Lokal Asri
Menjaga Alam Indonesia, Merawat Mangrove Lewat Panggung Dongeng
Pertunjukan “Panggung Dongeng: Merawat Mangrove dengan Harmoni Alam” mengajak anak-anak peduli lingkungan lewat teater
TRIBUNNEWS.COM - “Dulu aku pikir manusia akan menjagaku.
Ternyata tidak begitu.
Mereka datang untuk mengambil akar dan batang.
Ditebang, dijadikan arang.
Aku lelah. Aku sedih.
Aku ingin teman-temanku kembali.”
Penggalan monolog menyentuh mengalun dari atas panggung Galeri Indonesia Kaya, Minggu siang (13/7/2025). Dalam iringan celo, penonton terdiam, larut dalam emosi yang dibangun oleh narasi, nyanyian, dan gerakan-gerakan teatrikal anak-anak yang memainkan peran berbagai satwa mangrove.
Acara ini adalah bagian dari uji pentas Ruang Kreatif: Panggung Dongeng, bertajuk “Merawat Mangrove dengan Harmoni Alam”, yang merupakan bagian dari Program Liburan Anak di Galeri Indonesia Kaya. Melalui pendekatan seni pertunjukan, anak-anak tidak hanya diajak bermain peran, tapi juga diajak memahami krisis ekologi yang kini mengancam garis pantai Indonesia.
Baca juga: Restorasi Kawasan Pesisir, 500 Bibit Mangrove Ditanam di Pantai Nipah Lombok Utara
Dongeng tentang Pohon Penari yang Dikhianati
Pentas ini mengisahkan perjalanan sebuah pohon mangrove tua yang dulu hidup harmonis bersama hewan-hewan penghuni ekosistem pesisir: dari siamang, elang Jawa, penyu hijau, sampai si kecil ubur-ubur. Namun, harmoni itu tak bertahan lama. Eksploitasi manusia terhadap hutan mangrove membuat pohon itu kehilangan teman-temannya. Ia menjadi saksi bagaimana manusia datang dengan gergaji, alat berat, dan keserakahan, menebang dan merusak rumahnya.
Dalam mimpi indahnya, sang pohon melihat semua teman-temannya kembali, menari bersamanya di pantai. Tapi mimpi itu pecah saat kenyataan hadir. Harapan mulai tumbuh kembali ketika anak-anak manusia datang, belajar, dan berjanji menjaga alam.
Program ini dimentori oleh lima fasilitator lintas disiplin yang telah lama berkecimpung di dunia seni: Rama Soeprapto, Shelomita Diah, Reda Gaudiamo, Arini Kumara, dan Illenk Andilolo.
Mereka memandu proses kreatif anak-anak dari eksplorasi naskah, vokal, gerak, hingga pementasan. Sentuhan artistik mereka membuat pesan ekologis dalam dongeng ini terasa hidup dan menyentuh hati.
“Selama ini kita hanya mendengar berita: mangrove itu apa, imbauan jangan buang sampah sembarangan, atau sampah ada di mana-mana. Tapi apa arti sebuah mangrove? Pesan ekologis inilah yang ingin kami sampaikan melalui panggung dongeng ini," ungkap Rama Soeprapto, fasilitator sekaligus Creative Director Coconut Mind.
Baca juga: 5 Etika Berwisata di Alam Indonesia yang Perlu Kamu Tahu
Proses Kreatif di Balik Panggung
Sebanyak 26 anak, termasuk 1 anak disabilitas, terpilih dari audisi online yang diadakan sebelumnya. Mereka kemudian mengikuti latihan intensif selama tiga hari, masing-masing berdurasi sekitar 3 jam. Dalam waktu singkat, mereka berhasil menyulap panggung menjadi dunia magis yang menyentuh sekaligus menggugah kesadaran ekologis penonton.
Salah satu pemain, Pippo, yang berusia 9 tahun, mengungkapkan rasa senangnya, "Aku senang banget bisa lolos audisi. Ini pertama kalinya aku tampil di teater dan jadi ubur-ubur! Seru tapi deg-degan juga!"
Pertunjukan ini juga mendapat sambutan dan apresiasi meriah dari para penonton, salah satunya Maria, karyawan swasta yang sengaja meluangkan waktunya untuk menonton pertunjukan ini.
“Cara penyampaiannya sangat kreatif, saya jadi lebih sadar pentingnya peran pohon ini. Anak-anaknya juga tampil bagus dan lucu,” ungkap Maria.
Dalam sambutannya, Rama Soeprapto menyampaikan apresiasinya kepada semua pihak yang telah bekerja keras mewujudkan pertunjukan ini, meskipun dengan waktu persiapan yang relatif singkat. Ia juga menyampaikan harapannya agar ruang kreatif semacam ini bisa terus dikembangkan dan menjangkau lebih banyak anak.
"Saya rasa ruang kreatif ini bisa kita bawa ke mana-mana. Anak-anak bisa merasakan pengalaman teatrikal menjadi berbagai peran. Itu bukan hanya menyenangkan, tapi juga membentuk empati mereka terhadap alam dan sesama." ujar Rama
Mangrove, Penjaga Garis Pantai yang Terluka

Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sekitar 3,31 juta hektare hutan mangrove, menjadikannya negara dengan lahan mangrove terluas di dunia.
Namun, hampir 637 ribu hektare di antaranya dalam kondisi kritis, akibat konversi lahan, pembangunan pesisir, dan penebangan liar.
Padahal, mangrove memainkan peran vital: melindungi garis pantai dari abrasi, menyaring limbah, menjadi habitat satwa, dan menyerap emisi karbon dalam jumlah besar. Kerusakan hutan mangrove membawa dampak serius, mulai dari hilangnya habitat penting bagi berbagai jenis biota laut, berkurangnya perlindungan pantai dari abrasi, hingga menurunnya kemampuan hutan menyerap karbon — padahal mangrove termasuk penyerap karbon terbaik di dunia.
Untuk menjawab tantangan ini, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk merehabilitasi 600 ribu hektare hutan mangrove. Namun, laju deforestasi dan tekanan pembangunan di kawasan pesisir menjadi tantangan besar dalam realisasi target tersebut.
Pertunjukan ini diharapkan tidak sekadar menjadi dongeng yang menghibur, tapi menjadi seruan lembut namun tegas untuk membangun kesadaran bahwa menjaga alam Indonesia bukan hanya tugas aktivis lingkungan saja, tapi menjadi tanggung jawab semua lapisan masyarakat.
Artikel ini merupakan bagian dari inisiatif Lokal Asri yang berfokus pada lokalisasi nilai-nilai tujuan pembangunan berkelanjutan. Pelajari selengkapnya!
Lokal Asri
5 Gunung Berbalut Kisah Mistis di Balik Keindahan Alam Indonesia |
---|
Kemitraan Indonesia - PBB Diperbarui, Siap Dorong Agenda SDGs hingga 2030 |
---|
Penasihat Muda Sekjen PBB, Ada Tokoh Muda Perubahan Iklim Indonesia |
---|
Misteri Segitiga Bermuda Ada di Alam Indonesia? Perairan Masalembo Namanya! |
---|
6 Geopark Alam Indonesia yang Mendunia, Dapat Pengakuan dari UNESCO! |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.