Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud
Hotman Paris Tegaskan Nadiem Tak Terima Uang Dugaan Korupsi Chromebook: Bahkan Satu Sen Pun
Pengacara Nadiem Makarim, Hotman Paris mengaku kliennya tidak terlibat pidana korupsi. Bahkan tak menerima uang satu sen pun.
TRIBUNNEWS.COM - Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea angkat bicara terkait isu dugaan keterlibatan Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 2019-2022.
Eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka korupsi pada Kamis(4/9/2025) oleh Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).
Sementara proyek pengadaan laptop berbasis Chromebook ini bernilai sekitar Rp 9,9 triliun, dengan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp 1,98 triliun.
Hotman Paris, yang juga merupakan kuasa hukum Nadiem Makarim sangat yakin bahwa kliennya tersebut sama sekali tidak terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
"Saya buktikan satu Nadiem Makarim tidak menerima uang satu sen pun, dua tidak ada mark up dalam pengadaan laptop, tiga tidak ada yang diperkaya," ujarnya kepada wartawan, Kamis (4/9/2025).
Hotman Paris menegaskan dirinya dapat membuktikan bahwa kliennya tidak bersalah.
Bahkan dalam waktu 10 menit, mengutip TribunJakarta.com.
"Saya hanya membutuhkan 10 menit untuk membuktikan itu di depan Bapak Prabowo, yang pernah menjadi klien saya selama 25 tahun," kata Hotman Paris.
"Seluruh rakyat Indonesia ingin hukum ditegakkan, ini saatnya, saya ingin membuktikan bahwa Nadiem Makarim tidak melakukan tindak pidana korupsi, tapi kenapa dia ditahan," imbuhnya.
Jerat Hukum
Baca juga: Postingan Lawas Franka Franklin Istri Nadiem Makarim Sebelum Suaminya Tersangka Ditahan Kejagung
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan bahwa Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Adapun Pasal 2 dalam UU Tipikor yakni mengatur perbuatan memperkaya diri secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara, sedangkan Pasal 3 mengatur penyalahgunaan wewenang/jabatan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang juga merugikan keuangan negara.
Nurcahyo pun mengungkapkan peran Nadiem Makarim dalam kasus korupsi pengadaan Chromebook tersebut.
Nurcahyo mengatakan bahwa Nadiem Makarim dianggap berperan meloloskan proyek pengadaan Chromebook yang sebelumnya pernah ditolak oleh Mendikbud sebelumnya Muhadjir Effendy.
Penolakan laptop Chromebook di era Muhadjir Effendy itu kata Nurcahyo lantaran gawai tersebut pernah gagal dalam uji coba tahun 2019.
“Sebelumnya ME (Muhadjir Effendy) tidak merespons proyek tersebut karena uji coba Chromebook 2019 telah gagal dan tidak bisa dipakai sekolah 3 T (terdepan,terluar, tertinggal) di Indonesia,” ucap Nurcahyo, mengutip Wartakotalive.com.
Atas perintah Nadiem Makarim pula akhirnya Kemendikbud Ristek Dikti bekerja sama dengan google untuk pengadaan Chromebook.
Nurcahyo juga mengatakan bahwa pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud No 5 tahun 2021 tentang penunjukan operasional dana alokasi khusus reguler bidang pendidikan tahun anggaran 2021 yang dalam lampiran sudah kunci spesifikasi Chrome OS dalam proyek pengadaan laptop tersebut.
Sehingga Nadiem Makarim disebut telah menerobos Perpres No 123 tahun 2020 tentang petunjuk teknis pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik tahun anggaran 2021.
Serta menerobos Perpres No 16 tahun 2018 sebagaimana diubah Perpres No 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang jasa pemerintah.
Pun Nadiem dianggap telah menerobos Peraturan LKPP No 7 tahun 2018 diubah dengan peraturan LKPP No 11 tahun 2021 tentang pedoman pengadaan barang jasa pemerintah.
Sehingga kata Nurcahyo, kerugian keuangan negara yang timbul akibat proyek tersebut senilai Rp1,98 triliun.
Kerugian Negara Dianggap Belum Dapat Dihitung
Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menyeret mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dianggap masih menyisakan sejumlah persoalan hukum.
Salah satunya terkait perhitungan kerugian keuangan negara yang hingga kini belum dapat dipastikan.
Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Albert Aries, menjelaskan bahwa problematika ini tidak bisa dilepaskan dari perkembangan hukum pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 25/PUU-XIV/2016.
Putusan tersebut mengubah konstruksi hukum tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Pasca Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016, delik korupsi dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor bukan lagi delik formil, melainkan delik materiil yang menitikberatkan pada timbulnya akibat,” ujar Albert kepada wartawan, Jumat (5/9/2025).
Menurutnya, perubahan karakter delik ini menegaskan bahwa unsur kerugian keuangan negara harus dibuktikan secara nyata, bukan sekadar diprediksi. Dengan demikian, perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang saat ini masih berlangsung belum bisa dijadikan dasar final.
“Artinya unsur kerugian keuangan negara yang masih dihitung oleh BPKP itu belum pasti nilainya,” tegasnya.
Albert menambahkan, implikasi dari putusan MK tersebut membuat pembuktian kasus korupsi semakin menekankan pada kepastian adanya kerugian negara yang riil. Oleh karena itu, aparat penegak hukum dituntut lebih cermat dalam menghadirkan bukti perhitungan kerugian agar dakwaan tidak lemah di pengadilan.
Hingga kini, aparat penegak hukum masih menunggu hasil audit resmi BPKP untuk memastikan berapa jumlah kerugian negara yang ditimbulkan dari proyek pengadaan Chromebook tersebut.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Hotman Paris Ngaku Cuma Butuh 10 Menit Buktikan Nadiem Makarim Tak Korupsi, Minta Ini ke Prabowo
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Mario Christian Sumampouw) (TribunJakarta.com) (Wartakotalive.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.