Putusan MK Longgarkan Aturan, LPSK Dorong Korban Terorisme Segera Klaim Kompensasi
LPSK menegaskan bahwa pemulihan bagi korban terorisme adalah hak konstitusional yang wajib dipenuhi negara.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menegaskan bahwa pemulihan bagi korban terorisme adalah hak konstitusional yang wajib dipenuhi negara.
Pernyataan ini disampaikan bertepatan dengan peringatan Hari Internasional untuk Mengenang dan Memberikan Penghormatan kepada Korban Terorisme, yang jatuh setiap 21 Agustus.
Ketua LPSK, Achmadi, menyampaikan bahwa negara hadir melalui berbagai bentuk layanan, mulai dari kompensasi, pemulihan medis, hingga rehabilitasi psikologis.
“Negara hadir bagi korban terorisme, bukan hanya secara simbolik, tapi melalui layanan nyata,” ujar Achmadi di Gedung LPSK, Kamis (21/8/2025).
Salah satu momentum penting dalam pemulihan korban adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Agustus 2024.
Putusan tersebut memperpanjang batas waktu pengajuan kompensasi bagi korban terorisme masa lalu, yang sebelumnya dibatasi hanya sampai 2021 berdasarkan Pasal 43L ayat (4) UU Terorisme.
Baca juga: LPSK Terima Permohonan Perlindungan Ibu Prada Lucky, Anggota TNI yang Meninggal Dianiaya Senior
Menindaklanjuti putusan itu, LPSK menerbitkan Peraturan Nomor 5 Tahun 2024 yang membuka kembali pendaftaran permohonan kompensasi.
Sosialisasi telah dilakukan di berbagai daerah agar informasi ini menjangkau para korban dan keluarganya.
Achmadi mendorong para korban untuk segera mengajukan permohonan.
“Semakin cepat diajukan, semakin cepat pula hak-hak korban bisa dipenuhi sebelum batas waktu berakhir,” tegasnya.
Sejak 2016 hingga 2024, LPSK mencatat sebanyak 785 korban terorisme telah menerima kompensasi dengan total nilai Rp113,30 miliar.
Dari jumlah tersebut, 213 korban menerima kompensasi melalui putusan pengadilan sebesar Rp14,38 miliar, sementara 572 korban lainnya mendapat kompensasi melalui mekanisme non-putusan pengadilan senilai Rp98,92 miliar.
Hingga Agustus 2025, LPSK masih menangani 30 korban aktif dari berbagai peristiwa besar, seperti Bom Bali I dan II, Bom JW Marriott, Bom Kedubes Australia, Bom Gereja Oikumene Samarinda, penembakan di Perumahan Dosen Universitas Tadulako Palu, hingga Bom Gereja Katedral Makassar.
Layanan yang diberikan mencakup bantuan medis, rehabilitasi psikologis, layanan psikososial, perlindungan fisik, dan kompensasi.
Bahkan, dalam kasus di mana pelaku tidak diadili karena meninggal dunia atau tidak ditemukan, kompensasi tetap bisa diberikan melalui penetapan pengadilan sesuai dengan PERMA No. 1 Tahun 2022.
Pasca-Putusan MK yang Tolak Gugatan Hasil PSU Pilgub Papua, Ini Tanggapan Mathius Fakhiri |
![]() |
---|
MK Tak Terima Gugatan Soal Syarat Polisi Harus S1, Pemohon Dinilai Tak Punya Legal Standing |
![]() |
---|
Dissenting Opinion Ketua MK Soroti Kilatnya Pembahasan UU TNI |
![]() |
---|
MK Minta Polri dan Kemenhub Hadirkan Fasilitas Lalu Lintas Ramah Penyandang Buta Warna |
![]() |
---|
DPR Soroti Minimnya Koordinasi LPSK dan Aparat Hukum, Usul Adanya Liaison Officer Permanen |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.