Jumat, 3 Oktober 2025

Komisi I DPR Tidak akan Memberikan Toleransi Terhadap Tindakan Satria Arta Kumbara

Satria Arta Kumbara, yang bergabung dengan pasukan bayaran Rusia tiba-tiba menyatakan keinginannya untuk pulang ke Indonesia.

TikTok @zstorm689
PECATAN TNI AL - Satria Arta Kumbara, mantan marinir TNI AL, kini bergabung dengan operasi militer khusus Rusia. Dalam video terbarunya di TikTok yang diunggah pada Minggu (20/7/2025), Satria meminta bantuan pemerintah Indonesia untuk dipulangkan ke tanah air dan status WNI-nya dipulihkan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Laksono, merespons soal keinginan dari mantan anggota Marinir TNI Satria Arta Kumbara yang pernah menjadi prajurit bayaran militer Rusia untuk pulang ke Indonesia.

Menurut Dave, persoalan dari Satria ini harus disikapi secara cermat dan berlandaskan prinsip hukum, nasionalisme.

Baca juga: Jadi Tentara Rusia, Pecatan TNI AL Satria Arta Ngaku Tak Niat Khianati Indonesia: Allah Jadi Saksi

"Sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR RI, saya memandang isu ini perlu disikapi secara cermat dan berlandaskan prinsip hukum, nasionalisme, serta komitmen terhadap integritas kewarganegaraan Indonesia," kata Dave saat dimintai tanggapannya, Selasa (22/7/2025).

Terhadap hal tersebut, legislator dari Fraksi Partai Golkar itu lantas menyoroti landasan hukum terhadap polemik dari Satria Arta.

Baca juga: Kabar Baru Satria Arta Pecatan TNI AL Jadi Tentara Rusia, Minta Pulang ke Indonesia, WN Dipulihkan

Menurut dia, jika merujuk pada Undang-Undang (UU) sejatinya status Warga Negara Indonesia (WNI) dari Satria Arta sudah dicabut, lantaran telah bergabung menjadi anggota militer negara lain tanpa adanya persetujuan dari Presiden RI.

"Kami menyoroti beberapa hal penting, antara lain bahwa mengacu pada UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, jika seseorang secara aktif bergabung dengan militer asing tanpa izin pemerintah, maka status sebagai Warga Negara Indonesia bisa dicabut," beber dia.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 adalah regulasi yang mengatur tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. UU ini menggantikan UU No. 62 Tahun 1958 dan disahkan pada 1 Agustus 2006 sebagai respons terhadap dinamika global dan kebutuhan hukum nasional yang lebih inklusif dan modern.

Atas hal itu, menurut Dave, perlu dipastikan secara administratif apakah yang bersangkutan sudah kehilangan atau melepaskan kewarganegaraannya sesuai aturan hukum.

Komisi I DPR RI kata Dave menegaskan, kesetiaan terhadap NKRI adalah faktor utama dalam proses pengembalian status kewarganegaraan.

Terlebih dalam persoalan ini, Satria Arta berlatar belakang militer, maka loyalitasnya terhadap NKRI menjadi aspek penting dalam verifikasi.

"Kami mendukung koordinasi antara Kemenkumham, Kemenlu, dan Mabes TNI untuk menetapkan langkah hukum dan administrasi yang sesuai," kata dia.

Hanya saja, menurut Dave, prinsip kehati-hatian tetap perlu diterapkan agar keputusan yang diambil tidak mencederai rasa keadilan masyarakat maupun prinsip kedaulatan negara.

"Secara prinsip, Komisi I tidak akan memberikan toleransi terhadap tindakan yang berpotensi mengganggu integritas negara. Namun, kami juga menjunjung tinggi asas due process dalam setiap penegakan hukum dan kebijakan publik," tandas dia.

Komisi I DPR RI membidangi empat sektor strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertahanan, Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika dan Intelijen.

Mantan prajurit Marinir TNI Angkatan Laut (AL), Satria Arta Kumbara, yang bergabung dengan pasukan bayaran Rusia tiba-tiba menyatakan keinginannya untuk pulang ke Indonesia.

Keinginan itu disampaikan Satria dalam postingan terbarunya di akun Tiktok @zstorm689, Minggu (20/7/2025).

Baca juga: Satria Arta Kumbara Masuk Rusia secara Ilegal, Tak Ada Catatan Kedatangan, Kini Status WNI Dicabut

Satria saat ini masih berada di garis depan pertempuran, wilayah Ukraina.

Mengawali postingannya, usai mengucapkan salam, Satria menyapa Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Menteri Luar Negeri Sugiono.

Satria menyampaikan permohonan maaf, karena ketidaktahuannya yang menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia, telah mengakibatkan status kewarganegaraannya sebagai warga negara Indonesia dicabut.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, yang terhormat Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, Wakil Presiden Bapak Gibran Rakabuming Raka, dan Bapak Menteri Luar Negeri, Bapak Sugiono,”

“Mohon izin Bapak. Sayang ingin memohon maaf sebesar-besarnya apabila ketidaktahuan saya, menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia mengakibatkan dicabutnya warga negara saya,” kata Satria.

Mantan Marinir ini menegaskan bahwa ia tidak pernah sema sekali berfikir untuk mengkhianati negara.

Ia datang ke Rusia menjadi prajurit bayaran hanya untuk mencari nafkah. 

“Mohon izin Bapak, saya tidak pernah mengkhianati negara sama sekali,"

"Karena saya niatkan datang ke sini (Rusia) hanya untuk mencari nafkah. Wakafa Billahi, cukuplah Allah sebagai saksi,” ujar Satria.

“Saya pamit dengan ibu, saya cuci kaki, saya mohon doa restu dan saya berangkat ke sini (Rusia),” tambahnya.

Disertir TNI AL ini menegaskan, pencabutan statusnya sebagai warga negara Indonesia sungguh tidak sebanding dengan apa yang dia dapatkan menjadi pasukan bayaran Rusia. 

Karena itu, dia memohon bantuan Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri Luar Negeri untuk mengakhirinya kontraknya dengan Kementerian Pertahanan Rusia, mengembalikan statusnya sebagai warga negera Indonesia, dan mengembalikannya ke Tanah Air.

Baca juga: Reaksi Satria Arta setelah Status WNI Dicabut usai Jadi Tentara Rusia: Gua Begini karena Sadar Diri

Sosok Satria Arta Kumbara

Satria adalah adalah mantan prajurit Marinir TNI Angkatan Laut (TNI AL) yang menjadi sorotan publik karena bergabung sebagai tentara bayaran Rusia dalam konflik di Ukraina. 

Saat bertugas sebagai marinir, sebelumnya berpangkat Sersan Dua (Serda) dan berdinas di Inspektorat Korps Marinir (Itkormar) sebelum dipecat secara tidak hormat karena kasus desersi.

Marinir Angkatan Laut adalah pasukan tempur khusus yang berada di bawah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL).

Mereka tergabung dalam Korps Marinir Republik Indonesia (Kormar RI) dan memiliki kemampuan tempur di darat, laut, dan udara, terutama dalam operasi amfibi.

Satria diketahui desersi sejak 13 Juni 2022, tidak kembali berdinas tanpa izin

Ia dijatuhi hukuman penjara 1 tahun dan dipecat dari TNI AL berdasarkan putusan Pengadilan Militer.

Ia kemudian tiba-tiba muncul di media sosial dan bergabung dengan militer Rusia dan ikut bertempur di Ukraina.

Status WNI Satria dicabut karena menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved