UU Pemilu
APKASI Tampung Aspirasi Daerah, Tanggapi Putusan MK Soal Pemilu Terpisah
APKASI menggelar diskusi terbuka untuk menyerap aspirasi daerah sebelum menentukan sikap terhadap putusan MK soal pemisahan pemilu
Penulis:
Choirul Arifin
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) menggelar diskusi terbuka untuk menyerap aspirasi daerah sebelum menentukan sikap terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilihan nasional dan pemilihan daerah, Rabu (2/7/2025).
Ketua Umum APKASI Bursah Zarnubi mengatakan, organisasinya akan menampung masukan-masukan dari daerah, khususnya para bupati sebelum mengambil sikap.
“Diskusi ini jadi salah satu cara kami menampung aspirasi sebelum kami mengambil sikap dan keputusan,” ungkap Bupati Lahat ini saat membuka diskusi yang didampingi Sekjen APKASI Joune Ganda.
Seperti diketahui, pada 26 Juni 2025 MK membacakan Putusan No 135/PUU-XXII/2024.
Isinya, mulai 2029 penyelenggaraan pemilihan umum serentak yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden (Pemilu Nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota (Pemilu Daerah atau Lokal).
Artinya, Pemilu serentak yang digelar 2024 dan baru pertama kalinya digelar yaitu pemilu lima kotak, akan berubah lagi mulai 2029, dan dibedakan menjadi Pemilihan Nasional dan Pemilihan Daerah/Lokal.
Diskusi ini diikuti sekitar 160 peserta terdiri dari bupati dan puluhan pimpinan dan anggota DPRD dari asosiasi DPRD Kabupaten (ADKASI).
APKASI juga mengundang narasumber dari pakar ilmu pemerintahan yaitu Prof Ramlan Surbakti dan pemerhati pemilu Titi Angraini. APKASI juga meminta pandangan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin.
Zulfikar Arse Sadikin mengatakan DPR menghormati keputusan MK karena keputusan MK final dan mengikat.
"Kami tentu akan merespons sesuai dengan ketentuan dan mekanisme yang ada. Karena itu, rancangan undang undang pemilu yang sudah masuk Prolegnas prioritas menjadi begitu penting," paparnya.
Soal jabatan bupati/walikota dan DPRD kemungkinan akan diperpanjang, ia menyampaikan jabatan kepala daerah atau DPRD sesuai dengan putusan MK adalah 5 tahun. Artinya, bila diperpanjang akan menyalahi aturan.
“Setelah 2029, kepala daerah (gubernur, bupati/walikota) akan diisi penjabat kepala daerah. Sedangkan DPRD akan ada kekosongan."
"Kekosongan DPRD ini tidak terlalu masalah bagi daerah karena dulu banyak DOB (daerah otonomi baru) bertahun-tahun tidak memiliki DPRD dan tidak ada masalah karena masih ada Kemendagri untuk pengawasan,” terangnya.
Dalam pandangan pakar ilmu pemerintahan Prof Ramlan Surbakti dan pemerhati pemilu Titi Angraini, pilihan logis yakni memperpanjang masa jabatan kepala daerah dan DPRD. Salah satu alasannya untuk memastikan kontuinitas pembangunan daerah.
"Penekanan perpanjangan DPRD dan kepala daerah sebagai konsekuensi putusan MK ini adalah pilihan konsisten. Penunjukan Pj Kepala Daerah, selain bermasalah, menganggu jalannya pemerintahan," kata Ramlan.
UU Pemilu
Usulkan Pilkada Dipilih DPRD Provinsi, Cak Imin Bantah Disebut Ingin Menyenangkan Prabowo |
---|
Gugat Ambang Batas Parlemen ke MK, Partai Buruh Bawa Data Jutaan Suara Terbuang |
---|
Wacana Evaluasi Pilkada, Model Asimetris Diusulkan Untuk Efisiensi dan Hindari Konflik Horisontal |
---|
Arteria Dahlan Usul Seluruh Hakim MK Dilaporkan ke Polisi Buntut Hapus Pemilu Serentak |
---|
Mahfud MD Sebut Putusan MK yang Berujung Perpanjangan Masa Jabatan DPRD Inkonstitusional, Tapi Final |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.