Jumat, 3 Oktober 2025

Kasus Impor Gula

Pengacara Senior Suhandi Cahaya: Tom Lembong Harus Banding!

Pengacara Senior sekaligus Ahli Hukum Pidana Suhandi Cahaya mengatakan bahwa Tom Lembong harus banding usai divonis 4,5 tahun.  

|
Tribunnews/Jeprima
SIDANG TOM LEMBONG - Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025). Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, hakim meyakini Tom Lembong telah terbukti bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan impor gula. Tom Lembong divonis 4 tahun dan enam bulan (4,5 tahun) penjara. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM - Pengacara senior sekaligus ahli hukum pidana Suhandi Cahaya angkat suara tentang vonis 4,5 tahun penjara yang dijatuhkan terhadap mantan Menteri Perdagangan (Mendag) RI Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016. 

Menurut Suhandi, yang juga merupakan ahli hukum Mahkamah Konstitusi dari IBLAM School of Law Jakarta, vonis tersebut tidak mencerminkan keadilan hukum karena Tom Lembong dinilai tidak terbukti menikmati hasil dari tindak pidana yang didakwakan. 

Sebelumnya Ketua Majelis Hakim Rianto Dennie Arsan Fatrika membacakan amar putusan bagi Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (18/7/2025), di mana vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).  

JPU menuntut supaya Tom dipidana tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan, berdasarkan pembacaan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (4/7/2025). 

Menurut jaksa, Tom telah merugikan keuangan negara sejumlah Rp 578 miliar.  

JPU sebelumnya menjerat Tom dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 junctoPasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

Tom Lembong Disebut Harus Banding

Dalam hal ini, Suhandi menyebut pihak kuasa hukum Tom Lembong harus mengajukan banding atas vonis majelis hakim. 

"Tom Lembong harus banding," ucapnya kepada Tribunnews.com, Jumat (18/7/2025).  

Menurutnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta seharusnya memutus bebas Tom Lembong dalam perkara dugaan korupsi impor gula. 

Pernyataan tersebut juga sebagai tanggapan atas fakta persidangan yang mengungkap bahwa Tom tidak memperoleh keuntungan pribadi dari kebijakannya. 

Baca juga: Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara, Ahli Hukum Pidana: Harusnya Bebas atau Onslag

Menurut Suhandi, jika terdakwa terbukti tidak menikmati hasil dari tindak pidana korupsi, majelis hakim sepatutnya mengeluarkan putusan lepas atau onslag van rechtvervolging. 

"Dalam yurisprudensi Mahkamah Agung, apabila pelaku tidak ada keuntungan untuk diri sendiri maka hakim harus memutuskan bebas atau onslag," lanjut Suhandi. 

Lantas apa itu putusan onslag?  

Menurut Lilik Mulyadi dalam bukunya Hukum Acara Pidana, terbitan PT Citra Aditya Bakti (Bandung 2007), onslag van rechtvervolging merupakan putusan lepas, yakni segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang. 

Sementara mengutip polri.go.id, putusan onslag diatur dalam pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang putusan bebas dan putusan lepas.  

Berbunyi: 

(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. 

(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. 

Kasus Tom Lembong Dianggap Perkara Tak Lazim  

Suhandi juga pernah menyebut bahwa kasus Tom Lembong sebagai perkara yang tak lazim, karena terdakwa didakwa melakukan tindak pidana korupsi tanpa memperoleh keuntungan pribadi, baik materi maupun non-materi. 

Menurut Suhandi, fakta persidangan menunjukkan bahwa Tom Lembong tidak menerima hadiah atau janji dari pihak ketiga seperti PT PPI, Induk Koperasi, atau perusahaan gula lainnya. 

"Ini sangat tidak lazim. Korupsi umumnya dilakukan untuk keuntungan pribadi. Jika tidak ada imbalan, baik langsung maupun tidak langsung, maka motif jahatnya patut dipertanyakan,” kata Suhandi, Kamis (17/7/2025).  

JPU: Tom Lembong Tak Ambil Untung  

Sebelumnya dalam sidang agenda replik di PN Tipikor Jakarta, Jumat (11/7/2025), JPU mengatakan terdakwa Tom  tidak memperkaya diri dan diuntungkan dalam perkara dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016. 

"Terdakwa Thomas Trikasih Lembong terbukti tidak pernah menerima hadiah, janji atau keuntungan dari penugasan dan pemberian perizinan impor kepada PT PPI, INKOPKAR, INKOPOL, dan PUSKOPOL maupun 8 Pabrik Gulai Rafinasi dan PT Kebun Tebumas," kata jaksa di persidangan. 

Lantas JPU membenarkan hal tersebut. 
"Jawaban penuntut umum bahwa dalam perkara a quo berdasarkan fakta persidangan, terdakwa tidak diperkaya ataupun diuntungkan," jelas jaksa. 

Meski begitu penuntut umum menegaskan bahwa akibat kebijakan impor gula Tom Lembong saat menjabat Mendag RI, jadi memperkaya orang lain. 

"Namun perbuatan tedakwa dalam memberikan penugasan kepada PT PPI, INKOPKAR, INKOPOL, dan PUSKOPOL dan pemberian persetujuan impor kepada 8 Pabrik Gula Rafinasi dan PT Kebun Tebumas yang dilakukan secara melawan hukum. Telah memperkaya ataupun memberi keuntungan kepada orang lain atau kooperasi," jelas jaksa. 

Di persidangan jaksa juga menyebut akibat kebijakan itu terjadi kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan Gula Kristal Putih. 

"Dengan demikian dampak dari penyimpangan berupa kerugian keuangan negara," ujar jaksa kala itu.  

Perjalanan Kasus

Kasus dugaan korupsi yang menjerat Tom Lembong bermula dari penyelidikan Kejaksaan Agung pada Oktober 2023 terkait impor gula kristal mentah (GKM) untuk periode 2015–2016.

Dari hasil pemeriksaan terhadap 90 saksi dan penyitaan dokumen dalam penggeledahan di Kementerian Perdagangan, Tom ditetapkan sebagai tersangka pada Oktober 2024.

Ia diduga menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat negara dengan memberikan izin impor sebanyak 157.500 ton GKM tanpa koordinasi lintas kementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Padahal, seharusnya hanya BUMN yang diizinkan sebagai importir, nyatanya, izin malah diberikan ke perusahaan swasta dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.

Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut Tom telah menerbitkan 21 izin impor yang menguntungkan pihak swasta.

Meski tidak ditemukan keuntungan pribadi bagi Tom, jaksa menilai kebijakan tersebut melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi.

Oleh karena itu, Tom dituntut hukuman penjara selama 7 tahun, denda Rp 750 juta, dan dinyatakan tidak mendukung prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih.

Sementara dalam nota pembelaannya (pleidoi), Tom bersama tim kuasa hukumnya membantah seluruh tuduhan.

Ia menyatakan bahwa keputusan impor tersebut merupakan diskresi untuk menjaga stabilitas harga pangan, tanpa adanya motif keuntungan pribadi.

Ia juga mengkritik jaksa yang menurutnya gagal membuktikan adanya niat jahat (mens rea).

Tom menyatakan bahwa kebijakan impor tersebut berada dalam kewenangan Menteri Perdagangan berdasarkan undang-undang, sehingga seharusnya menjadi persoalan administratif, bukan pidana.

Namun pleidoi Tom kala itu ditolak oleh JPU. 

Putusan Hakim dan Pertimbangan Majelis

Majelis hakim menyatakan Tom bersalah melanggar UU Perdagangan dan Permendag Nomor 117 Tahun 2015, karena memberikan izin impor gula yang bukan termasuk kebutuhan pokok tanpa prosedur koordinasi yang sah.

Hakim menilai kebijakan tersebut memperkaya pengusaha swasta dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 194,72 miliar, lebih kecil dibanding perhitungan jaksa.

Kasus ini melalui proses yang panjang, mulai dari penyidikan dan penggeledahan, penetapan tersangka, sidang perdana pada Maret 2025, pembacaan tuntutan pada Juli, hingga vonis pada 18 Juli 2025.

Tom sempat mengajukan praperadilan untuk menggugurkan status tersangkanya, tetapi ditolak.

Mengutip YouTube Kompas TV, setelah divonis, Tom menyatakan tengah mempertimbangkan untuk mengajukan banding.

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Rahmat Fajar Nugraha/Fahmi Ramadhan) 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved