Dugaan Korupsi Kuota Haji
Haji 2024 Sempat Dapat Kepuasan Tinggi, KPK Temukan Dugaan Korupsi Kuota Tambahan Rp1 Triliun
Haji 2024 sempat mendapat apresiasi, namun pembagian kuota tambahan memunculkan polemik hingga akhirnya ditelusuri KPK.
Penulis:
Abdul Qodir
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 oleh Kementerian Agama mencatat sejumlah capaian positif yang mendapat apresiasi dari beberapa pihak.
Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia (IKJHI) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 25 September 2024 menunjukkan angka 88,20 dan dikategorikan sebagai sangat memuaskan. Survei tersebut dilakukan terhadap 14.400 jemaah di tujuh titik layanan, mencakup akomodasi, transportasi, konsumsi, dan kesehatan.
Efisiensi anggaran penyelenggaraan haji mencapai lebih dari Rp600 miliar, yang berdampak langsung pada penurunan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk tahun 2025. Jumlah jemaah haji Indonesia juga meningkat sekitar 20.000 orang, sehingga total jemaah mencapai 241.000 orang, termasuk kuota tambahan yang diperoleh melalui diplomasi Presiden Joko Widodo dengan pemerintah Arab Saudi.
Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, menyebut penyelenggaraan haji 2024 sebagai yang terbaik dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam konferensi pers penutupan operasional haji di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, pada 25 Juli 2024, ia menyatakan, “Alhamdulillah, seluruh fase penyelenggaraan ibadah haji sudah berjalan dengan baik, mulai dari pemberangkatan, puncak haji, hingga pemulangan. Tidak berlebihan jika disebut Haji 2024 sukses dan jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.”
Ia juga memaparkan skema 4–3–5, yang mencakup empat layanan perdana seperti fast track di embarkasi, katering penuh di Makkah, kuota tambahan 20.000 jemaah, dan kebijakan murur; tiga pengembangan ekonomi haji; serta lima inovasi layanan berbasis digital dan kesehatan.
Baca juga: Hasil Penggeledahan Rumah Eks Menag Yaqut: KPK Sita HP, Bakal Diekstraksi untuk Cari Bukti
Polemik Kuota Tambahan dan Temuan DPR
Di balik apresiasi terhadap penyelenggaraan haji 2024, muncul polemik terkait kebijakan pembagian kuota tambahan. Tambahan kuota sebesar 20.000 jemaah dari Arab Saudi semula dimaksudkan untuk mempercepat antrean haji reguler yang bisa mencapai 15 hingga 47 tahun. Namun, Kementerian Agama membagi kuota tersebut secara 50:50 antara haji reguler dan haji khusus, bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 adalah tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR RI menyoroti pembagian kuota tersebut sebagai bentuk pelanggaran terhadap persetujuan awal dan ketentuan hukum. Dalam rapat kerja Pansus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada 28 September 2024, anggota Pansus, Luluk Nur Hamidah, menyebut bahwa hampir 3.500 jemaah haji khusus diberangkatkan tanpa antrean, sementara 167.000 jemaah reguler masih menunggu giliran.
“Ini jelas menyalahi prinsip keadilan dan melanggar Undang-Undang. Jemaah reguler yang sudah menunggu bertahun-tahun justru terpinggirkan,” kata Luluk.
Dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 30 September 2024, Ketua Pansus Haji Nusron Wahid membacakan hasil penyelidikan dan rekomendasi resmi DPR. Pansus menemukan dugaan pelanggaran terhadap Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang menetapkan bahwa kuota haji nasional harus dibagi 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk jemaah khusus. Pembagian kuota secara 50:50 oleh Kementerian Agama dianggap bertentangan dengan aturan tersebut dan merugikan jemaah reguler yang telah lama menunggu antrean.
“Kami mendesak agar sistem penetapan kuota haji, baik reguler maupun khusus, dilakukan secara transparan dan akuntabel. Negara tidak boleh tunduk pada kepentingan bisnis biro travel,” ujar Nusron.

Pansus juga mencatat bahwa Kementerian Agama masih menjalankan peran ganda sebagai regulator dan operator, serta belum menyelesaikan masalah 5.678 nomor porsi haji reguler yang tidak jelas keberadaan jemaahnya. Selain itu, terdapat kelemahan dalam pengisian kuota pendamping jemaah, termasuk kasus jemaah non-mahram yang diberangkatkan sebagai pendamping.
KPK Usut usai Terima Laporan Dugaan Korupsi
Setelah menerima laporan masyarakat dan hasil evaluasi dari DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menelusuri dugaan pelanggaran hukum dalam pembagian kuota haji tambahan.
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada 2 Agustus 2025, Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan bahwa pihaknya telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menaikkan status perkara ke tahap penyidikan.
“Kami sedang mengusut siapa yang memberikan perintah pembagian kuota yang tidak sesuai aturan, dan siapa saja yang menerima aliran dana,” ujar Asep.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.