Senin, 6 Oktober 2025

Cerita Pasukan Zeni Garuda TNI Dipanggil Papa Indo oleh Anak-anak Korban Konflik di Kongo

Kongo menjadi negara tujuan pasukan pemeliharaan PBB di antaranya karena konflik antarkelompok milisi bersenjata yang ada di sana.

Penulis: Gita Irawan
Tribunnews.com/Gita
PASUKAN GARUDA - Dansatgas Kizi TNI Kontingen Garuda XX-U MONUSCO Kongo Letkol (Czi) Dili Eko Setyawan usai upacara penyambutan sebanyak 173 personel Satgas Kizi TNI Kontingen Garuda XX-U MONUSCO Kongo Tahun 2024 di Lapangan PRIMA, Mabes TNI, Cilangkap Jakarta Timur pada Kamis (10/7/2025). Eko menceritakan pengalaman uniknya saat bertugas selama 14 bulan di daerah misi di Kongo. (Gita Irawan/Tribunnews.com). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Republik Demokratik Kongo telah menjadi negara tujuan misi pasukan pemeliharaan perdamaian PBB khususnya Kontingen Garuda Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Ratusan prajurit TNI dari berbagai satuan silih berganti ditugaskan setiap tahunnya dalam misi Monusco PBB tersebut.

Republik Demokratik Kongo sendiri menjadi negara tujuan pasukan pemeliharaan PBB di antaranya karena konflik antarkelompok milisi bersenjata yang ada di sana.

Kondisi tersebut pun menyebabkan sebagian warganya harus mengungsi atau hidup dalam bayang-bayang konflik bersenjata.

Dansatgas Kizi TNI Kontingen Garuda XX-U MONUSCO Kongo Letkol (Czi) Dili Eko Setyawan yang baru pulang dari misi tersebut bersama pasukannya menceritakan pengalaman yang unik baginya.

Satu di antaranya, adalah ketika dirinya dan pasukan perdamaian TNI yang bertugas di sana mendapat sebutan Papa Indo oleh anak-anak korban konflik di Kongo.

Hal itu diungkapnya usai upacara penyambutan sebanyak 173 personel Satgas Kizi TNI Kontingen Garuda XX-U MONUSCO Kongo Tahun 2024 di Lapangan PRIMA, Mabes TNI, Cilangkap Jakarta Timur pada Kamis (10/7/2025).

"Jadi memang di sana banyak sekali korban konflik itu anak kecil. Jadi apabila kita datang ke sana itu mereka selalu datang beramai-ramai, kemudian langsung menyebut Papa Indo, Papa Indo," ucapnya.

"Jadi itu sebutan mereka kepada kita dan teman-teman kita karena biasanya kita sering membawa makanan kecil, biskuit dan sebagainya yang membuat mereka senang dengan kehadiran kita," lanjut dia.

Baca juga: Hotel 3 Lantai Runtuh di Kongo, Tewaskan 2 Orang, Pasukan Garuda TNI Turun Evakuasi Korban

Selain itu, ia menceritakan warga di daerah misi di Kongo sebagian besar menggunakan bahasa Prancis dan bahasa Swahili.

Karena itu, sedikit banyak ia dan pasukannya juga belajar untuk percakapan sehari-hari menggunakan bahasa Prancis dan bahasa Swahili meskipun ada penerjemah dari warga setempat.

"Sehingga hal tersebut juga membuat seperti ice breaking buat mereka. Pada saat kita bertemu, kita sudah menggunakan bahasa mereka, mereka sudah langsung komunikatif," kata dia.

Ia mengatakan dirinya dan pasukan bertugas di daerah misi di Kongo selama kurang lebih 14 bulan.

Selama itu, mereka melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung misi kemanusiaan PBB di antaranya kami memperbaiki berbagai akses jalan untuk menghubungkan wilayah-wilayah terisolir, membantu mendistribusikan bantuan kemanusiaan, memberikan bantuan pengamanan, menjaga keberlangsungan operasional bandara, hingga membangun lapangan sepak bola.

Ia menjelaskan selama menjalankan berbagai misi tersebut di sana, tidak ada gangguan yang berarti dari kelompok milisi setempat terhadap mereka.

"Untuk benturan langsung dengan milisi, jadi memang kita sifatnya hanya diganggu sama mereka pada saat kita di kamp. Jadi mereka mengganggu di luar kamp sehingga kami harus bersiaga," kata dia.

"Selanjutnya apabila ada gangguan tersebut, yang mengatasi gangguan itu ada kontingen lain yang dari pasukan QRF atau Quick Reaction Force, kalau kami sebagai pasukan support engineering," pungkasnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved