Minggu, 5 Oktober 2025

Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud

Hotman Paris Tegaskan Nadiem Tak Terima Uang Dugaan Korupsi Chromebook: Bahkan Satu Sen Pun

Pengacara Nadiem Makarim, Hotman Paris mengaku kliennya tidak terlibat pidana korupsi. Bahkan tak menerima uang satu sen pun.

Kolase Foto Tribunnews
NADIEM MAKARIM TERSANGKA - Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea (kiri) menilai adanya kejanggalan terhadap Nadiem Makarim (kanan). Pengacara Nadiem Makarim, Hotman Paris mengaku kliennya tidak terlibat pidana korupsi. Bahkan tak menerima uang satu sen pun. 

Atas perintah Nadiem Makarim pula akhirnya Kemendikbud Ristek Dikti bekerja sama dengan google untuk pengadaan Chromebook. 

Nurcahyo juga mengatakan bahwa pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud No 5 tahun 2021 tentang penunjukan operasional dana alokasi khusus reguler bidang pendidikan tahun anggaran 2021 yang dalam lampiran sudah kunci spesifikasi Chrome OS dalam proyek pengadaan laptop tersebut. 

Sehingga Nadiem Makarim disebut telah menerobos Perpres No 123 tahun 2020 tentang petunjuk teknis pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik tahun anggaran 2021.

Serta menerobos Perpres No 16 tahun 2018 sebagaimana diubah Perpres No 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang jasa pemerintah.

Pun Nadiem dianggap telah menerobos Peraturan LKPP No 7 tahun 2018 diubah dengan peraturan LKPP No 11 tahun 2021 tentang pedoman pengadaan barang jasa pemerintah.

Sehingga kata Nurcahyo, kerugian keuangan negara yang timbul akibat proyek tersebut senilai Rp1,98 triliun.

Kerugian Negara Dianggap Belum Dapat Dihitung

Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menyeret mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dianggap masih menyisakan sejumlah persoalan hukum.

Salah satunya terkait perhitungan kerugian keuangan negara yang hingga kini belum dapat dipastikan.

Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Albert Aries, menjelaskan bahwa problematika ini tidak bisa dilepaskan dari perkembangan hukum pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 25/PUU-XIV/2016.

Putusan tersebut mengubah konstruksi hukum tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Pasca Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016, delik korupsi dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor bukan lagi delik formil, melainkan delik materiil yang menitikberatkan pada timbulnya akibat,” ujar Albert kepada wartawan, Jumat (5/9/2025).

Menurutnya, perubahan karakter delik ini menegaskan bahwa unsur kerugian keuangan negara harus dibuktikan secara nyata, bukan sekadar diprediksi. Dengan demikian, perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang saat ini masih berlangsung belum bisa dijadikan dasar final.

“Artinya unsur kerugian keuangan negara yang masih dihitung oleh BPKP itu belum pasti nilainya,” tegasnya.

Albert menambahkan, implikasi dari putusan MK tersebut membuat pembuktian kasus korupsi semakin menekankan pada kepastian adanya kerugian negara yang riil. Oleh karena itu, aparat penegak hukum dituntut lebih cermat dalam menghadirkan bukti perhitungan kerugian agar dakwaan tidak lemah di pengadilan.

Hingga kini, aparat penegak hukum masih menunggu hasil audit resmi BPKP untuk memastikan berapa jumlah kerugian negara yang ditimbulkan dari proyek pengadaan Chromebook tersebut.

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Hotman Paris Ngaku Cuma Butuh 10 Menit Buktikan Nadiem Makarim Tak Korupsi, Minta Ini ke Prabowo

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Mario Christian Sumampouw) (TribunJakarta.com) (Wartakotalive.com)

 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved