Senin, 29 September 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

Korupsi Kuota Haji Rp1 Triliun: KPK Tak Tutup Kemungkinan Periksa Jokowi

KPK buka peluang panggil Jokowi dalam kasus kuota haji. Kuota tambahan 20.000 jemaah diduga jadi bancakan.

Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
ASEP GUNTUR RAHAYU - Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu ketika memaparkan penetapan mantan Kakanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Mohamad Haniv alias Muhamad Haniv alias Muhammad Haniv, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/2/2025). Haniv diduga menerima gratifikasi sejumlah Rp21,5 miliar, yang di antaranya digunakan untuk acara fashion show anaknya. . 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan memanggil Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji 2024. Kasus ini terkait penyelewengan 20.000 kuota tambahan haji yang merugikan negara lebih dari Rp1 triliun.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan lembaganya tidak akan tebang pilih dalam memanggil saksi. “Pemanggilan terhadap semua saksi tentu tergantung kebutuhan dari penyidik,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (11/8/2025).

“KPK terbuka untuk memanggil siapa saja yang diduga mengetahui konstruksi perkara ini dan dapat membantu membuka dan membuat terang dari penanganan perkara ini,” ujarnya.

Keterkaitan nama Jokowi muncul karena tambahan kuota 20.000 jemaah tersebut merupakan hasil lobi langsung yang ia ajukan kepada pemerintah Arab Saudi.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut tujuan awal permintaan itu untuk mempersingkat antrean haji reguler yang bisa mencapai belasan tahun.

“Tambahan 20.000 kuota ini hasil pertemuan atau kunjungan Presiden Republik Indonesia [era itu adalah Jokowi] dengan pemerintah Arab Saudi di mana alasannya adalah permintaan kuota ini karena kuota reguler itu nunggunya sampai 15 tahun lebih,” jelas Asep.

Baca juga: KPK Pertimbangkan Panggil Nikita Mirzani Usai Laporkan Dugaan Suap Hakim dan Jaksa

Modus Korupsi Haji: Kuota Reguler Jadi Bancakan

Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota tambahan seharusnya dibagi 92 persen untuk haji reguler (18.400 jemaah) dan 8% untuk haji khusus (1.600 jemaah). Namun, pembagian dilakukan 50:50, yakni masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan haji khusus.

“Itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua,” kata Asep.

Penyimpangan ini diduga menjadi sumber kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp1 triliun. KPK kini membidik pihak-pihak yang memberi perintah pembagian kuota ilegal tersebut dan yang menikmati aliran dananya.

“Potential suspect-nya adalah tentunya ini terkait dengan alur-alur perintah, kemudian juga aliran dana,” ungkap Asep.

“Jadi terkait dengan siapa yang memberikan perintah terhadap pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan ini,” tambahnya.

Baca juga: Kelakuan 2 Anggota DPR Terungkap: Dana CSR Rp28 M Dipakai Bangun Restoran, Showroom, dan Beli Mobil

Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah dimintai keterangan pada Kamis (7/8/2025) dan akan dipanggil lagi untuk pemeriksaan lanjutan.

KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dan akan menjerat para pihak yang terlibat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan