Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
Kala Pleidoi Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto Ada Kesamaan: Soroti Hukum Jadi Alat Kekuasaan
Pleidoi yang dibacakan Tom Lembong dan Hasto memiliki kesamaan yaitu sama-sama menyoroti dugaan hukum dijadikan alat oleh kekuasaan.
TRIBUNNEWS.COM - Ada kesamaan terkait nota pembelaan atau pleidoi yang dibacakan oleh dua terdakwa kasus tindak pidana korupsi yaitu mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto.
Tom dan Hasto sama-sama menyoroti soal hukum yang dijadikan alat oleh kekuasaan.
Tom Lembong merupakan terdakwa perkara dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2016, sedangkan Hasto adalah terdakwa perkara suap dan perintangan penyidikan terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024, Harun Masiku.
Pada pleidoi Tom Lembong, dia menganggap hukum di Indonesia seperti monster yang digunakan kekuasaan untuk menghancurkan orang yang berbeda pandangan.
Sementara, Hasto menilai hukum saat ini dijadikan alat penjajahan baru karena adanya intervensi dari kekuasaan.
Ia pun meminta agar hakim membebaskan dirinya dari segala dakwaan yang menurutnya tidak pernah terbukti selama pembuktian di persidangan.
Pleidoi Tom Lembong: Hukum Tak Ubahnya Monster, Menakutkan bagi yang Beda Haluan dengan Kekuasaan

Kuasa hukum Tom, Ari Yusuf Amir, mengatakan dijadikannya Tom Lembong sebagai terdakwa adalah bentuk pemberangusan oleh aparat penegak hukum.
"Kami berdiri semata-mata bukan untuk membela terdakwa yang saat ini dituduh melakukan tindak pidana korupsi importasi gula tanpa bukti."
"Namun untuk membela nurani keadilan yang diberangus oleh aparatnya sendiri. Di gedung yang semestinya menjadi rumah bagi keadilan tetapi kini berpotensi menjadi rumah penjagalan hukum," kata Amir saat sidang pembacaan pleidoi pada Rabu (9/7/2025) di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dia menilai keadilan terhadap Tom Lembong sudah diberangus atas nama hukum.
Selain itu, Amir juga menganggap saat ini, dijeratnya Tom dalam kasus korupsi impor gula menjadi wujud hukum digunakan untuk kepentingan kekuasaan.
Dia mengatakan dalam kondisi semacam ini, hukum layaknya seperti monster yang digunakan kekuasaan untuk menghancurkan pihak yang berbeda pandangan.
"Inilah ironi yang menyayat nurani, ketika keadilan diberangus atas nama hukum, maka hukum kehilangan titahnya sebagai penjaga moralitas dan berubah menjadi mesin kekuasaan yang menghancurkan."
"Dalam situasi seperti ini, hukum tak ubahnya monster yang menakutkan bagi siapapun yang berbeda haluan dengan kekuasaan. Ia menghukum bukan karena salah, melainkan karena berbeda. Maka yang adil bukan keadilan tetapi tirani yang secara formal, namun cacat secara moral," katanya.
Baca juga: Anies Baswedan Ingatkan Hakim, Sidang Tom Lembong Disorot Media Internasional
Amir mengatakan, jika para pendiri bangsa atau founding fathers melihat realita hukum di Indonesia saat ini, maka akan miris karena praktek penegakan hukum justru membuat rakyat ketakutan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.