Selasa, 7 Oktober 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Kala Pleidoi Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto Ada Kesamaan: Soroti Hukum Jadi Alat Kekuasaan

Pleidoi yang dibacakan Tom Lembong dan Hasto memiliki kesamaan yaitu sama-sama menyoroti dugaan hukum dijadikan alat oleh kekuasaan.

Kolase Tribunnews.com
PLEIDOI SOROTI HUKUM - Pleidoi yang dibacakan Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto memiliki kesamaan yaitu menyoroti soal hukum yang saat ini digunakan sebagai alat oleh kekuasaan. Adapun Tom menganggap hukum di Indonesia seperti monster. Sementara, Hasto menilai hukum menjadi alat penjajahan baru di mana ada campur tangan kekuasaan dalam penegakannya. 

TRIBUNNEWS.COM - Ada kesamaan terkait nota pembelaan atau pleidoi yang dibacakan oleh dua terdakwa kasus tindak pidana korupsi yaitu mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto.

Tom dan Hasto sama-sama menyoroti soal hukum yang dijadikan alat oleh kekuasaan.

Tom Lembong merupakan terdakwa perkara dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2016, sedangkan Hasto adalah terdakwa perkara suap dan perintangan penyidikan terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024, Harun Masiku.

Pada pleidoi Tom Lembong, dia menganggap hukum di Indonesia seperti monster yang digunakan kekuasaan untuk menghancurkan orang yang berbeda pandangan.

Sementara, Hasto menilai hukum saat ini dijadikan alat penjajahan baru karena adanya intervensi dari kekuasaan.

Ia pun meminta agar hakim membebaskan dirinya dari segala dakwaan yang menurutnya tidak pernah terbukti selama pembuktian di persidangan.

Pleidoi Tom Lembong: Hukum Tak Ubahnya Monster, Menakutkan bagi yang Beda Haluan dengan Kekuasaan

SIDANG TOM LEMBONG - Terdakwa terduga korupsi impor gula eks Mendag Tom Lembong akan menjalani sidang di  PN Tipikor Jakarta pada Rabu (9/7/2025) beragendakan pledoi dari terdakwa Tok Lembong.
SIDANG TOM LEMBONG - Terdakwa terduga korupsi impor gula eks Mendag Tom Lembong akan menjalani sidang di PN Tipikor Jakarta pada Rabu (9/7/2025) beragendakan pleidoi dari terdakwa Tok Lembong. (Tribunnews.com/Rahmat Fajar Nugraha)

Kuasa hukum Tom, Ari Yusuf Amir, mengatakan dijadikannya Tom Lembong sebagai terdakwa adalah bentuk pemberangusan oleh aparat penegak hukum.

"Kami berdiri semata-mata bukan untuk membela terdakwa yang saat ini dituduh melakukan tindak pidana korupsi importasi gula tanpa bukti."

"Namun untuk membela nurani keadilan yang diberangus oleh aparatnya sendiri. Di gedung yang semestinya menjadi rumah bagi keadilan tetapi kini berpotensi menjadi rumah penjagalan hukum," kata Amir saat sidang pembacaan pleidoi pada Rabu (9/7/2025) di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Dia menilai keadilan terhadap Tom Lembong sudah diberangus atas nama hukum.

Selain itu, Amir juga menganggap saat ini, dijeratnya Tom dalam kasus korupsi impor gula menjadi wujud hukum digunakan untuk kepentingan kekuasaan.

Dia mengatakan dalam kondisi semacam ini, hukum layaknya seperti monster yang digunakan kekuasaan untuk menghancurkan pihak yang berbeda pandangan.

"Inilah ironi yang menyayat nurani, ketika keadilan diberangus atas nama hukum, maka hukum kehilangan titahnya sebagai penjaga moralitas dan berubah menjadi mesin kekuasaan yang menghancurkan."

"Dalam situasi seperti ini, hukum tak ubahnya monster yang menakutkan bagi siapapun yang berbeda haluan dengan kekuasaan. Ia menghukum bukan karena salah, melainkan karena berbeda. Maka yang adil bukan keadilan tetapi tirani yang secara formal, namun cacat secara moral," katanya.

Baca juga: Anies Baswedan Ingatkan Hakim, Sidang Tom Lembong Disorot Media Internasional 

Amir mengatakan, jika para pendiri bangsa atau founding fathers melihat realita hukum di Indonesia saat ini, maka akan miris karena praktek penegakan hukum justru membuat rakyat ketakutan.

Menurutnya, penegakan hukum di Indonesia saat ini tidak sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa yang menginginkan agar seluruh rakyat sama di mata hukum.

"Apapun agamanya, apapun haluan politiknya, dan apapun kelas sosialnya, semua manusia diperlakukan setara karena itulah hakikat hukum yang merdeka, yaitu membebaskan bukan menaklukan. Dan hari ini, yang terjadi justru sebaliknya," tegasnya.

Amir mengatakan orang lain tinggal menunggu nasibnya seperti Tom Lembong yang menurutnya diproses hukum tanpa adanya bukti.

Menurutnya, jika praktik penegakan hukum semacam ini terus dilakukan, maka akan menggerogoti martabat bangsa Indonesia.

"Inilah bahaya yang tidak kasat mata, tapi amat nyata yaitu pembusukan sistemik terhadap keadilan yang pelan-pelan tapi pasti menggerogoti sendi moral bangsa."

"Dan saat keadilan mati secara sunyi di ruang-ruang peradilan, maka sebenarnya yang terkubur bukan hanya seorang manusia, tetapi martabat dan peradaban sebuah bangsa yang sebelumnya diperjuangkan dengan darah dan air mata para pendiri bangsa ini," tuturnya.

Hasto Anggap Hukum Jadi Alat Penjajahan Baru, Dilakukan oleh Kekuasaan

PLEIDOI HASTO KRISTIYANYO - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjalani sidang pleidoi atau pembacaan nota pembelaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat), pada hari ini Kamis (10/7/2025). Ia pun memamerkan buku pleidoi yang akan ia bacakan dalam sidang.
PLEIDOI HASTO KRISTIYANYO - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjalani sidang pleidoi atau pembacaan nota pembelaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat), pada hari ini Kamis (10/7/2025). Ia pun memamerkan buku pleidoi yang akan ia bacakan dalam sidang. (Kolase Tribunnews)

Hasto mengungkapkan hukum di Indonesia tak lagi menjadi alat keadilan, melainkan berubah menjadi bentuk "penjajahan baru" karena dicemari campur tangan kekuasaan.

Ia menyebut tuntutan jaksa terhadap dirinya lebih berat dibandingkan pidana pokok dalam perkara suap Harun Masiku yang justru tidak cukup bukti.

"Terhadap tuntutan 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta, sungguh terasa sangat tidak adil."

"Hukum menjadi bentuk penjajahan baru karena campur tangan kekuasaan. Bagaimana mungkin terhadap tindakan obstruction of justice yang tidak terbukti, beban pidananya melebihi persoalan pokok berupa delik penyuapan?" kata Hasto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

Hasto juga mengatakan kasus yang menjeratnya adalah bentuk daur ulang dari sikap politiknya yang dimulai dari penolakan terhadap Timnas Israel dalam Piala U-17.

Ia pun mengeklaim proses ini dipengaruhi kepentingan politik kekuasaan terkait dengan Pemilu 2024.

Sikap politik itu, kata Hasto, menjadi alat untuk mengintimdasi dirinya.

"Sementara saya menerima kriminalisasi utuh yang salah satunya disebabkan oleh penolakan terhadap  Israel, menjadikan proses gerak ulang tasus ini sebagai konsekuensi atas sikap politik yang saya ambil," kata Hasto. 

Ia pun secara terbuka meminta majelis hakim untuk menyatakan dirinya bebas murni dari segala dakwaan (verkapte vrijspraak) atau setidaknya lepas dari tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging).

"Memerintahkan penuntut umum untuk mengeluarkan terdakwa dari Rumah Tahanan KPK setelah putusan ini dibacakan, serta memulihkan nama baik dan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya seperti semula," sambungnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved