Implementasi PP 27/2025 Diharapkan Dapat Wujudkan Pengelolaan Mangrove yang Berkelanjutan
Salah satu tantangan terbesar dalam perlindungan mangrove adalah deforestasi yang masih tinggi, terutama di Area Penggunaan Lain (APL).
Penulis:
Seno Tri Sulistiyono
Editor:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (PPEM) yang baru saja diundangkan, diyakini akan membawa angin segar bagi upaya pelestarian mangrove di Indonesia.
Mangrove berkelanjutan adalah pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove secara bijaksana dan lestari, dengan mempertimbangkan keseimbangan ekologis, sosial, dan ekonomi.
Baca juga: Air Semakin Langka, Mangrove Jadi Tameng Terakhir Waduk Manggar Balikpapan
Tujuannya adalah untuk menjaga kelestarian ekosistem mangrove, fungsi perlindungan lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Namun, keberhasilan implementasi regulasi ini sangat bergantung pada kolaborasi yang kuat dan sinergis dari berbagai pihak.
Guru Besar Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Denny Nugroho Sugianto dalam paparannya mengenai Peraturan Pemerintah (PP) 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (PPEM), bahwa pendekatan kolaboratif adalah ruh dari peraturan ini.
"PP ini dirumuskan dengan melibatkan pemerintah, masyarakat adat/lokal, dunia usaha, dan lembaga riset. Semangat kolaborasi ini harus terus kita jaga dalam implementasinya," kata Denny yang bergelar Profesor bidang keahlian Fisika Oseanografi, dikutip Senin (21/7/2025).
Adapun PP 27/2025 menguraikan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak, yakni:
- Pemerintah (Pusat dan Daerah): Sebagai regulator, fasilitator, dan pengawas, pemerintah bertugas menyusun rencana pengelolaan, menetapkan fungsi ekosistem, dan memastikan penegakan hukum. Koordinasi antar kementerian, seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, menjadi kunci untuk menghindari tumpang tindih kewenangan.
- Dunia Usaha: Pelaku usaha yang beroperasi di sekitar ekosistem mangrove memiliki kewajiban untuk mencegah kerusakan, melakukan penanggulangan jika terjadi insiden, dan memulihkan area yang terdampak.
PP ini juga membuka peluang bagi dunia usaha untuk berinvestasi dalam ekonomi hijau dan biru yang berbasis pada pemanfaatan mangrove berkelanjutan.
- Masyarakat Adat dan Lokal: Sebagai garda terdepan, masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berperan aktif.
PP ini mengakui kearifan lokal dan mendorong pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses pemanfaatan yang berkelanjutan.
Insentif seperti penghargaan, kompensasi, dan keringanan pajak juga disiapkan bagi masyarakat yang berhasil melestarikan mangrove.
- Akademisi dan Lembaga Riset: Peran akademisi sangat vital dalam menyediakan data ilmiah yang akurat sebagai dasar pengambilan kebijakan.
Kajian mengenai dinamika ekosistem, valuasi ekonomi mangrove, dan pengembangan teknologi ramah lingkungan akan sangat mendukung implementasi PP ini.
AS Masih Memburu Penembak Charlie Kirk, Tersangka Lari ke Hutan |
![]() |
---|
Mangrove Bangkit: 15 Ribu Hektare Pesisir Siap Direstorasi |
![]() |
---|
Keseimbangan Konservasi dan Restorasi Hutan Penting untuk Menghadapi Krisis Deforestasi |
![]() |
---|
Hutan untuk Rakyat, Menhut Serahkan 8,4 Juta Hektare ke 1,4 Juta KK |
![]() |
---|
Gubernur Bobby: Petani Hutan Adalah Penopang Ekonomi Sumatra Utara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.