OTT KPK di Sulawesi Tenggara
Di Depan Ketua KPK, Sahroni Tanyakan Soal Terminologi OTT pada Kasus Bupati Koltim
Ahmad Sahroni, menyoroti soal terminologi operasi tangkap tangan (OTT) KPK di hadapan Ketua KPK Setyo Budianto.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyoroti soal terminologi operasi tangkap tangan (OTT) KPK di hadapan Ketua KPK Setyo Budianto.
Ahmad Sahroni saat ini juga menjabat sebagai Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, posisi yang ia emban sejak tahun 2019 hingga sekarang.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menyatakan menangkap Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis dalam OTT di Rakernas Partai NasDem di Makassar.
Kolaka Timur adalah kabupaten yang terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia.
Secara administratif, wilayah ini satu-satunya kabupaten di provinsi tersebut yang tidak berbatasan langsung dengan laut.
Ahmad Sahroni pun bertanya langsung kepada KPK soal terminologi OTT lewat kasus tersebut.
"Kami berharap bapak punya momen waktu yang pas. Kami semua di sini 8 partai jangan sampai lembaga parpol yang ada di bumi ini enggak dihargai," kata Sahroni dalam rapat Komisi III dengan KPK, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Bendahara Umum Partai NasDem itu menegaskan bahwa semua parpol di DPR ingin penegakan hukum oleh KPK 100 persen dikerjakan tanpa pandang bulu.
Dia bahkan mengapresiasi bagaimana sikap para penyidik KPK saat masuk ke kamar terduga pelaku kasus, tetapi masih bisa bersikap humanis dan berkomunikasi dengan baik.
Namun, dia mengkritisi soal drama yang terjadi dalam rangkaian peristiwa OTT tersebut lewat kasus Abdul Aziz.
"Tapi saya lebih sangat apresiasi kelembagaan politik, kelembagaan bapak, tolonglah pak dihargai satu sama lain. Kami tidak mau merasa bahwa ah ini parpol sok sokan, mau sok bersih, enggak di republik ini enggak ada yg bersih, kami pengin proses penegakan hukum yang bapak lakukan sesuai koridor," kata Sahroni.
"Tolong jelaskan ke kami apakah OTT itu di waktu yang sama, atau kalau memang orangnya sudah berpindah tempat dinamakan OTT plus, atau sekalipun kalau memang OTTnya tidak dalam kapasitas yang sama mending namanya diganti jangan OTT lagi, tapi pelaku tindak pidana, orang yang pisah tempat bisa saja dikenakan pasal turut serta bahwa yang bersangkutan adalah pelaku adalah pelaku tindak pidana yang sebelumnya ditangkap," tandasnya.
Perintah Surya Paloh
Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh sebelumnya menginstruksikan Fraksi Partai NasDem di Komisi III DPR untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna membahas terminologi Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Pernyataan itu dilontarkan Surya Paloh saat membuka Rakernas I Partai NasDem di Makassar, usai Bupati Kolaka Timur (Koltim) yang juga kader NasDem, Abdul Aziz terjaring KPK, Jumat (8/8/2025).
"Saya menginstruksikan agar komisi III memangil KPK dengar pendapat agar terminologi OTT bisa diperjelas OTT itu apa yang dimaksudkan," kata Paloh dalam keterangannya , Minggu (10/8/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Paloh mempertanyakan penerapan istilah OTT yang dinilainya tidak tepat.
Menurutnya, OTT seharusnya merujuk pada peristiwa di satu lokasi, antara pemberi dan penerima gratifikasi yang sama-sama melanggar norma hukum.
"Yang saya pahami, OTT adalah sebuah peristiwa yang melanggar norma hukum, terjadi di satu tempat antara pemberi maupun penerima. Tapi kalau yang satu melanggar normanya di Sumatera Utara, katakanlah si pemberi, yang menerima di Sulawesi Selatan, ini OTT apa? OTT plus?" kritiknya.
Dia menilai penggunaan terminologi yang keliru berpotensi membingungkan publik dan tidak mendukung jalannya pemerintahan.
Atas hal itu, dia mendorong agar RDP dilakukan di DPR guna memberikan kejelasan agar istilah OTTtidak menimbulkan kebingungan di masyarakat dan mendukung penegakan hukum yang lebih baik.
Meski demikian, Paloh menegaskan konsistensi Partai NasDem dalam mendukung penegakan hukum, namun dia mengingatkan agar proses tersebut tidak didahului dengan drama.
Menurut dia, belakangan ini terdapat polemik dalam penegakan hukum di Indonesia, yang dimana pemberian amnesti atau pengampunan dari Presiden RI menjadi sangat diharapkan.
"Yang NasDem sedih, asalnya ada drama dulu, baru penegakan hukum. Sesudah penegakan hukum nanti mengharap amnesti. Itu tidak bagus juga," tambahnya.
Dia juga meminta kepada seluruh jajarannya di NasDem agar tidak terlalu cepat memberikan komentar yang terkesan membela diri.
Pasalnya kata dia, saat ini penerapan asas praduga tidak bersalah sudah mulai diabaikan.
"Apakah asas praduga tidak bersalah itu sama sekali tidak laku lagi di negeri ini?" ujarnya.
Meski melayangkan kritik terhadap terminologi dan proses, Paloh menegaskan dukungan penuh NasDem terhadap penegakan hukum yang murni dan bijaksana.
"Tegakkan hukum secara murni, dan NasDem ada di sana. Yang salah adalah salah, prosesnya secara bijak," tandas dia.
Penangkapan Bupati Koltim
KPK menyebut bahwa operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kolaka Timur (Koltim), Abdul Aziz (ABZ), tidak memiliki kaitan dengan agenda Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem.
Abdul Aziz ditangkap di Makassar, Sulawesi Selatan, terkait dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koltim.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa penangkapan Abdul Aziz dilakukan pada Jumat (8/8/2025) dini hari, sebelum rangkaian acara Rakernas NasDemdimulai.
KPK telah lebih dulu memulai rangkaian OTT sejak hari Kamis (7/8/2025).
"Terkait dari acara salah satu partai, itu berdasarkan rundown-nya yang kami terima, acaranya adalah di hari Jumat, sedangkan kita melakukan upaya tangkap tangan di hari Kamis," ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
"Sesungguhnya proses tangkap tangan ini tidak dilakukan pada saat kegiatan itu berlangsung, jadi dilakukan sebelum kegiatan itu berlangsung, jadi tidak ada hubungannya dengan kegiatan dari partai tersebut," imbuhnya.
Operasi senyap ini dilaksanakan oleh tiga tim KPK yang tersebar di Kendari, Makassar, dan Jakarta.
Total, KPK mengamankan 12 orang dalam operasi ini.
Asep juga menambahkan bahwa proses penangkapan berjalan lancar tanpa ada perlawanan atau upaya menghalangi dari pihak mana pun.
Abdul Aziz disebut kooperatif saat diamankan oleh penyidik KPK.
"Terkait dengan adanya oknum, itu sejauh ini tidak ada. Justru kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak, khususnya di Makassar, Direktorat Kriminal Khusus Polda Sulsel, Bapak Kapolda, dan Bapak Wakapolda," tutur Asep.
"Saudara ABZ sendiri yang bersangkutan kooperatif, karena setelah ditemukan tidak ada perlawanan," sambungnya.
OTT KPK di Sulawesi Tenggara
KPK Geledah dan Segel Ruangan Pejabat Kemenkes Terkait Kasus Suap Bupati Koltim |
---|
Bupati Koltim Terjaring KPK, Surya Paloh Minta Fraksi NasDem di DPR Gelar RDP Bahas Terminologi OTT |
---|
Profil Kolaka Timur yang Baru Berdiri 12 Tahun: Dua Bupatinya Ditangkap KPK, Sama-sama Masih Muda |
---|
Surya Paloh Sebut Penangkapan Bupati Kolaka Timur Drama, Eks Penyidik KPK: KPK Kurang Komunikasi |
---|
Abdul Azis Jauh-jauh dari Koltim ke Jakarta demi Atur Pemenang Tender Proyek RSUD, Minta Fee Rp9 M |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.