Senin, 6 Oktober 2025

Trump Terapkan Tarif Timbal Balik

Penurunan Tarif Resiprokal Jadi 19 Persen Dinilai Sebagai Strategi AS Seimbangkan Neraca Perdagangan

Bertu Merlas menilai penurunan tarif resiprokal menjadi 19 persen merupakan bagian dari strategi AS untuk menyeimbangkan neraca perdagangannya.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
Instagram @bertumerlas
TARIF RESIPROKAL 19 PERSEN - Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump memutuskan menurunkan tarif resiprokal terhadap produk asal Indonesia menjadi 19 persen.  Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Bertu Merlas menilai penurunan tarif resiprokal menjadi 19 persen merupakan bagian dari strategi AS untuk menyeimbangkan neraca perdagangannya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump memutuskan menurunkan tarif resiprokal terhadap produk asal Indonesia menjadi 19 persen. 

Kebijakan ini menandai penurunan signifikan dari tarif sebelumnya sebesar 32 persen.

Baca juga: AS Pangkas Tarif Impor Produk Indonesia Jadi 19 Persen, Pasar Bereaksi Positif

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Bertu Merlas, menyambut baik keputusan tersebut. 

Dia menilai langkah ini merupakan bagian dari strategi Amerika Serikat untuk menyeimbangkan neraca perdagangannya yang selama ini defisit terhadap Indonesia.

"Keputusan tarif resiprokal sebesar 19 persen kepada produk Indonesia yang masuk ke Amerika Serikat ini harus diapresiasi," kata Bertu di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/7/2025).

"Ini artinya pemerintah Indonesia serius melakukan negosiasi kepada pemerintah Amerika Serikat. Penurunan angka yang ditetapkan ini berdampak baik karena angka yang ditetapkan tidak sebesar angka sebelumnya. Ini adalah upaya menyeimbangkan neraca perdagangan Amerika yang selama ini surplus bagi Indonesia," tambahnya.

Penurunan tarif tersebut juga berkaitan erat dengan komitmen Indonesia membeli komoditas energi dari Amerika Serikat senilai 15 miliar dolar AS, setara Rp 243,9 triliun (kurs Rp 16.260 per dolar AS). 

Selain energi, Indonesia juga berkomitmen membeli 50 unit pesawat Boeing sebagai bagian dari kesepakatan dagang kedua negara.

Baca juga: Pelaku Industri Apresiasi Keberhasilan Presiden Prabowo dalam Negosiasi Tarif Impor AS

Menurut Bertu, pembelian komoditas energi merupakan strategi perdagangan yang bertujuan mengurangi tekanan atas surplus neraca dagang Indonesia terhadap AS. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak 2024 Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar 14,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 200 triliun.

"Surplus sebesar 14,5 miliar dollar ini adalah angka yang cukup besar. Saya yakin neraca perdagangan kita terhadap Amerika akan tetap surplus di tahun ini maupun tahun-tahun mendatang. Kita harus percaya diri bahwa neraca perdagangan Indonesia ke Amerika Serikat akan selalu surplus," ujarnya.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia sebelumnya juga telah merencanakan belanja energi dari AS senilai 15,5 miliar dolar AS (Rp 250,87 triliun), mencakup pembelian LPG dan minyak mentah. 

Langkah ini merupakan bagian dari strategi negosiasi tarif antara kedua negara.

Sementara itu, mengenai pembelian 50 unit pesawat Boeing, Bertu menyebutkan bahwa proses pemenuhannya tidak bisa instan karena harus melalui proses produksi bertahap sesuai ketentuan Federal Aviation Administration (FAA).

"Beli pesawat Boeing itu butuh waktu tiga tahun. Jadi setahun misalnya beli 15 unit, maka butuh waktu sekitar tiga tahun. Nilai pesawat Boeing dan impor energi tidak akan menutupi surplus tersebut," pungkasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved