Senin, 29 September 2025

Korupsi KTP Elektronik

Golkar Belum Bahas Posisi Setya Novanto di Partai, Sekjen Sarmuji: Biarkan Beliau Menikmati Hidup

Golkar menilai Setya Novanto sebaiknya diberi kesempatan beradaptasi lebih dulu sebelum kembali masuk dalam struktur partai.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
SETYA NOVANTO BEBAS - Partai Golkar merespons bebas bersyarat yang dijalani mantan Ketua DPR sekaligus eks Ketua Umum Golkar, Setya Novanto yang tersandung kasus korupsi E-KTP. Golkar menilai Setya Novanto sebaiknya diberi kesempatan beradaptasi lebih dulu sebelum kembali masuk dalam struktur partai. 

Ketentuan ini memungkinkan narapidana untuk menjalani sisa masa pidananya di luar lembaga pemasyarakatan dengan pengawasan dan pembinaan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas).

"Iya, karena sudah melalui proses asesmen, dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 yang lalu," kata Agus di Istana Negara, Jakarta, Minggu (17/8/2025).

Menurutnya, Setya Novanto tidak lagi memiliki kewajiban melapor usai bebas bersyarat. Hal ini lantaran semua ketentuan, termasuk denda subsidair, sudah dipenuhi. 

"Nggak ada. Karena kan denda subsidier sudah dibayar," tegasnya.

Agus juga menambahkan, pengurangan masa hukuman bagi Setya Novanto merupakan konsekuensi dari putusan peninjauan kembali (PK) yang diajukan. 

"Putusan PK kan kalau nggak salah. Putusan peninjauan kembali kepada yang bersangkutan dikurangi masa hukumannya," pungkasnya.

Profil Setya Novanto dan Perjalanan Kasusnya

Setya Novanto lahir di Bandung pada 12 November 1955. 

Sebelum berkiprah di politik, ia meniti karier sebagai pengusaha dan menyelesaikan pendidikan di Universitas Katolik Widya Mandala dan Universitas Trisakti.

Namanya mulai terseret dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011–2013 setelah disebut oleh Muhammad Nazaruddin dalam persidangan. 

Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Juli 2017, sempat menang praperadilan, namun kembali ditetapkan sebagai tersangka pada November 2017.

Proses hukum terhadap Novanto diwarnai berbagai drama, termasuk kecelakaan mobil saat hendak menyerahkan diri ke KPK. 

Ia menjalani sidang perdana pada Desember 2017 dan akhirnya divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada 24 April 2018. 

Selain pidana penjara, ia dikenai denda Rp500 juta dan uang pengganti USD 7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang telah dititipkan ke KPK.

Pada tahun 2020, Novanto mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. 

Putusan PK Nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 yang dibacakan pada 4 Juni 2025 mengurangi hukumannya menjadi 12 tahun 6 bulan penjara. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan