikan bahwa kliennya, Nadiem Makarim, tidak bersalah dalam kasus pengadaan Chromebook untuk Program Digitalisasi Pendidikan.
Baca juga: 11 Orang Jadi Tersangka Kasus Penjarahan Rumah Sri Mulyani, Pelaku Berasal Dari Tangsel dan Jakarta
Sikap Istana: Pemerintah Tak Ikut Campur
Sebelumnya, Istana Kepresidenan telah menyatakan sikap tegas bahwa pemerintah tidak akan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyampaikan bahwa penanganan perkara sepenuhnya menjadi kewenangan aparat penegak hukum.
“Kami serahkan kepada proses hukum saja. Pemerintah tidak intervensi,” ujar Hasan, Minggu (7/9/2025).
Duduk Perkara dan Modus Dugaan Korupsi Pengadaan Chromebook

Kasus ini berawal dari proyek Digitalisasi Pendidikan tahun 2019–2022, di mana Kementerian Pendidikan mengadakan sebanyak 1,2 juta unit laptop Chromebook untuk sekolah-sekolah di berbagai jenjang, termasuk PAUD, SD, SMP, dan SMA.
Pengadaan juga mencakup wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), dengan total nilai proyek mencapai Rp9,3 triliun, bersumber dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Namun, Kejaksaan Agung menemukan indikasi kuat bahwa proses pengadaan tidak dilakukan secara transparan dan efisien. Negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp1,98 triliun akibat berbagai pelanggaran dalam pelaksanaan proyek.
Baca juga: Kenaikan Pajak Daerah Bikin Resah, Kementerian ATR Minta KPK Turun Tangan
Modus dugaan korupsi:
- Mark-up harga satuan Chromebook hingga ratusan ribu rupiah per unit, jauh di atas harga pasar.
- Spesifikasi teknis dipaksakan agar hanya Chrome OS yang digunakan, meski tidak sesuai dengan kondisi infrastruktur internet di banyak wilayah.
- Manipulasi kajian teknis dan petunjuk pelaksanaan untuk mengarahkan pengadaan kepada vendor tertentu.
- Pemufakatan jahat sejak awal, termasuk pembentukan grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” sejak Agustus 2019, sebelum Nadiem resmi menjabat.
- Pertemuan dengan pihak Google dilakukan untuk memastikan penggunaan Chrome OS sebagai satu-satunya sistem operasi dalam pengadaan.
Kejaksaan telah menetapkan lima tersangka dalam perkara ini:
- Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan 2019–2024)
- Jurist Tan (mantan staf khusus)
- Ibrahim Arief (mantan konsultan)
- Sri Wahyuningsih (mantan Direktur SD)
- Mulatsyah (mantan Direktur SMP sekaligus pejabat pembuat komitmen)
Mereka dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, termasuk Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 18.
Mengenal Chromebook: Laptop Pendidikan yang Jadi Objek Perkara
Chromebook adalah jenis laptop berbasis sistem operasi Chrome OS buatan Google, dirancang untuk penggunaan ringan seperti akses internet, aplikasi pendidikan, dan penyimpanan berbasis cloud. Dalam konteks pendidikan, perangkat ini dipilih karena:
- Biaya relatif lebih murah dibandingkan laptop konvensional
- Mudah dikelola secara massal oleh institusi pendidikan
- Cocok untuk pembelajaran digital berbasis web
Namun, dalam kasus ini, Chromebook justru menjadi objek korupsi akibat pengadaan yang tidak transparan, manipulasi harga, dan pemaksaan spesifikasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pendidikan nasional.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.