Senin, 6 Oktober 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

5 Poin Pembelaan Hasto Terkait Kasus Suap: Singgung Peradilan Politik, Bantah Dekat dengan Masiku

Sebelum masuk pada sidang tuntutan, Hasto Kristiyanto sempat menyampaikan pernyataan-pernyataan pembelaan dalam persidangan sebelumnya.

Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
SIDANG TUNTUTAN - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto saat tiba di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2025). Hasto akan mendengarkan surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang hari ini. Berikut ini Tribunnews.com rangkum 5 pembelaan Hasto Kristiyanto. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjalani sidang pembacaan tuntutan dalam sidang dugaan suap Harun Masiku dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada hari ini, Kamis (3/7/2025).

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Yunarwanto mengungkapkan, surat tuntutan Hasto Kristiyanto berjumlah 1.300 halaman. 

Baca juga: Surat Tuntutan Hasto Kristiyanto Setebal 1.300 Halaman, Ada Foto Sekjen PDIP di Halaman Depan

Sebelum masuk pada sidang tuntutan, Hasto Kristiyanto sempat menyampaikan pernyataan-pernyataan pembelaan dalam persidangan sebelumnya.

Berikut ini Tribunnews.com rangkum 5 pembelaan Hasto Kristiyanto.

Baca juga: Hasto Kristiyanto Topang Dagu Saat Mendengarkan Tuntutan Jaksa KPK Setebal 1.300 Halaman

1. Peradilan Politik

Hasto Krisyiyanto menegaskan jika persidangan yang menjerat dirinya merupakan sidang yang dipaksakan oleh penyidik dan Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bahkan, Hasto menyebut rangkaian perkara yang dihadapinya saat ini merupakan pengadilan politik.

Hal itu disampaikan Hasto Kristiyanto melalui surat yang dibacakan oleh Jubir PDIP Guntur Romli di sela-sela persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

Hasto menjelaskan, persidangan dirinya yang dipaksakan berdasarkan keterangan yang diberikan oleh eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan eks Ketua KPU Arief Budiman pada pekan lalu, dinyatakan bahwa keputusan sudah berkekuatan hukum tetap pada tahun 2020.

Dimana, uang suap yang berikan kepada Wahyu Setiawan dan eks Komisioner Bawaslu Agustiani Tio Fridelina berasal dari Harun Masiku.

“Jika dilihat di pertimbangan majelis hakim Putusan pengadilan nomor 18 Pidsus/TPK/2020/PN Jakarta Pusat dinyatakan dalam pertimbangan hakim, halaman 130, menimbang bahwa dana operasional tahap pertama tersebut berasal dari Harun Masiku,” kata Hasto lewat surat yang dibacakan Guntur Romli.

“Ini sudah ada di keputusan pengadilan tahun 2020 yang diterima saudara Saiful Bahri terdakwa pada waktu itu, saat itu secara bertahap (pemberian suap).”

“Jadi keputusan ini sudah ada pada persidangan tahun 2020 bahwa uang operasional atau uang suap baik Rp 400 juta atau Rp 850 juta itu semuanya berasal dari Harun Masiku dan itu juga dikuatkan oleh kesaksian Wahyu Setiawan pada persidangan minggu yang lalu,” terangnya.

Sehingga, kata Hasto, keputusan pengadilan yang sudah inkrah nyata-nyata tidak ada keterlibatannya.

“Jadi hal tersebut membuktikan bahwa ini adalah pengadilan politik,” jelasnya.

Hasto juga meyakini, bahwa keadilan akan ditegakkan dalam persidangan dirinya.

Bahkan, dia menyebut persidangan dirinya merupakan momentum untuk menunjukan lembaga peradilan memiliki wibawa dan mandiri dalam memutus sesuatu perkara.

“Inilah momentum untuk menunjukkan lembaga peradilan yang berwibawa mandiri dan menjadi rumah bagi bekerjanya kebenaran dan keadilan,” tandas Hasto.

Baca juga: Hasto Kristiyanto Pernah Punya Utang Rp96 Juta, Ini Harta Kekayaan Terdakwa Suap PAW Harun Masiku

2. KPK Melanggar HAM

Dalam eksepsinya Hasto menyebut soal penyidikan KPK yang dilakukan dalam kasusnya ini telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal ini dikarenakan penyidik KPK telah melakukan operasi 5M kepada Hasto dan saksi-saksi yang ikut diperiksa dalam kasus ini.

5M ini yakni, menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan memeriksa tanpa surat panggilan.

Hasto menilai ini adalah bentuk pelanggaran HAM yang serius dalam prinsip hukum yang adil.

"Proses penyidikan yang dilakukan KPK terhadap saya dan saksi-saksi jelas melanggar HAM. Penyidik KPK melakukan operasi 5M."

“Menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan memeriksa tanpa surat panggilan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip hukum yang adil," kata Hasto ketika membacakan eksepsi dalam sidang hari ini, Jumat (21/3/2025).

Hasto kemudian menyinggung soal penyidik KPK Rossa Purbo Bekti telah melakukan operasi 5M terhadap stafnya, Kusnadi.

"Pada tanggal 10 Juni 2024, saya diperiksa KPK. Namun, pemeriksaan saya hanya sebagai kedok. Tujuannya sebenarnya adalah untuk merampas paksa barang-barang milik Kusnadi yang dilakukan secara melawan hukum," ungkap Hasto.

Saat itu Hasto menyebut Kusnadi didatangi oleh penyidik KPK yang menyamar dan mengintimidasi stafnya itu.

"Penyidik KPK menyamar, membohongi, dan mengintimidasi Kusnadi. Barang-barang milik Kusnadi dan DPP Partai, termasuk telepon genggam dan buku catatan rapat partai, dirampas tanpa surat panggilan yang sah," terangnya.

Atas tindakan tersebut, Hasto menilai penyidik KPK telah melanggar prinsip penghormatan terhadap HAM yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK

"KPK di dalam menjalankan tugasnya harus berasaskan pada penghormatan terhadap HAM. Namun, dalam praktiknya, KPK justru melakukan pelanggaran HAM yang serius," tegas Hasto.

Hasto lantas mengutip Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh perlakuan yang adil dalam hukum.

"Proses penyidikan yang intimidatif dan melawan hukum ini jelas melanggar hak konstitusional saya dan Kusnadi sebagai saksi," imbuh Hasto.

Untuk itu Hasto meminta kepada majelis hakim untuk menolak bukti-bukti yang diperoleh melalui operasi 5M. 

"Saya memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menolak bukti-bukti yang diperoleh secara melawan hukum. Proses hukum harus dilakukan dengan cara yang adil dan menghormati HAM."

KPK harus bertanggung jawab atas tindakan melawan hukum yang merugikan saya dan saksi-saksi. Ini bukan hanya tentang kasus saya, tetapi tentang integritas penegakan hukum di Indonesia," ucap Hasto.

Baca juga: Hasto Jalani Sidang Tuntutan Hari Ini, Puan Maharani Singgung soal Ketidakadilan Hukum 

3. Bantah Dekat dengan Harun Masiku

Hasto Kristiyanto berdalih tak memiliki kedekatan khusus dengan Harun Masiku dan menyatakan baru dua kali bertemu dengan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.

Momen pertemuan dengan Harun itu dijelaskan Hasto saat yang bersangkutan hendak mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif tahun 2019 di kantor DPP PDIP.

Adapun hal itu diungkapkan Hasto saat jalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam sidang kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/5/2025).

Awalnya Hasto menuturkan, bahwa pada saat itu Harun mengusulkan dua daerah pemilihan (dapil) saat mendaftarkan diri sebagai caleg yakni di Toraja, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan.

Akan tetapi berdasarkan putusan partai, DPP PDIP memutuskan Harun ditempatkan di Dapil 1 Sumsel.

"Karena di tanah Toraja, Sulawesi Selatan itu sudah terisi dengan kader-kader senior," kata Hasto.

Terkait hal ini, Hasto pun menyatakan, bahwa pada saat mendaftarkan diri, Harun Masiku tidak memiliki jabatan apapun di PDIP.

Mendengar jawaban itu sontak Jaksa pun mempertanyakan hal tersebut.

Pasalnya jika tak memiliki jabatan, Harun bisa menemui Hasto langsung yang notabene merupakan petinggi di partai berlambang moncong banteng tersebut.

"Kalau menurut saya terlalu tinggi, kenapa seorang kader biasa ingin mendaftar caleg itu langsung menemui Sekjen," ucap Jaksa mempertanyakan.

Mengenai hal ini, Hasto pun menjelaskan alasannya. Pasalnya pada saat itu, Harun sempat menyebut nama kader senior di Dapil Sulsel saat mendaftarkan diri sebagai caleg.

Kemudian atas dasar itu lah yang menjadi salah satu alasan penerimaan Harun Masiku sebagai caleg.

"Maka, atas menyebut nama senior partai tersebut yang kemudian yang bersangkutan kami terima. Karena kami sangat menghormati aspek-aspek historis terhadap mereka-mereka yang menjadi pejuang partai pada masa yang sulit,"kata dia.

"Artinya dia merekomendasikan Harun Masiku untuk menghadap kepada terdakwa pada waktu itu kan seperti itu ya?," tanya Jaksa.

"Betul," jawab Hasto.

Kendati menghampirinya langsung, namun Hasto memastikan bahwa dirinya tidak memiliki kedekatan dengan Harun Masiku.

Dia mengatakan, ihwal penempatan Harun di Dapil Sumsel itu sepenuhnya merupakan keputusan partai.

"Tadi saya ada kelewatan, bahwa saya tidak punya kedekatan dengan Harun Masiku, saya luruskan. Kemudian ketika penetapan itu sifatnya keputusan sehingga seluruh calon anggota legislatif yang telah diputuskan oleh DPP PDIP ya harus menerima keputusan tersebut," ungkap Hasto.

Baca juga: Senyum Sumringah Ganjar Pranowo saat Hadiri Sidang Tuntutan Hasto Kristiyanto

4. KPK Lakukan Penyelundupan Fakta

Hasto Kristiyanto menyampaikan kekhawatiran serius mengenai dugaan penyelundupan fakta lain dalam persidangannya yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Pertama, Hasto membantah keterangan mantan komisioner KPU, Hasyim Asy'ari yang mengatakan ia ikut pertemuan di Pejaten Village.

Hasto menilai aneh bahwa informasi tersebut baru diungkap pada tahun 2025. 

Dia pun menduga adanya tekanan terhadap Hasyim Asy'ari, terutama mengingat KPU sedang diselidiki terkait penyewaan private jet dan gaya hidup mewah.

Hal itu disampaikan Hasto melalui surat yang dibacakan politisi PDIP Guntur Romli di sela-sela persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, hari ini Kamis (22/5/2025).

"Bisa jadi pintu masuk tekanan terhadap Hasyim Asy'ari seolah-olah membuat keterangan yang sebetulnya tidak ada pada tahun 2019," ujar Guntur Romli membacakan surat Hasto.

Lalu, poin utama yang disampaikan Hasto Kristiyanto adalah dugaan penyelundupan fakta oleh penyidik KPK

Menurut Hasto, kehadiran penyelidik dan atau penyidik KPK sebagai saksi di persidangan terbukti menjadi cara untuk menyelundupkan fakta. 

Keterangan saksi penyidik KPK disebut bersumber dari Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK), padahal seharusnya penyidik mengambil keterangan yang bersifat pro justicia yang menjadi dasar surat dakwaan.

"Terbukti dalam keterangan saksi penyidik KPK tersebut bersumber dari BAPK (Berita Acara Permintaan Keterangan). Penyidik seharusnya mengambil keterangan yang bersifat pro justicia yang menjadi dasar surat dakwaan," jelas Guntur Romli.

Lebih lanjut, keterangan saksi penyidik KPK Arif Budi Raharjo juga menegaskan bahwa keterangan yang seharusnya digunakan adalah keterangan di dalam persidangan, bukan dari BAPK atau keterangan yang diubah dalam BAP. 

Dengan demikian, penggunaan keterangan yang tidak pro justicia disebut Hasto sebagai penyelundupan fakta.

Hasto secara tegas menyebut tindakan penyidik KPK, khususnya Rossa Purbo Bekti, sebagai unprocedural conduct, tindakan tidak profesional, dan pelanggaran etika. 

"Dengan terjadinya penyelundupan fakta oleh penyidik KPK saudara Rossa Purbo Bekti, maka secara formil dan materiil telah cacat secara hukum," pungkas Guntur Romli, mengutip pernyataan Hasto Kristiyanto.

Baca juga: Jaksa Cecar Hasto Kristiyanto Soal Uang Operasional Rp 600 Juta untuk Harun Masiku

5. Alasan Pilih Harun Masiku

Hasto Kristiyanto membeberkan alasan mengapa PDIP akhirnya memilih nama Harun Masiku sebagai penerima alihan suara almarhum Nazarudin Kiemas, yang meraih suara terbanyak di daerah pemilihan Sumatera Selatan I, pada Pemilu 2019 lalu.

Hal ini diungkap Hasto dalam sidang kasus dugaan suap di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Diketahui keputusan untuk memilih Harun Masiku dalam pengalihan suara Nazarudin Kiemas ini diambil dalam rapat pleno yang digelar PDIP pada saat itu.

Jaksa pun mempertanyakan dari calon anggota legislatif (caleg) yang ada, mengapa nama Harun Masiku yang kemudian dipilih untuk mendapatkan suara Nazarudin Kiemas.

“Mungkin saudara terdakwa bisa menjelaskan, dari delapan calon anggota legislatif (caleg) di Dapil Sumsel 1 yang mana Harun Masiku itu nomor urut 6."

"Kenapa Harun Masiku yang ditetapkan sebagai kader terbaik dari partai PDIP untuk menerima perolehan suara dari Pak Nazarudin Kiemas? Alasannya apa?” tanya jaksa dalam sidang.

Hasto lantas menjelaskan, seluruh data diri para caleg, termasuk Harun, dipaparkan dan dibahas dalam rapat DPP PDIP sebelum keputusan pelimpahan suara diambil.

“Izin Yang Mulia, jadi saat itu kita kan memiliki pusat database. Jadi ketika putusan judicial review memberikan diskresi kepada pimpinan partai, pemenangan kepada pimpinan partai, maka dalam rapat DPP tersebut kami melihat caleg-caleg yang ada di situ karena setiap caleg kan mengisi biodata."

“Ada caleg yang selalu aktif menjadi calon, ada calon bupati dua kali, ada calon anggota legislatif, tidak pernah terpilih, kemudian juga ada yang masih baru,” kata Hasto dalam sidangnya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/6/2025), dilansir Kompas TV.

Hasto menjawab Harun Masiku dipilih murni karena ia memiliki latar belakang pendidikan hukum ekonomi internasional.

Selain itu, Harun Masiku juga pernah mendapatkan beasiswa dari Ratu Elizabeth.

Oleh karena itu Hasto membantah adanya tudingan ia memberikan jasa untuk meloloskan Harun Masiku.

"Pada saat pembahasan judicial review belum ada nama Harun Masiku, belum ada keterlibatan Harun Masiku. Saya enggak ada jasa-jasa penetapan Harun Masiku."

"Murni karena di biodatanya tertulis bahwa dia memiliki International Economic of Law yang dibutuhkan. Dan beasiswa dari Ratu Elizabeth itu yang kita perlukan," jelas Hasto.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved