Senin, 6 Oktober 2025

Revisi UU Pemilu

Soal Pemilu Terpisah, Mahkamah Konstitusi: Rekayasa Konstitusional Tidak Melanggar Aturan

MK menyatakan ihwal pembentuk undang-undang memiliki keleluasaan untuk melakukan rekayasa konstitusional.

Tribunnews.com/Danang Triatmojo
UU PEMILU - Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono. Menurutnya, pembentuk undang-undang memiliki keleluasaan untuk melakukan rekayasa konstitusional. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menyatakan ihwal pembentuk undang-undang memiliki keleluasaan untuk melakukan rekayasa konstitusional.

Hal itu guna mewujudkan pemilu nasional dan lokal yang terpisah sebagaimana arah putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024

Ia menilai putusan MK telah memberikan tafsir yang jelas bahwa pemilu paling konstitusional adalah yang diselenggarakan secara terpisah antara tingkat nasional dan daerah.

Oleh sebab itu, segala bentuk pengaturan transisi, termasuk kemungkinan perpanjangan masa jabatan secara terbatas, dapat dirancang selama tetap mengarah pada pemilu yang terpisah.

“Menurut saya, pembentuk undang-undang diberikan keluasan oleh MK untuk melakukan rekayasa konstitusional untuk memastikan apa yang disebut-sebut sebagai pemisahan pemilu nasional dan lokal itu tadi kan," kata Fajar dalam diskusi daring, Kamis (10/7/20245).

"Terserah, sepanjang itu pilihannya berorientasi pada pemisahan pemilu itu tadi, maka itulah rekayasa konstitusional, bagi saya ya rumuskan saja, itu di dalam ketentuan transisional-ketentuan transisional yang nanti akan dibentuk,” sambungnya.

Ia menambahkan, praktik perpanjangan masa jabatan bukan hal baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.

Misalnya, anggota DPR hasil Pemilu 1971 menjabat selama enam tahun hingga 1977.

Begitu pula anggota DPR hasil Pemilu 1997 yang masa jabatannya dipotong karena reformasi pada 1999.

Menurutnya, segala bentuk pengaturan transisi nantinya tetap bisa diuji kembali oleh Mahkamah Konstitusi untuk menilai apakah sesuai dengan prinsip konstitusional atau tidak.

Baca juga: MK Tegaskan Pemilu Terpisah 2029 Paling Konstitusional

"Anggota DPR, tahun 1971, itu enggak lima tahun, ya enam tahun, karena pemilu berikutnya itu di Mei 1977, gitu kan. Begitu juga dengan misalnya anggota DPR pemilihan umum tahun 1997, dia mestinya sampai 2000, berapa? 2002, ya," pungkas Fajar.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved