Kamis, 2 Oktober 2025

Korupsi Emas

Ini Kata Pakar Hukum Soal Hitungan Kerugian Negara di Kasus Cap Lebur Emas

Pakar Hukum Gatot Hadi Purwanto, SH.,MH.,CLA mengingatkan agar Kejaksaan Agung (Kejagung) RI lebih hati-hati dalam menghitung kerugian negara.

Penulis: willy Widianto
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews/Rahmat Nugraha
SIDANG EMAS ILEGAL - Sidang perkara dugaan korupsi kegiatan emas cucian dan lebur cap emas PT Antam yang merugikan negara Rp 3,3 triliun pada Rabu (14/5/2025). Pakar Hukum Gatot Hadi Purwanto, SH.,MH.,CLA mengingatkan agar Kejaksaan Agung (Kejagung) RI lebih hati-hati dalam menghitung kerugian negara. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Gatot Hadi Purwanto, SH.,MH.,CLA mengingatkan agar Kejaksaan Agung (Kejagung) RI lebih hati-hati dalam menghitung kerugian negara.

Termasuk dalam kasus cap lebur emas PT Aneka Tambang (Antam) Tbk.

Gatot Hadi Purwanto adalah seorang praktisi hukum dan pakar ekonomi yang dikenal luas karena pandangannya yang tajam terhadap isu-isu hukum pidana, khususnya dalam perkara korupsi dan kerugian negara.

Gatot dikenal karena menekankan pentingnya kerugian negara yang nyata (actual loss) dalam perkara korupsi.

Menurut Gatot, secara yuridis, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 mensyaratkan adanya perbuatan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagai unsur tindak pidana korupsi, khususnya dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Aturan-aturan hukum itu diungkapkan Gatot menyoroti dugaan kasus cap lebur emas yang menghebohkan beberapa waktu belakangan ini.

Awalnya disebutkan dalam peredaran 109 ton emas itu, negara mengalami kerugian hingga Rp 5,9 kuadriliun.

Namun dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Mei lalu disebutkan bahwa kerugian negara sebesar Rp 3,3 Triliun.

Oleh karenanya, Gatot menekankan bahwa potensi kerugian tidak bisa dijadikan patokan secara hukum.

"Dalam praktik hukum pidana Indonesia, kerugian negara tidak bisa hanya bersifat potensi atau spekulatif. Ini ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 25/PUU-XIV/2016, yang menyatakan bahwa kerugian negara harus bersifat nyata (actual loss). Artinya, kerugian tersebut telah benar-benar terjadi dan terukur, bukan sekadar prediksi hilangnya potensi pendapatan negara," kata Gatot kepada wartawan di Jakarta, Minggu(27/7/2025).

Dalam kasus cap lebur emas PT Antam, angka Rp 5,9 kuadriliun (selanjutnya dalam dakwaan menjadi Rp 3,3 Triliun) disebut sebagai akumulasi dari praktik penyimpangan dalam penjualan logam mulia yang tidak melalui prosedur resmi perusahaan.

"Namun, pertanyaannya: apakah angka ini mencerminkan kerugian negara yang aktual?" ujarnya mempertanyakan.

Menurutnya, jika nilai tersebut hanya dihitung berdasarkan selisih harga pasar dan estimasi potensi pajak yang tidak dibayarkan, maka secara hukum positif, angka tersebut belum dapat serta-merta dikualifikasi sebagai kerugian negara.

Apalagi jika tidak disertai bukti konkret bahwa uang tersebut benar-benar telah hilang dari kas negara atau kas BUMN.

"Ada perbedaan antara potensi kerugian (potential loss) dan kerugian aktual (actual loss). Dalam hukum kita, yang dapat membentuk tindak pidana korupsi hanyalah kerugian yang aktual dan pasti."

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved