Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
Kala Pleidoi Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto Ada Kesamaan: Soroti Hukum Jadi Alat Kekuasaan
Pleidoi yang dibacakan Tom Lembong dan Hasto memiliki kesamaan yaitu sama-sama menyoroti dugaan hukum dijadikan alat oleh kekuasaan.
Menurutnya, penegakan hukum di Indonesia saat ini tidak sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa yang menginginkan agar seluruh rakyat sama di mata hukum.
"Apapun agamanya, apapun haluan politiknya, dan apapun kelas sosialnya, semua manusia diperlakukan setara karena itulah hakikat hukum yang merdeka, yaitu membebaskan bukan menaklukan. Dan hari ini, yang terjadi justru sebaliknya," tegasnya.
Amir mengatakan orang lain tinggal menunggu nasibnya seperti Tom Lembong yang menurutnya diproses hukum tanpa adanya bukti.
Menurutnya, jika praktik penegakan hukum semacam ini terus dilakukan, maka akan menggerogoti martabat bangsa Indonesia.
"Inilah bahaya yang tidak kasat mata, tapi amat nyata yaitu pembusukan sistemik terhadap keadilan yang pelan-pelan tapi pasti menggerogoti sendi moral bangsa."
"Dan saat keadilan mati secara sunyi di ruang-ruang peradilan, maka sebenarnya yang terkubur bukan hanya seorang manusia, tetapi martabat dan peradaban sebuah bangsa yang sebelumnya diperjuangkan dengan darah dan air mata para pendiri bangsa ini," tuturnya.
Hasto Anggap Hukum Jadi Alat Penjajahan Baru, Dilakukan oleh Kekuasaan

Hasto mengungkapkan hukum di Indonesia tak lagi menjadi alat keadilan, melainkan berubah menjadi bentuk "penjajahan baru" karena dicemari campur tangan kekuasaan.
Ia menyebut tuntutan jaksa terhadap dirinya lebih berat dibandingkan pidana pokok dalam perkara suap Harun Masiku yang justru tidak cukup bukti.
"Terhadap tuntutan 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta, sungguh terasa sangat tidak adil."
"Hukum menjadi bentuk penjajahan baru karena campur tangan kekuasaan. Bagaimana mungkin terhadap tindakan obstruction of justice yang tidak terbukti, beban pidananya melebihi persoalan pokok berupa delik penyuapan?" kata Hasto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Hasto juga mengatakan kasus yang menjeratnya adalah bentuk daur ulang dari sikap politiknya yang dimulai dari penolakan terhadap Timnas Israel dalam Piala U-17.
Ia pun mengeklaim proses ini dipengaruhi kepentingan politik kekuasaan terkait dengan Pemilu 2024.
Sikap politik itu, kata Hasto, menjadi alat untuk mengintimdasi dirinya.
"Sementara saya menerima kriminalisasi utuh yang salah satunya disebabkan oleh penolakan terhadap Israel, menjadikan proses gerak ulang tasus ini sebagai konsekuensi atas sikap politik yang saya ambil," kata Hasto.
Ia pun secara terbuka meminta majelis hakim untuk menyatakan dirinya bebas murni dari segala dakwaan (verkapte vrijspraak) atau setidaknya lepas dari tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging).
"Memerintahkan penuntut umum untuk mengeluarkan terdakwa dari Rumah Tahanan KPK setelah putusan ini dibacakan, serta memulihkan nama baik dan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya seperti semula," sambungnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.