Rabu, 1 Oktober 2025

Pramono dan Dedi Mulyadi Saling Sindir: Bandung Kota Termacet hingga Banjir Kiriman dari Bogor 

Momen saling sindir hingga panas antara Pramono dan Dedi Mulyadi soal Bandung kota termacet hingga banjir kiriman dari Bogor. 

Tribun Bekasi dan Tribun Jakarta
SALING SINDIR - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (kiri) dan Gubernur Jakarta Pramono Anung (kanan). Momen saling sindir hingga panas antara Pramono dan Dedi Mulyadi soal Bandung kota termacet hingga banjir kiriman dari Bogor.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi saling sindir terjadi antara Gubernur Jakarta Pramono Anung dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Tepatnya saat rapat koordinasi pemberantasan korupsi pasca-pelantikan kepala daerah wilayah Jakarta, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatra Selatan, Banten, dan Jawa Barat di Ancol, Jakarta Utara, Kamis (10/7/2025). 

Baik Pramono maupun Dedi Mulyadi saling sindir soal masalah klasik yakni banjir dan macet yang memang tak mudah diatasi. 

 

Pramono Sindir Bandung Kota Termacet di Indonesia

Dengan gaya bercanda, Pramono menyebut Kota Bandung yang kini menempati peringkat pertama sebagai kota termacet di Indonesia. 

“Jakarta yang biasanya ranking satu di Indonesia dan selalu kota termacet 10 besar di dunia, boleh dibuka, sekarang nomor satunya Bandung. Mumpung Pak Gubernur Jawa Baratnya belum ada,” ucap Pramono.

Baca juga: Walkot Bandung Tak Ikuti Kata Dedi Mulyadi soal Teras Cihampelas, DPRD: Bukannya Suka Tidak Suka

Berdasarkan data TomTom Traffic Index, Bandung kini berada di posisi teratas kota termacet di Indonesia, disusul Medan, Palembang, dan Surabaya. 

Sementara Jakarta yang dulunya langganan puncak, kini turun ke posisi kelima. 

Secara global pun, Jakarta turun ke peringkat ke-90. 

“Nomor satunya Bandung, nomor duanya Medan, nomor tiga Palembang, nomor empat Surabaya, Jakarta nomor lima. Dan di dunia sekarang Jakarta nomornya adalah 90,” kata dia dikutip dari Kompas.com. 

Menurut Pramono, turunnya tingkat kemacetan di Jakarta tak lepas dari kebijakan mendorong penggunaan transportasi publik, salah satunya dengan mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Provinsi Jakarta menggunakan transportasi umum setiap hari Rabu. 

“Jumlah penumpang (transportasi umum) naik menjadi sekitar 120.000. Artinya apa? ASN-nya naik (transportasi umum) keluarganya juga ikut naik. Jadi kalau ke Jakarta hari Rabu, pasti kemacetannya berkurang banyak,” ujarnya. 

Baca juga: APBD Jakarta Bikin Ngiler, Pramono Lindungi Diri agar Tak Tersangkut Korupsi: Banyak Godaan

Selain itu, perluasan jaringan Transjabodetabek yang kini menjangkau wilayah penyangga seperti Bogor, Depok, dan Bekasi disebut memengaruhi kondisi lalu lintas di Jakarta

“Orang membayar pagi hari sebelum jam 07.00 hanya Rp 2.000, setelah jam 07.00 Rp 3.500. Kenapa Jakarta memaksakan ini? Untuk mengubah karakter orang dari kebiasaan pakai kendaraan pribadi menjadi mau naik transportasi umum,” tegasnya. 

 

Dedi Mulyadi Balas Sindiran Pramono dengan Banjir Kiriman dari Bogor

Tak mau kalah, dalam acara yang sama, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menanggapi anggapan soal banjir yang kerap disebut sebagai “kiriman dari Bogor”. 

Menurutnya, banjir di Jakarta bukan semata soal kiriman air dari wilayah hulu, melainkan akibat persoalan lingkungan yang kompleks. 

“Enggak ada banjir kiriman dari Bogor. Air itu mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah, itu aspek siklus alam,” kata Dedi.  

Namun, ia mengakui bahwa perubahan tata ruang di wilayah hulu seperti Bogor memang turut memengaruhi kondisi lingkungan. 

Dedi bahkan menyentil bahwa banyak pelaku di balik alih fungsi lahan bukan berasal dari wilayah setempat. 

“Kalau mau kita jujur, perubahan alih fungsi lahan dan tata ruang di Bogor juga kan para pengusahanya dari mana. Gitu lho,” ujarnya. 

Bendungan Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat dalam pengerjaan
Bendungan Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat dalam pengerjaan (Kementerian PUPR)

Terkait keberadaan Bendungan Ciawi yang dibangun sebagai infrastruktur pengendali banjir Jakarta, Dedi menyebut fungsinya hanya bersifat sementara menahan air. 

Oleh karena itu, upaya penataan wilayah hilir dinilai menjadi langkah penting berikutnya. 

“Bendungan Ciawi itu kan merupakan bendungan yang airnya mampir, terus kan jalan. Itu kan diperlukan langkah-langkah hilirisasinya. Hilirnya harus segera ditata,” tegas Dedi. 

Ia menilai banjir akan tetap menjadi ancaman selama kondisi sungai tidak ditangani secara menyeluruh. 

“Selama sungainya masih dangkal, selama sungainya masih sempit, selama rawa-rawa terus diuruk untuk pembangunan, banjir pasti akan terus terjadi,” katanya. 

Pemprov Jabar, lanjut Dedi, tengah melakukan berbagai upaya pemulihan lingkungan, termasuk revisi tata ruang dan pembongkaran bangunan yang berdiri di atas daerah aliran sungai (DAS). 

Ia menegaskan bahwa pemulihan lingkungan membutuhkan biaya besar dan kerja sama lintas sektor. 

“Recovery lingkungan itu lebih mahal dari pembangunan. Nah tentunya tidak bisa jalan sendiri, harus semua orang bekerja sama untuk concern menyelesaikan lingkungan,” kata Dedi

 

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Depan Kepala Daerah, Pramono dan Dedi Mulyadi Saling Sindir Soal Macet dan Banjir

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved