Senin, 29 September 2025

Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud

Indonesian Audit Watch Sebut Ada Kejahatan Shadow Government di Kasus Chromebook, Ini Penjelasannya

IAW sebut ada kejahatan luar biasa di balik proyek Chromebook Kemendikbudristek era Nadiem. Skema diduga dirancang sebelum dilantik.

Penulis: Reza Deni
Editor: Glery Lazuardi
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
KORUPSI LAPTOP CHROMEBOOK -Sekretaris IAW Iskandar Sitorus beberkan dugaan korupsi sistematis dalam proyek Chromebook Kemendikbudristek, Rabu (30/7/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus menilai, ada kejahatan luar biasa di balik kasus pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada era Nadiem Makariem.

IAW adalah sebuah lembaga independen yang aktif melakukan pengawasan, investigasi, dan advokasi publik terhadap praktik keuangan negara, khususnya dalam pengelolaan aset dan kebijakan sektor strategis seperti telekomunikasi, pendidikan, dan agraria.

IAW menyebut, negara sudah digerakkan sebelum Nadiem dilantik saat itu.

"Sebuah ironi negara. Belum dilantik, belum resmi punya kekuasaan, tapi sudah sibuk mengatur proyek negara bernilai triliunan. Itulah fakta mencengangkan di balik kasus pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)," kata Iskandar kepada wartawan, Rabu (30/7/205).

Baca juga: Tak Lagi di Australia, MAKI Sebut Jurist Tan Tersangka Korupsi Chromebook Sudah di Afrika Selatan

Dia mengungkapkan, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Kejaksaan Agung, grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team” sudah aktif sejak Agustus 2019, dua bulan sebelum Nadiem resmi dilantik Presiden Joko Widodo pada 23 Oktober 2019. 

"Koordinasi di grup itu bukan sekadar obrolan biasa. Mereka yang dominan terafiliasi korporasi besar merancang kebijakan strategis, termasuk pengalihan dari sistem Windows ke Chrome OS dalam program digitalisasi sekolah. Terlihat jahat individu dan korporasi berkomplot, masa kita diam saja? Masa itu ditoleransi?," kata dia

Padahal, lanjut Iskandar, kebijakan seperti itu semestinya lahir lewat dari kajian teknis yang sah, dan hanya boleh ditetapkan oleh pejabat publik yang sah pula. 

"Tapi inilah wajah shadow governance, yakni pemerintahan bayangan yang bekerja di luar konstitusi, di balik layar, tanpa mandat publik," katanya.

Dikatakan Iskandar, IAW menelusuri dokumen LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) Kemendikbudristek. 

Salah satu tender bernomor P.3462023 mensyaratkan spesifikasi yang sangat tertutup: Chrome OS, Google Education License dan Enrollment Management System berbasis Google.

"Artinya? Spesifikasi itu sudah dikunci untuk vendor tertentu bahkan sebelum tender diumumkan. Siapa yang menguasai pasar perangkat dan lisensi Google di Indonesia? Ada tuh, inisialnya D yang saat dilidik tahun 2023 oleh para penyelidik Kejagung, salah satunya mereka mendapat dokumen-dokumen terkait impor perusahaan tersebut," sebutnya.

Perusahaan itu, urai Iskandar, saat ini sedang resah, mencoba hendak 'cuci tangan padahal bukti sudah ada, yakni sebagai salah satu pihak yang terafiliasi kasus korupsi Chromebook

Dia mengataan alurnya nanti tentu sama-sama bisa dilihat di fakta persidangan. Perusahaan itu disebut-sebut menguasai 89 persen pasar Chromebook pemerintah. Vendor lain sepertinya tidak mungkin mampu untuk menyaingi.

"Lebih gawat lagi, 78% pengadaan tahun 2020–2022 di Kemendikbudristek menggunakan skema penunjukan langsung, bukan lelang terbuka. Praktik ini bukan cuma melanggar prinsip persaingan, tapi juga menutup peluang efisiensi dan transparansi," ungkap Iskandar.

IAW menilai, pola ini memenuhi sejumlah unsur tindak pidana dalam berbagai UU, sekaligus ini adalah modus yang harus dicermati pembuat undang-undang:

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan