Fadli Zon Sebut Taufiq Ismail Bapak Sastra Indonesia, Akademisi: Memangnya Kita Masih Butuh Label?
Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang melabeli Taufiq Ismail sebagai Bapak Sastra Indonesia mendapatkan kritik.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang melabeli Taufiq Ismail sebagai Bapak Sastra Indonesia mendapatkan kritik.
Salah satu kritik datang dari penulis sekaligus akademisi Universitas Indonesia Dhianita Kusuma Pertiwi.
Dhianita mempertanyakan apakah era sekarang Indonesia masih butuh label tersebut dalam dunia sastra.
Awalnya, Dhianita memaklumi soal adanya penokohan sosok dalam bidang tertentu, termasuk dalam sastra Indonesia.
Dia mengambil contoh bagaimana H.B Jassin yang dijuluki Paus Sastra Indonesia atau Sudjono sebagai Bapak Seni Lukis Modern Indonesia.
"Penjenamaan itu tentu berdasarkan landasan yang kuat, yakni peran dan kontribusi distinktif yang mereka lakoni dan berikan pada bidangnya masing-masing. Poin penting lainnya adalah penjenamaan tersebut biasanya dicetuskan dan diterima secara organik, misalnya di kalangan pelaku kesusastraan dan kesenian, alih-alih dilontarkan oleh pejabat publik –sebagai perwakilan pemerintah dan negara– dengan segala kepentingan politiknya," kata Dhian kepada Tribunnews dalam pesan singkat yang diterima, Selasa (1/7/2025).
Dhianita kemudian bicara soal kentalnya kepentingan politik yang membuat praktik penokahan menjadi problematik.
Salah satu contoh paling nyata adalah pengakuan Ibu Tien Soeharto sebagai Pahlawan Nasional ketika rezim Orde Baru berkuasa.
Dalam konteks sastra, Dhianita berpandangan kepentingan politik ini akan menempatkan orang-orang yang sejalan dengan agenda pemerintah sebagai tokoh, dan pada saat yang sama, berisiko mengesampingkan sosok-sosok lain yang juga –atau bahkan lebih banyak– memiliki kontribusi distinktif.
"Apalagi kalau kita menilik lebih lanjut sejarah Sastra Indonesia yang cenderung lebih banyak memberikan sorot lampu kepada penulis laki-laki, para ‘bapak’ –dan yang kerap jadi celotehan: ‘paman’– yang berkecimpung dalam ekosistem ini," kata dia.
Penelusuran Dhianita membawanya ke para penulis perempuan, yang dalam perspektifnya juga punya peran dan kontribusi besar terhadap iklim sastra Indonesia.
"Di antaranya seperti Charlotte Salawati, S. Rukiah, dan Suwarsih Djojopuspito, menunjukkan dengan terang bagaimana kiprah dan kontribusi mereka disungkurkan ke tepian sejarah dengan berbagai sebab dan alasan," kata Dhian.
"Terlepas dari itu semua, berangkat dari pengamatan saya terhadap ekosistem sastra di Indonesia yang makin ke sini makin cair dan terbuka, patut juga dipertanyakan 'memangnya kita masih butuh ‘bapak-bapak’ dalam dunia sastra?'," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menyebut Taufiq Ismail sebagai Bapak Sastra Indonesia dalam acara peluncuran buku memperingati 90 tahun penyair besar tersebut yang dirangkai dengan peringatan Hari Sastra Indonesia ke-12, dan 50 Tahun Majalah Sastra Horison di Plaza Insani, Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Rabu (25/6).
Acara ini ditandai dengan peluncuran enam buku penting yang melibatkan 90 penulis dari berbagai penjuru Indonesia.
Penjelasan UI soal Rektor Prof Heri Galang Dana saat Acara Wisuda: Murni Sukarela |
![]() |
---|
Sosok Rektor UI Diteriaki Zionis saat Wisuda Mahasiswa, Prof Heri: Mari Kita Raih Rp8 Miliar |
![]() |
---|
Fadli Zon Digugat ke PTUN, YLBHI Ingatkan Hakim Berhati-hati: Jangan Sampai Ada Intervensi |
![]() |
---|
Fadli Zon Digugat ke PTUN, Sandyawan Sebut Investigasi TGPF soal Kasus Mei 1998 Paling Komprehensif |
![]() |
---|
Fadli Zon Digugat, Sandyawan Sumardi: Investigasi TGPF soal Perkosaan Mei 1998 Paling Komprehensif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.