Putusan MK Soal Pemilu Dipisah Dinilai Beri Ruang Demokrasi Lokal yang Lebih Otentik
Jeirry Sumampow, menyebut Putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan memiliki implikasi positif bagi perbaikan sistem demokrasi.
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow, menyebut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan memiliki implikasi positif bagi perbaikan sistem demokrasi di Indonesia.
Menurut Jeirry, keputusan MK itu membuka peluang bagi pemilu lokal yang lebih berdaulat dan fokus, tanpa dominasi hiruk-pikuk kekuasaan pusat.
“Putusan itu memberi ruang bagi demokrasi lokal untuk tumbuh lebih otentik, memungkinan pemilu yang lebih fokus dan lebih berdaulat," kata Jeirry dalam keterangannya, Sabtu (19/7/2025).
Ia juga menyebut putusan itu membuka ruang bagi pemilih untuk memilih pemimpinnya tanpa dibayangi hiruk-pikuk kekuasaan pusat.
Serta mengurangi ruang manipulasi dan kecurangan yang diakibatkan oleh kerumitan mekanisme teknis sistem 5 kotak suara.
Jeirry menilai DPR seharusnya tidak melihat putusan tersebut dari perspektif kepentingan partai.
Namun dari segi manfaat jangka panjang bagi sistem demokrasi yang sehat dan berimbang.
“Padahal, jika DPR mau sedikit move-on, berpikir secara positif dan terbuka serta mengedepankan kepentingan bangsa, bukan kepentingan internal semata, mereka akan dapat melihat bahwa Putusan MK No.135/2024 justru punya implikasi positif bagi perbaikan pemilu dan demokrasi kita,” pungkasnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) lewat putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, memisahkan serta menjeda pelaksanaan pemilihan tingkat nasional dan daerah.
Baca juga: Putusan MK Pemilu Terpisah Nasional-Daerah Digugat: Berpotensi Timbulkan Perubahan Sistem Demokrasi
Putusan ini berlaku mulai tahun 2029, alias pada pelaksanaan pesta demokrasi berikutnya.
Dalam putusan ini MK memisahkan pemilu nasional hanya meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, anggota DPR, dan DPD.
Sementara Pilkada memilih kepala daerah dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dengan pelaksanaan 2,5 tahun setelah perhelatan pemilu nasional rampung.
MK pun mempersilakan pemerintah dan DPR untuk melakukan rekayasa konstitusional dalam pelaksanaan putusan nomor 135 tersebut.
Dissenting Opinion Ketua MK Soroti Kilatnya Pembahasan UU TNI |
![]() |
---|
MK Minta Polri dan Kemenhub Hadirkan Fasilitas Lalu Lintas Ramah Penyandang Buta Warna |
![]() |
---|
Komisi II Usul Revisi UU Pemilu Masuk Prolegnas Prioritas 2026 |
![]() |
---|
MK Tolak Seluruh Permohonan Uji Formil Revisi UU TNI dari Masyarakat Sipil dan Mahasiswa |
![]() |
---|
Beri Kuliah Pascasarjana Universitas Pertahanan, Bamsoet Dorong Sistem E-Voting di Pemilu Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.