Lokal Asri
5 Hewan Sakral Simbol Kehidupan di Alam Indonesia, Bukan Cuma Mitos!
Hewan-hewan sakral di Nusantara bukan hanya bagian dari cerita rakyat, tapi juga pengingat terhadap keberagaman alam Indonesia.
Penulis:
Muhammad Fitrah Habibullah
Editor:
Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Alam Indonesia dikenal sebagai salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati paling kaya di dunia. Tapi lebih dari itu, masyarakat kita punya tradisi panjang dalam memaknai hewan sebagai bagian dari kehidupan spiritual dan ekologis.
Di Sumatra ada harimau yang dianggap leluhur, di Kalimantan ada buaya penjaga sungai, hingga di Papua ada burung Cenderawasih yang disebut sebagai “burung surga.” Semua itu menunjukkan betapa eratnya hubungan manusia dengan alam sejak dulu.
Hewan Sakral Simbol Keseimbangan
Hewan sakral bisa dipahami sebagai hewan yang diyakini punya kekuatan lebih dan sering dikaitkan dengan roh leluhur atau simbol keseimbangan alam. Mereka biasanya muncul dalam legenda, seni, sampai ritual adat suku tertentu
Makna hewan sakral juga sebenarnya lebih dari sekadar mitos dan menjadi perantara masyarakat lokal dalam menanamkan pesan dan memberi pengingat.
Lalu, hewan apa saja sih yang menjadi simbol penjaga alam Indonesia? Yuk, kita telusuri bersama lima hewan sakral yang kisahnya hidup sampai hari ini.
Baca juga: Wow, 4 Destinasi Wisata Alam Indonesia Ini Pernah jadi Lokasi Syuting Film!
1. Harimau Sumatra Leluhur Penjaga Rimba
Di Sumatra, harimau sering disebut sebagai “datuk” atau nenek moyang. Ada kepercayaan bahwa roh leluhur bisa menjelma jadi harimau untuk menjaga hutan. Makanya, hewan ini enggak cuma dilihat sebagai predator, tapi juga sebagai penjaga alam Indonesia dari sifat manusia yang merusak.
Kisah ini menegaskan pesan ekologi sederhana, hutan punya penjaganya sendiri, dan kita sebagai manusia wajib menghormatinya.
2. Buaya Si Penjaga Sungai yang Terhormat

Bagi masyarakat di Kalimantan dan Sulawesi, buaya bukan sekadar reptil ganas. Ia diyakini sebagai makhluk yang memiliki keterhubungan dengan dunia roh, bahkan dipercaya mampu menghukum siapa pun yang melanggar adat.
Di balik kisahnya yang mistis, buaya nyatanya adalah hewan yang berumur panjang dan setia hanya dengan satu pasangan.
Tak heran, muncul banyak kisah tentang manusia yang mengaku bahwa buaya adalah anak, cucu, atau saudara kembarnya. Misalnya dalam La Galigo, naskah epik terpanjang di dunia, buaya digambarkan sebagai hewan yang disakralkan.
3. Burung Cenderawasih: Simbol Keindahan dan Keabadian

Di tanah Papua, burung cenderawasih bukan sekadar satwa endemik, melainkan simbol surga yang hadir di bumi.
Dalam tradisi lokal, cenderawasih yang dijuluki “Bird of Paradise” ini sering dipandang sebagai utusan dari alam gaib, tanda kesucian, sekaligus lambang kemakmuran.
Beberapa cerita rakyat menyebut bahwa bulu cenderawasih yang berkilau adalah titipan surga yang jatuh ke bumi, sehingga siapa pun yang memilikinya diyakini mendapat perlindungan dan keberuntungan.
Selain nilai mitologisnya, cenderawasih juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan Papua.
Baca juga: Unik! Ini Dia 4 Ritual yang Jadi Cara Menghormati Alam Indonesia
4. Kera Si Penjaga Hutan dan Pura

Di Bali, kera sering dipandang sebagai makhluk suci yang menjaga kawasan pura. Hutan tempat mereka tinggal dianggap sebagai ruang sakral yang tak boleh dirusak, karena di sanalah keseimbangan antara manusia, alam, dan dunia spiritual dijaga.
Contoh paling terkenal ada di Mandala Suci Wenara Wana, atau lebih dikenal sebagai Monkey Forest Ubud. Hutan ini menjadi rumah bagi ribuan monyet ekor panjang Bali. Bagi masyarakat setempat, monyet-monyet di sana sudah menjadi bagian dari tradisi dan kepercayaan yang menghubungkan tempat suci di sekitarnya dengan kekuatan alam.
Kehadiran kera di Bali menjadi pengingat bahwa hewan adalah bagian dari spiritualitas dan harmoni kehidupan.
Di tradisi Hindu, citra kera juga diperkuat oleh sosok Hanoman, simbol pelindung kebenaran dalam kisah Ramayana.
5. Penyu Katalis Penyeimbang Kehidupan Laut

Di pesisir Bali hingga Maluku, penyu dianggap sebagai hewan sakral yang membawa berkah. Siklus hidupnya yang selalu kembali ke pantai untuk bertelur dilihat sebagai lambang kesuburan dan kelangsungan hidup.
Masyarakat lokal biasanya melarang penangkapan penyu secara berlebihan karena penyu adalah pengingat untuk menjaga keseimbangan lautan.
Contoh nyata bisa dilihat Pantai Sukamade, Banyuwangi yang menjadi tempat persinggahan penyu bertelur sekaligus pusat konservasi. Pada tahun 2023, tercatat 1.061 penyu hijau dan penyu lekang bertelur di sana.
Sukamade juga membuktikan bahwa pariwisata tidak harus merusak. Dari perjalanan off-road menuju pantai hingga momen sakral menyaksikan penyu bertelur di malam hari, setiap langkah di sana menjadi pengalaman spiritual sekaligus pengingat kuat bahwa laut dan segala isinya bukan sekadar objek wisata, melainkan warisan kehidupan.
Baca juga: Pantai Sukamade, Surga Konservasi Penyu dengan Keindahan Alam Indonesia
Hewan Sakral, Pesan Ekologi dari Cerita Rakyat
Cerita tentang hewan sakral di Nusantara menyiratkan pesan ekologis yang masih relevan sampai sekarang, yaitu untuk jangan serakah, menjaga alam, dan mengingat kalau manusia bukan satu-satunya penguasa alam Indonesia.
Di tengah krisis lingkungan modern, cerita-cerita rakyat ini bisa jadi inspirasi dalam menjaga alam agar tidak dieksploitasi berlebihan. Alam adalah rumah bersama, dan hewan sakral adalah “penjaga” yang mengajarkan kita cara hidup lebih bijak.
Bersama Tribunnews dan Tribun Network, mari terus merawat kearifan Nusantara yang menjaga harmoni manusia dengan alam. Ingin eksplorasi lebih banyak tentang alam Indonesia dan cerita di baliknya? Temukan hanya di Lokal Asri!
Artikel ini merupakan bagian dari inisiatif Lokal Asri yang berfokus pada lokalisasi nilai-nilai tujuan pembangunan berkelanjutan. Pelajari selengkapnya!
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.